Segala puji bagi Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, Dzat yang telah menciptakan musibah dan kepedihan yang di dalamnya terkandung hikmah yang mendalam. Hikmah tersebut bisa jadi diketahui, bisa jadi pula tidak diketahui oleh kita manusia sebagai makhluk-Nya yang sangat terbatas pengetahuannya. Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

وَمَا أُوتِيْتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيْلًا 

“Dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Qs. al-Isra’ : 85).

 

Pembaca yang budiman…

Pada bagian pertama tulisan ini telah diuraikan secara ringkas tentang beberapa hikmah di balik penciptaan “Musibah dan Kepedihan”,  yaitu,

  1. Melahirkan ‘ubudiah (ibadah) pada saat kesulitan berupa kesabaran
  2. Kebersihan hati dan terbebas dari sifat-sifat buruk
  3. Menguatkan orang yang beriman
  4. Menyaksikan kekuasaan Rububiyah dan ketundukan ‘ubudiyah
  5. Meraih keikhlasan dalam berdoa dan kejujuran dalam bertaubat

Dan, berikut ini adalah hikmah yang lainnya, yaitu,

  1. Menyadarkan orang yang diuji dari kelalaiannya

Betapa banyak orang diuji dengan hilangnya kesehatan tapi justru mendapatkan taubat yang menyelamatkan. Betapa sering orang diuji dengan kehilangan harta tapi malah bisa mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-  dengan keadaan yang lebih baik. Betapa banyak orang yang lalai dan berpaling dari Rabbnya, lalu ia ditimpa ujian, maka hal itu justru membangunkan dan menyadarkannya dari kelalaiannya serta memotivasinya untuk memperbaharui keadaannya bersama Rabbnya.

  1. Mengetahui nilai kesehatan

Karena sesuatu itu hanya bisa dinilai jika disandingkan dengan lawannya. Lalu diperolehlah rasa syukur yang menyebabkan bertambahnya kenikmatan. Sebab, kesehatan yang dikaruniakan Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- itu jauh lebih sempurna, lebih menyenangkan, lebih banyak, dan lebih besar ketimbang ujian dan sakit yang dideritanya. Kesehatan dan kenikmatan yang diperoleh setelah merasakan kepedihan dan kesusahan adalah jauh lebih besar nilainya.

  1. Di antara kepedihan ada yang menjadi faktor kesehatan

Adakalanya seseorang tertimpa suatu penyakit, tapi ternyata hal itu justru menjadi sebab kesembuhan bagi penyakit lainnya. Adakalanya seseorang mengidap suatu penyakit lalu ia pergi untuk mengobatinya. Maka, tersingkaplah bahwa ternyata dirinya mengidap penyakit kronis yang baru terungkap tersebab penyakit yang datang tiba-tiba ini.

Abu Thayyib al-Mutanabbi –رَحِمَهُ اللهُ – berkata :

Mungkin kecacatanmu itu terpuji akibatnya

dan mungkin badan menjadi sehat dengan adanya penyakit

(Diwan al-Mutanabbi, III/86).

  1. Diperolehnya belas kasih bagi orang-orang yang tertimpa musibah

Orang yang diuji dengan suatu hal akan mendapati dalam dirinya rasa belas kasih kepada orang-orang yang tertimpa musibah.  Belas kasih ini menjadi sebab turunnya belas kasih Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – dan karunia yang banyak. Sebab, siapa yang berbelas kasih kepada penduduk bumi, maka yang berada di langit (Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – dan para Malaikat) akan menyayanginya. Rusulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ

“Orang-orang yang pengasih, mereka dirahmati oleh ar-Rahman (Allah). Kasih sayangilah penduduk bumi, niscaya yang di langit mengasihi kalian.” (HR. Abu Dawud).

  1. Memperoleh shalawat (keberkahan yang sempurna), rahmat, dan hidayah dari Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى  – berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ . الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ . أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. al-Baqarah : 155-157).

  1. Memperoleh pahala serta amal-amal kebaikan dicatat dan kesalahan-kesalahan dihapuskan

Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

مَا مِنْ شَىْءٍ يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ حَتَّى الشَّوْكَةِ تُصِيْبُهُ إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِهَا حَسَنَةً أَوْ حُطَّتْ عَنْهُ بِهَا خَطِيْئَةٌ

“Tidak ada sesuatu pun yang menimpa seorang mukmin, meskipun hanya sekedar duri yang menusuk, melainkan Allah mencatat baginya satu kebajikan atau menghapuskan satu kesalahan karenanya.” (HR. Muslim, no. 2572).

Sebagian salaf berkata, “Seandainya bukan karena musibah-musibah dunia, niscaya kita datang pada hari Kiamat dalam keadaan bangkrut.” (Bardul Akbad, hal.46).

Bahkan, pahala musibah tersebut tidak hanya dikhususkan untuk orang yang mendapatkan ujian semata. Tetapi juga yang lainnya. Ketika seorang dokter muslim mengobati orang sakit dengan niat untuk mencari pahala, maka dituliskan pahala untuknya, dengan seizin Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. Sebab siapa yang meringankan suatu kesusahan dunia dari orang mukmin, maka Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى akan meringankannya dari suatu kesusahan pada hari Kiamat.

Demikian pula orang yang mengunjungi atau merawat orang sakit, maka dituliskan pahala baginya.

  1. Mengetahui tentang kehinaan dunia

Musibah terkecil yang menimpa manusia akan menjernihkan dirinya, memantapkan hidupnya, dan membuatnya lupa akan kelezatan dunia. Orang yang pintar tidak akan tertipu dengan kenikmatan dunia; dia menjadikan dunia sebagai ladang akhirat.

  1. Pilihan Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى untuk hamba adalah lebih baik daripada pilihannya sendiri

Ini merupakan rahasia yang mengagumkan, yang sebaiknya hamba memahaminya. Hal itu karena Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى sebaik-baik Penyayang dan Hakim Yang Paling Bijaksana. Dia lebih tahu berbagai kemaslahatan hamba-hamba-Nya dan lebih sayang kepada mereka dibandingkan diri mereka sendiri dan kedua orang tua mereka.

Jika mereka ditimpa sesuatu yang tidak disukai, maka itu lebih baik daripada mereka tidak ditimpa. Sebab ini adalah bentuk perhatian, kebaikan, dan kasih sayang Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى kepada mereka.

Seandainya mereka diberi kemungkinan untuk memilih bagi diri mereka sendiri, niscaya mereka tidak mampu melakukan hal-hal yang bermaslahat. Tetapi Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى yang mengatur urusan mereka sesuai dengan ilmu, keadilan, hikmah, dan rahmat-Nya, baik mereka suka maupun tidak.

  1. Manusia tidak mengetahui akibat urusan mereka

Mungkin ia mencari sesuatu yang akibatnya tidak terpuji atau tidak menyukai sesuatu yang bermanfaat. Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى lebih tahu tentang akibat suatu urusan.

Ibnul Qayyim –رَحِمَهُ اللهُ- berkata, “Qadha-Nya bagi hamba yang beriman adalah karunia, meskipun dalam bentuk halangan. Juga suatu kenikmatan, meskipun dalam bentuk ujian. Bahkan ujian-Nya adalah keselamatan, meskipun dalam bentuk bencana.

Tetapi karena kebodohan dan kezhalimannya, hamba justru menganggapnya bukan sebagai anugerah, kenikmatan, dan keselamatan, kecuali apa yang dapat dinikmatinya dengan segera dan sesuai dengan tabiatnya.

Seandainya ia dikaruniai pengetahuan yang banyak, niscaya ia akan menilai halangan sebagai kenikmatan dan bencana sebagai rahmat. Ia akan merasakan ujian jauh lebih lezat dibandingkan kekayaan. Bahkan dalam kondisi susah ia akan jauh lebih bersyukur dibandingkan dalam kondisi lapang.” (Madarijus Saalikiin, II/215-216).

  1. Masuk dalam kelompok orang-orang yang dicintai Allah –عَزَّ وَجَلَّ

Orang beriman yang mendapatkan ujian akan masuk dalam rombongan yang dicintai lagi dimuliakan dengan kecintaan Rabb semesta alam. Jika Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mencintai suatu kaum, maka Dia menguji mereka. Disebutkan dalam as-Sunnah (hadits), bahwa ujian adalah bukti kecintaan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- kepada hamba-Nya. Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

“Sesungguhnya besarnya balasan itu sesuai dengan besarnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia menguji mereka. Barangsiapa yang ridha maka dia mendapatkan keridhaan, dan barangsiapa yang marah (tidak ridha) maka dia juga mendapatkan kemurkaan.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

  1. Sesuatu yang tidak disukai adakalanya mendatangkan sesuatu yang dicintai. Begitu pula sebaliknya.

Jika pengetahuan tentang Rabb-nya benar, maka ia mengetahui secara yakin bahwa hal-hal yang tidak disukai dan berbagai ujian yang menimpanya itu mengandung berbagai kemaslahatan dan kemanfaatan yang tidak terhitung dan diketahui, baik oleh ilmunya maupun pikirannya.

Bahkan, apa yang tidak disukai hamba itu kemaslahatannya jauh lebih besar ketimbang apa yang disukainya. Sebab, kemaslahatan jiwa pada umumnya terletak pada hal-hal yang tidak disukainya, sebagaimana halnya kemudharatan dan sebab-sebab kehancurannya terletak pada hal-hal yang disukainya.

Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – berfirman,

فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Karena mungkin engkau tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Qs. an-Nisa : 19).

Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – juga berfirman :

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi engkau membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) engkau menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang engkau tidak mengetahui.” (Qs. al-Baqarah : 216).

Jika hamba mengetahui bahwa perkara yang tidak disukai adakalanya mendatangkan hal yang dicintai dan perkara yang dicintai adakalanya mendatangkan hal yang tidak disukai, maka ia tidak akan merasa aman karena kesusahan bisa menimpanya dari sisi kesenangan dan tidak akan berputus asa karena kegembiraan bisa menerpanya dari sisi kesusahan.

Itulah beberapa hikmah di balik penciptaan “musibah dan kepedihan” yang dapat disebutkan.

Semoga Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menjadikan tulisan ini bermanfaat bagi penulisnya dan bagi para pembaca budiman. Amin. Wallahu A’lam.

 

(Redaksi)

 

Sumber :

 Al-Iman Bil Qadha’ Wal Qadar, Muhammad bin Ibrahim al-Hamd (ei, hal : 172-177).