sahur....

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

[sc:BUKA ]تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً[sc:TUTUP ]

“Bersahurlah kalian, sesungguhnya di dalam sahur terdapat berkah.”

Muttafaqun ‘alaih.

 

Kosa Kata

[sc:TUTUP ]السَّحُورُ[sc:BUKA ] : Dibaca as-sahur, merupakan nama bagi sesuatu yang dijadikan santapan sahur. Bila dibaca as-sahur artinya makan sahur yaitu makan pada waktu sahur. Waktu sahur adalah sebagian dari malam menjelang waktu subuh.

[sc:TUTUP ]بَرَكَةٌ[sc:BUKA ]  Berkah, ialah, ganjaran dan pahala atau kekuatan untuk mengerjakan puasa dan penambah semangat dan meringankan beratnya puasa. Atau berarti pertumbuhan yang mencakup itu semua dan yang lainnya seperti mendermakan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan dan berdoa pada waktu yang berkah ini.

Pembahasan

Abu Daud dan an-Nasa’i telah meriwayatkan dan lafazh milik Abu Daud dengan sanad yang ditengarai hasan dari hadits al-Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu ia berkata,

[sc:BUKA ]دَعَانِي رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِلَى السَّحُورِ فِي رَمَضَانَ فَقَالَ هَلُمَّ إِلَى الغَذَاءِ المُبَارَكِ[sc:TUTUP ]

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajakku untuk makan sahur pada bulan Ramadhan, seraya berkata, ‘Kemarilah untuk menuju makanan yang berkah ini’.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengisyaratkan bahwa makanan sahur adalah yang membedakan antara puasa orang-orang Islam dan puasa orang-orang Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani). Muslim telah meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari hadits Amr bin al-Ash, bahwa Rasulullah bersabda,

[sc:BUKA ]فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ اْلكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ[sc:TUTUP ]

“Pemisah (pembeda) antara puasa kita dan puasanya Ahlul Kitab adalah makan sahur.”

Kesimpulan

1. Disunnahkan melakukan makan sahur.

2. Sesungguhnya di dalam sahur terdapat kebaikan yang agung yang kadang tidak terlintas di benak seseorang

 

Sumber: terjemah فقه الإسلام شرح بلوغ المرام من جمع أدلة الأحكام, Abdul Qadir Syaibah al-Hamd, hal: 249, Penerbit Darul Haq Jakarta.