Pada Asalnya Hujan adalah Nikmat

Hujan merupakan bagian dari nikmat yang Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berikan kepada kita, manusia. Bahkan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berikan pula kepada makhlukNya yang lain. Bagaimana bukan merupakan nikmat, sementara Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menyifati air yang diturunkanNya ini dengan مَاءً مُبَارَكًا “ma-an mubarak”, sebagaimana ditegaskanNya di dalam firmanNya dan juga Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَ– sebutkan beberapa contoh bentuk keberkahan dan manfaatnya, seraya berfirman,

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ . وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ نَضِيدٌ . رِزْقًا لِلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ

“Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan. (Qaf: 9-11).

Yakni, Kami turunkan dari langit hujan yang banyak manfaatnya, lalu Kami tumbuhkan dengannya kebun-kebun yang banyak pohonnya dan biji-biji tanaman yang dipanen.

Dan Kami tumbuhkan pohon kurma yang tinggi-tinggi, yang mempunyai mayang yang bersusun satu sama lain.

Kami menumbuhkannya sebagai rizki bagi para hamba yang mereka gunakan untuk bahan makanan sesuai kebutuhan mereka. Dan Kami hidupkan dengan air yang Kami turunkan dari langit negeri yang kekeringan sehingga tidak ada tumbuhan di dalamnya. Sebagaimana halnya Kami menghidupkan dengan air itu tanah yang mati, untuk mengeluarkan kalian pada hari Kiamat dalam keadaan hidup setelah mati. (at-Tafsir al-Muyassar, 9/249).

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga berfirman,

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لَكُمْ مِنْهُ شَرَابٌ وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ . يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالْأَعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. (an-Nahl: 10-11).

Yakni, Dia-lah Allah yang menurunkan hujan dari awan untuk kalian, lalu Dia menjadikan sebagian darinya air untuk kalian minum, dan Dia mengeluarkan dengan hujan itu tumbuh-tumbuhan yang padanya kalian menggembalakan ternak-ternak kalian, lalu susunya dan kemanfaatannya kembali untuk kalian.

Dia mengeluarkan untuk kalian dari tanah dengan air yang sama tanaman yang bermacam-macam. Dengannya Dia mengeluarkan zaitun, kurma, dan anggur. Dengannya Dia mengeluarkan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya dalam mengeluarkan semua itu benar-benar terdapat tanda-tanda yang jelas bagi kaum yang mau memperhatikan lalu mengambil pelajaran darinya. (at-Tafsir al-Muyassar, 4/385).

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga berfirman,

وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا . لِنُحْيِيَ بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا وَنُسْقِيَهُ مِمَّا خَلَقْنَا أَنْعَامًا وَأَنَاسِيَّ كَثِيرًا . وَلَقَدْ صَرَّفْنَاهُ بَيْنَهُمْ لِيَذَّكَّرُوا فَأَبَى أَكْثَرُ النَّاسِ إِلَّا كُفُورًا

“Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih, agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak.

Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu diantara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (dari padanya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (nikmat). (al-Furqan: 48-50).

Yakni, Dia-lah yang meniupkan angin yang membawa awan sebagai pembawa kabar gembira dengan adanya hujan sebagai rahmat dariNya. Dan Kami turunkan air (yang amat bersih) dari langit untuk bersuci (dan lain sebagainya) dengannya, sebagaimana firmanNya,

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ 

Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu. (al-Anfal: 11).

Dan agar Kami menumbuhkan tanaman di tempat yang tidak ada tanamannya, kemudian tempat yang tandus akan hidup kembali setelah mati. Dan Kami beri minum dengan air tersebut para makhluk Kami, banyak di antaranya adalah hewan ternak dan manusia.

Sesungguhnya Kami telah menurunkan hujan di sebagian tempat dan tidak menurunkannya di tempat yang lain, agar orang-orang yang diberi hujan mengingat nikmat Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang dikaruniakan kepada mereka, lalu bersyukur kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Dan agar orang-orang yang tidak diberi hujan ingat lalu mereka segera bertaubat kepada Allah –عَزَّ وَجَلَّ- agar Allah mengaruniakan rahmat-Nya dan memberi minum kepada mereka. Kebanyakan manusia  berpaling dan kufur terhadap nikmat-nikmat yang telah Kami karuniakan kepada mereka, misalnya ucapan mereka, “Kami diberi hujan karena bintang ini dan bintang itu.” (at-Tafsir al-Muyassar,6/311)

 

Kufur Terhadap Nikmat Hujan

Ucapan mereka, “Kami diberi hujan karena bintang ini dan bintang itu.” Ini adalah contoh bentuk kufur terhadap nikmat hujan yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- turunkan.  Sebagaimana yang disinyalir Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dalam sabdanya,

مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ بَرَكَةٍ إِلاَّ أَصْبَحَ فَرِيْقٌ مِنَ النَّاسِ بِهَا كَافِرِيْنَ، يُنْزِلُ اللَّهُ الْغَيْثَ فَيَقُولُونَ : الْكَوْكَبُ كَذَا وَكَذَا

“Tidaklah Allah menurunkan keberkahan dari langit melainkan ada satu kelompok manusia yang kufur terhadapnya. Allah menurunkan hujan, lalu mereka berkata, ‘Bintang ini dan itu (yang menurunkan hujan).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

 Dalam riwayat lain,

بِكَوْكَبِ كَذَا وَكَذَا

“(Hujan turun) Karena bintang ini dan itu.” (HR. Muslim).

Dikatakan “kufur” karena pengucapnya secara jelas mengingkari bahwa yang menurunkan hujan itu bukan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, padahal Allah-lah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang menurunkannya, ia menisbatkan nikmat tersebut bukan kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- namun kepada bintang ini dan itu. Seharusnya, ia menisbatkan kenikmatan tersebut kepada pemberi nikmat, yaitu Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- bukan kepada bintang ini dan itu.

Pengucapnya dinyatakan “dialah  orang yang kafir terhadap Allah” dengan jelas sebagaimana disebutkan dalam hadits. Di dalam Shahihul Bukhari dan Shahih Muslim, Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berkata kepada para sahabat pada hari yang malamnya mereka diguyur hujan,

هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟ قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: قَالَ أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ. فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ، فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ. وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ

Apakah kalian mengetahui apa yang difirmankan oleh Rabb kalian? Mereka menjawab,Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui.’ Beliau bersabda, Dia berfirman: Di antara hamba-hamba-Ku terdapat orang yang beriman kepada-Ku dan kafir. Orang yang berkata, ‘Kami dihujani lantaran karunia dan rahmat dari Allah’, maka dialah orang yang beriman kepadaKu dan kafir terhadap bintang-bintang. Sedangkan orang yang berkata, Kami dihujani lantaran bintang ini dan itu, maka dialah orang yang kafir terhadapKu dan beriman kepada bintang-bintang. (Shahih al-Bukhari, no. 846 dan Shahih Muslim, no. 240).

Karena itu, tidak selayaknya bagi kita hambaNya mengucapkan semisal kata ini “Kami dihujani lantaran bintang ini dan itu” karena ini adalah ucapan kekufuran. Ucapan semisal ini menunjukkan bahwa pengucapnya tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat diturunkannya hujan oleh Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Seharusnya, ia bersyukur kepadaNya atas diturunkannya nikmat hujan tersebut dengan menyandarkan kenikmatan itu kepadaNya, di antaranya dengan ucapan yang Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ajarkan.

 مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ

Kami dihujani lantaran karunia dan rahmat dari Allah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Bahkan, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menganjurkan kepada kita untuk memohon kepada Allah agar hujan yang diturunkanNya tersebut dijadikanNya sebagai hujan yang bermanfaat. Anjuran tersebut beliau teladankan melalui tindakannya berupa ucapannya ketika melihat nikmat yang penuh berkah tersebut. Sebagaimana tercermin dalam hadits,

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

Dari ‘Aisyah –رَضِيَ اللهُ عَنْهَا–, bahwa Rasulullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– apabila melihat hujan (telah turun), beliau berdoa, Ya Allah, jadikanlah hujan ini hujan yang bermanfaat.” (HR. Al-Bukhari, no. 1032).

Beliau -صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم- memohon kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- agar hujan yang diturunkanNya tersebut tersifati dengan “bermanfaat”.

 

Pertanyaan: Bagaimana Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- meminta agar hujan yang diturunkanNya tersebut dijadikan hujan yang bermanfaat, bukankah asalnya hujan itu sesuatu yang bermanfaat?

Jawabannya: Bahwa maksud dari doa beliau ini adalah –Wallahu A’lam– agar Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberi tambahan kebaikan dan keberkahan padanya dan agar kemanfaatannya bertambah pula. Sebagaimana yang diisyaratkan oleh Ibnu Bathal -رَحِمَهُ اللهُ-. (Lihat, Syarh Shahih al-Bukhari, Ibnu Baththal, 3/22).

Atau, mungkin juga ada maksud yang lainnya yaitu harapan agar hujan tersebut tidak berubah menjadi hujan yang menimbulkan dampak yang membahayakan. Hal ini seperti yang diisyaratkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar –رَحِمَهُ اللهُ- dalam komentarnya terhadap doa yang dipanjatkan Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ini, di mana beliau –رَحِمَهُ اللهُ- mengatakan, “Seakan-akan beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-meminta dengannya agar dijauhkan dari hujun yang berbahaya.” (Fathul Bari, 3/473).

 

Kala Hujan Menjadi Adzab

Hujan akan berbahanya jika menimbulkan dampak negatif seperti banjir dan lain sebagainya. Apalagi bila Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى menjadikannya sebagai adzab yang ditimpakanNya. Semoga Allah melindungi kita dari adzabNya. Seperti yang pernah ditimpakan kepada beberapa kaum sebelum kita, kaum Nabi Nuh -عَلَيْهِ السَّلَامُ- misalnya. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– tenggelamkan kaum Nuh -عَلَيْهِ السَّلَامُ- dengan hujan kala mereka menyombongkan diri terhadap perintah Rabb mereka. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – berfirman,

كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ فَكَذَّبُوا عَبْدَنَا وَقَالُوا مَجْنُونٌ وَازْدُجِرَ . فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ . فَفَتَحْنَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ بِمَاءٍ مُنْهَمِرٍ . وَفَجَّرْنَا الْأَرْضَ عُيُونًا فَالْتَقَى الْمَاءُ عَلَى أَمْرٍ قَدْ قُدِرَ . وَحَمَلْنَاهُ عَلَى ذَاتِ أَلْوَاحٍ وَدُسُرٍ . تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا جَزَاءً لِمَنْ كَانَ كُفِرَ . وَلَقَدْ تَرَكْنَاهَا آيَةً فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ . فَكَيْفَ كَانَ عَذَابِي وَنُذُرِ

Sebelum mereka, telah mendustakan (pula) kamu Nuh, maka mereka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan: Dia seorang gila dan dia sudah pernah diberi ancaman. Maka ia mengadu kepada Tuhannya: ‘Bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu menangkanlah (aku).’ Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku, yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai balasan bagi orang yang diingkari (Nuh). Dan sesungguhnya telah Kami jadikan kapal itu sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? Maka alangkah dahsyatnya azabKu dan ancaman-ancamanKu.” (Qs. al-Qamar : 9-16).

Tidak kalah dahsyatnya azabNya yang ditimpakanNya ini, yakni hujan. Ketika hujan  tersebut bukan lagi berupa air yang mempunyai sifat yang lembut namun berupa batu yang memiliki sifat yang keras, sebagaimana yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– timpakan kepada kaum Nabi Luth –عَلَيْهِ السَّلَامُ-.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – berfirman,

وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَسَاءَ مَطَرُ الْمُنْذَرِينَ

Dan Kami hujani mereka dengan hujan, maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu. (asy-Syu’ara: 173).

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – juga berfirman,

فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ . مُسَوَّمَةً عِنْدَ رَبِّكَ وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ 

Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.” (Hud: 82-83).

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – juga berfirman,

فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ مُشْرِقِينَ . فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ . إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِلْمُتَوَسِّمِينَ

Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda. (al-Hijr: 73-75).

Sungguh, dalam adzab yang menimpa mereka itu terkandung nasehat-nasehat bagi orang-orang yang melihat dan mengambil pelajaran. (at-Tafsir al-Muyassar, 4/357).

Kita mohon kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى–, semoga kita termasuk orang-orang yang dapat mengambil pelajaran dari hal ini, semakin pandai bersyukur atas nikmat yang dianugerahkanNya kepada kita baik berupa hujan atau pun nikmatNya yang lainnya. Dan, semoga pula kita merasa takut dengan adzabNya, yang diancamkanNya dan yang ditimpakanNya terhadap orang-orang yang membangkang terhadap perintahNya dan melanggar laranganNya, semisal kaum Nabi Nuh -عَلَيْهِ السَّلَامُ- dan kaum Nabi Luth –عَلَيْهِ السَّلَامُ- yang mendustakan para rasul yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – utus kepada mereka. Amin. Wallahu A’lam.

 

(Redaksi)

 

Referensi :

  1. At-Tafsir al-Muyassar, Hikmat Basyir, dkk.
  2. Fathul Bari, Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani
  3. Syarh Shahih al-Bukhari, Ibnu Baththal
  4. Shahihul Bukhari, Muhammad bin Ismail al-Bukhari
  5. Shahih Muslim, Muslim bin Hajjaj an-Naisaburi