“Keselamatan” merupakan bagian dari harapan yang diidam-idamkan oleh setiap orang. Setiap orang sedemikian berharap bahkan menempuh beragam cara dan jalan demi untuk mendapatkan keselamatan yang diharapkannya tersebut. Namun, tidak jarang di antara manusia yang melupakan al-Qur’an sebagai panduan hidupnya yang akan menunjukkannya ke jalan keselamatan yang sesungguhnya, bukan hanya selamat di kehidupan dunia, bahkan selamat pula di kehidupan akhirat, kehidupannya yang sesungguhnya.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ . يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menjelaskan, dengan kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus.” (al-Maidah: 15-16)

Telah datang kepada kalian cahaya dan kitab yang nyata, yaitu al-Qur’an al-Karim. Dengan kitab yang nyata tersebut Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang mengikuti ridha-Nya untuk meniti jalan keamanan dan keselamatan, mengeluarkan mereka dengan izin-Nya dari kegelapan kekufuran menuju cahaya iman, dan memberi mereka taufik kepada agama yang lurus (At-Tafsir Al-Muyassar, 2/190)

Karenanya, siapa yang mengharapkan keselamatan haruslah ia hidup bersama al-Qur’an. Yakni, hidupnya senantiasa diterangi dengan cahaya al-Qur’an dan ia berjalan menyusuri jalan-jalan kehidupan dengan mengikuti petunjuk-petunjuk al-Qur’an. Demikian inilah yang senantiasa menghiasi kehidupan sang teladan Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- senantiasa mengikuti petunjuk Rabbnya, al-Qur’an, yang diwahyukan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- kepadanya.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَيَّ وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُبِينٌ

Katakanlah (Muhammad), “Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara rasul-rasul, dan aku tidak tahu apa yang akan diperbuat terhadapku dan terhadapmu. Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku, dan aku hanyalah pemberi peringatan yang menjelaskan.” (al-Ahqaf: 9)

Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku, yakni, aku tidak mengikuti kecuali al-Qur’an, aku tidak membuat-buat hal baru dari sisiku sedikitpun (Ma’alim At-Tanzil, 7/254)

Itulah kesungguhan sang teladan, beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- mengikuti petunjuk al-Qur’an sebagai bentuk ketaatan beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- kepada Rabbnya yang memerintahkannya untuk mengikuti al-Qur’an. Sebagaimana firman-Nya kepadanya,

اتَّبِعْ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ

“Ikutilah apa yang telah diwahyukan Tuhanmu kepadamu (Muhammad); tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (al-An’am: 106)

Kepatuhan beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- terhadap perintah Rabbnya untuk mengikuti petunjuk al-Qur’an sedemikian melekat pada dirinya, sehingga hal itu menjadi bagian dari akhlak beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- yang sedemikian agung.

Sa’ad bin Hisyam bin Amir -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- mengatakan, “Aku pernah datang kepada ‘Aisyah, lalu aku katakan (kepadanya), ‘Wahai Ummul Mukminin! kabarkan kepadaku tentang akhlak Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ-. Aisyah pun mengatakan,

كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنُ أَمَا تَقْرَأُ الْقُرْآنَ قَوْلَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ { وَإِنِّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ}

“Akhlak beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- adalah al-Qur’an. Tidakkah engkau pernah membaca firman Allah – عَزَّ وَ جَلَّ-,

وَإِنِّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.” (al-Qalam: 4)

Aku katakan, ‘Sesungguhnya aku ingin hidup membujang (tidak menikah).’

Aisyah menanggapi seraya mengatakan, ‘Janganlah engkau lakukan, tidakkah engkau membaca (firman-Nya),

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu” (al-Ahzab: 21)

Sungguh, Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- telah menikah dan mempunyai anak”  (HR. Ahmad di dalam al-Musnad, no. 24645. Syu’aib al-Arnauth berkata : Hadis Shahih)

Karena itu, barang siapa menginginkan keselamatan dan kebahagiaan haruslah ia mengikuti jejak sang teladan Muhammad -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, berakhlak dengan al-Qur’an dengan mengikuti petunjuk-petunjuk al-Qur’an.

 

Petunjuk al-Qur’an Mencakup Kebahagiaan Dunia dan Akhirat

Jumlah nash-nash yang termaktub dalam al-Qur’an dan hadis Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- mengenai petunjuk al-Qur’an yang mencakup kebahagiaan dunia dan akhirat banyak sekali. Dalam tulisan ini, akan disebutkan beberapa saja di antaranya sekedar untuk mengingatkan.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman sebagai pujian atas kitab-Nya yang mulia dan pemberi petunjuk bagi hamba-hamba-Nya untuk diperhatikan.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”          (Yunus: 57)

Ibnu Katsir -رَحِمَهُ اللهُ– berkata, “مَوْعِظَةٌ“(pelajaran) maksudnya pencegah dari hal-hal yang keji.  “وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ” (dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada) maksudnya dari syubhat (yang tidak jelas) dan syak (ragu-ragu) seperti menghapus kotoran dan najis. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/21)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl: 89)

Ibnu Mas’ud -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- berkata tentang maksud ayat ini bahwa Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menjelaskan pada kita dalam al-Qur’an segala ilmu dan segala sesuatu.

Mujahid -رَحِمَهُ اللهُ- berkata, “Setiap yang halal dan yang haram.”

Ibnu Katsir -رَحِمَهُ اللهُ- setelah mengisahkan dua perkataan di atas menjelaskan bahwa perkataan Ibnu Mas’ud -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- lebih umum dan mencakup segala ilmu yang bermanfaat pada zaman dahulu dan ilmu-ilmu yang belum terungkap. Al-Qur’an juga menegaskan setiap yang halal dan haram serta apa-apa yang dibutuhkan oleh manusia dalam perkara dunia, agama, kehidupan dan tempat mereka kembali (Tafsir Ibnu Katsir, 4/513)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى

“Barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka” (Thaha: 123)

Ibnu Abbas -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- berkata, “Allah menjamin bagi orang yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan isinya, maka ia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.” (Tafsir al-Qurthubi, 11/258)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ

“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (al-Baqarah: 2)

Ibnu Sa’di -رَحِمَهُ اللهُ- berkata, “al-Huda yaitu apa yang menghasilkan petunjuk dari kesesatan dan kesamaran, dan apa yang dengannya didapatkan petunjuk ke jalan yang bermanfaat.”

Firman Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, “هُدًى (hudan)” yang dibuang Ma’mulnya (yakni, tanpa disebutkan objeknya) bukannya petunjuk untuk kemaslahatan seseorang, tidak pula sesuatu yang bersifat khusus bagi seseorang, melainkan dengan lafazh umum, karena maksudnya adalah petunjuk bagi seluruh kemaslahatan dunia dan akhirat. Maka al-Qur’an memberi petunjuk bagi para hamba dalam masalah-masalah agama yang pokok dan cabang. Juga penjelas antara kebenaran dengan kebatilan, yang shahih dengan yang lemah serta bagaimana menempuh jalan yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat mereka (Tafsir as-Sa’diy, 1/40)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ

“Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus.” (al-Isra: 9)

Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithiy -رَحِمَهُ اللهُ- berkata, “Allah menyebutkan pada ayat yang mulia ini bahwa al-Qur’an yang agung ini yang merupakan kitab samawi yang paling agung dan yang paling mencakup semua ilmu dan paling akhir waktu diturunkannya oleh Rabb semesta alam, يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ  (memberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus), maksudnya jalan yang terbaik, teradil dan paling benar.” (Adh-waul Bayan, 3/17)

 

Pembaca yang budiman…

Dorongan untuk mendapatkan hidayah dan mengikuti petunjuk al-Qur’an juga datang dari hadis-hadis Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-.

Zaid bin Arqam -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-  bercerita, “Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berkhutbah di sisi kami dekat sumber air bernama Khumman antara Makkah dan Madinah. Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- memuji Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan bersyukur kepada-Nya, kemudian memberi peringatan, lalu bersabda,

أَمَّا بَعْدُ أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِىَ رَسُولُ رَبِّى فَأُجِيْبَ وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيْهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوْا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ

“Wahai manusia! Sesungguhnya aku manusia yang khawatir jika datang seorang Rasul Tuhanku, lantas aku memenuhi panggilannya, maka aku tinggalkan bagi kalian dua perkara yang berat; Yang pertama, Kitabullah (al-Qur’an) yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Maka, berpegang teguhlah kalian dengannya.”

Lantas, beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- memberikan dorongan agar timbul kecintaan dalam hati kami terhadap kitabullah…(Shahih Muslim, no. 6378)

Dalam riwayat lain,

كِتَابُ اللَّهِ فِيْهِ الْهُدَى وَالنُّوْرُ مَنِ اسْتَمْسَكَ بِهِ وَأَخَذَ بِهِ كَانَ عَلَى الْهُدَى وَمَنْ أَخْطَأَهُ ضَلَّ

“Kitabullah, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Barang siapa berpegang teguh dengannya maka ia telah mendapatkan petunjuk dan barang siapa yang menyelisihinya akan sesat.” (Shahih Muslim, no. 6380)

Di dalam riwayat Jabir -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- yang panjang ketika mensifati cara Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menunaikan ibadah haji bahwa beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ- bersabda dalam khutbahnya di hari Arafah,

وَإِنِّى قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كِتَابَ اللَّهِ

“Aku telah meninggalkan pada kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh dengannya niscaya kalian tidak akan sesat selamanya, yaitu Kitabullah…” (HR. Abu Dawud, no.1907 )

 

Pembaca yang budiman…

Dari penyebutan beberapa ayat dan hadis di atas, jelaslah bahwa Allah   -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan Rasul-Nya -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- sedemikian tegas mendorong kita untuk mengikuti petunjuk al-Qur’an, dan hal itu merupakan kunci bagi kita untuk membuka pintu keselamatan dalam kehidupan kita. Karenanya, tidak sepatutnya kita meninggalkan al-Qur’an dan berpaling darinya. Karena, meninggalkan al-Quran dan berpaling darinya merupakan kezhaliman dan pelakunya terancam dengan keburukan.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya?”    (al-Kahfi: 57)

Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi menjelaskan ayat ini dan yang semisalnya, seraya berkata, “Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menyebutkan ayat yang mulia ini dengan menjelaskan bahwa tidak seorang pun yang lebih berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri selain dari orang yang jika disebutkan/diingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya (al-Qur’an) lalu berpaling…

Dan apa yang disebutkan dalam ayat ini bahwa sebesar-besarnya perbuatan aniaya adalah berpaling dari ayat-ayat Allah, disebutkan pula di tempat lain tambahan keterangan tentang apa yang dihasilkan oleh perbuatan tercela ini.

Di antara akibat buruk mereka adalah bahwa orang tersebut tergolong manusia yang paling berbuat aniaya, Allah menutup hatinya sehingga tidak mengetahui kebenaran dan tidak memperoleh petunjuk selamanya.

إِنَّا جَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَى فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا

“Sungguh, Kami telah menjadikan hati mereka tertutup, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka. Kendatipun engkau (Muhammad) menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk untuk selama-lamanya.” (al-Kahfi: 57).

Di antaranya juga bahwa siksaan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- akan ditimpakan kepada orang yang berpaling dari peringatan. Sebagaimana firman-Nya,

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ

“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling darinya? Sungguh, Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang berdosa” (as-Sajdah: 22)

Di antaranya pula bahwa keadaan orang yang berpaling dari peringatan itu seperti himar (keledai). Sebagaimana Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِينَ . كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُسْتَنْفِرَةٌ

“Lalu mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)? seakan-akan mereka keledai liar yang lari terkejut.”  (al-Muddatsir: 49-50)

Di antaranya pula bahwa orang yang berpaling dari peringatan itu terancam dengan bencana petir seperti petir yang ditimpakan kepada kaum ‘Aad dan Tsamud. Sebagaimana firman-Nya,

فَإِنْ أَعْرَضُوا فَقُلْ أَنْذَرْتُكُمْ صَاعِقَةً مِثْلَ صَاعِقَةِ عَادٍ وَثَمُودَ

“Jika mereka berpaling maka katakanlah, “Aku telah memperingatkan kamu akan (bencana) petir seperti petir yang menimpa kaum ‘Aad dan kaum Tsamud.” (Fushshilat: 13)

Di antaranya pula bahwa orang yang berpaling dari peringatan itu akan menjalani kehidupan yang sempit dan kebutaan. Sebagaimana firman-Nya,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (Thaha: 124)

Di antaranya pula bahwa orang yang berpaling dari peringatan itu akan dimasukkan ke dalam azab yang amat berat. Sebagaimana firman-Nya,

وَمَنْ يُعْرِضْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang sangat berat (Qs. al-Jinn : 17)

Di antaranya pula bahwa orang yang berpaling dari peringatan itu akan diadakan baginya setan sebagai teman karibnya yang menyesatkannya. Sebagaimana firman-Nya,

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ

“Dan barang siapa yang berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (al-Qur’an), Kami biarkan setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya.” (az-Zukhruf: 36)

Dan banyak akibat lain dari yang disebutkan di atas yang merupakan akibat buruk dan siksa yang pedih akibat berpaling dari peringatan ayat-ayat Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. (Adh-waul Bayan, 3/309-310)

Akhirnya, kita mohon kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- agar menjauhkan kita dari hal-hal yang dibenci-Nya, semisal berpaling dari peringatan ayat-ayat-Nya, dan lain sebagainya. Dan, menunjukkan kita kepada hal-hal yang diridha-Nya, semisal memahami kitab-Nya, mengikuti petunjuk-petunjuk ayat-ayat-Nya, dan menegakkan hukumnya sepanjang siang dan malam sesuai dengan yang diinginkan-Nya. Sesungguhnya Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Maha Mulia dan Maha Memberi. Amin. Wallahu A’lam. (Redaksi).

 

Referensi :

  1. Adh-waul Bayan Fii Idhahi al-Qur’an bil Qur’an, Muhammad al-Amin asy-Syinqithiy
  2. An-Nashihah Li Kitabillah, Dr. Hafizh bin Muhammad al-Hikami
  3. At-Tafsir Al-Muyassar, Dr. Hikmat Basyir et. al.
  4. Ma’alim At-Tanzil, al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi
  5. Shahih Muslim, Muslim bin al-Hajjaj an-Naisaburiy
  6. Sunan Abi Dawud, Sulaiman bin al-Asy’ats as-Sijistaniy
  7. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Ismail bin Umar bin Katsir ad-Dimasyqiy