Hidup tak selamanya mudah, ada kondisi di mana seseorang menghadapi sebuah hajat mendesak yang harus ditunaikan, sayangnya dia tak punya uang, orang seperti ini patut dibantu oleh pihak yang berpunya dengan mengizinkannya memakai uangnya untuk nanti dikembalikan sepadan dengan apa yang telah dipakai.

Hutang piutang adalah memberikan harta kepada siapa yang memanfaatkanya kemudian mengembalikan padanannya. Berhutang tidak makruh bagi siapa yang membutuhkan dan merasa mampu membayar, karena Nabi juga melakukannya.

Memberi hutang termasuk kebaikan, membantu orang yang membutuhkan, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa memudahkan kesulitan seorang mukmin dari kesulitan-kesulitan dunia maka Allah akan memudahkan untuknya kesulitan dari kesulitan-kesulitan hari Kiamat.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Syarat-syarat

1- Pelaku termasuk orang yang sah berakad.
2- Jumlah diketahui dan masanya, bila ditetapkan, juga diketahui.
3- Tanpa syarat manfaat bagi pemberi hutang.

Manfaat Hutang

Hutang piutang adalah akad membantu kepada orang yang membutuhkan, mengambil atau mensyaratkan keuntungan berupa tambahan dari jumlahnya atau pinjaman barang atau penjualan atau pembelian karena adanya hutang piutang mengeluarkan akad ini dari tujuan aslinya dan mengambil keuntungan dari pihak yang membutuhkan, dari sini kaidah berkata, “Setiap hutang yang menyeret manfaat maka ia riba.”

Bila manfaat atau tambahan tanpa disyaratkan dan tidak menjadi kebiasaan, sebaliknya peminjam berminat memberi tanpa persayaratan sebelumnya, maka tambahan ini tidak mengapa, karena hal ini termasuk membayar dengan baik, berdasarkan perbuatan Nabi yang berhutang unta muda dan mengembalikan unta lebih tua, beliau bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar kewajibannya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah. Wallahu a’lam.

Adab Orang yang Berhutang

Berhutang boleh dan tidak makruh karena Rasulullah melakukannya dan para sahabat melakukannya, namun pihak yang berhutang hendaknya menjaga adab-adab berikut.

1- Berhutang hanya di saat benar-benar membutuhkan, bukan untuk bersenang-senang atau bermewah-mewah.

2- Niat baik untuk mengembalikan bukan niat untuk mengemplangnya, berdasarkan hadits Abu Hurairah dari Nabi bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa mengambil harta orang lain dan berniat mengembalikannya maka Allah akan menunaikannya untuknya, barangsiapa mengambilnya dengan niat menghabiskannya maka Allah akan menghabiskannya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari.

3- Bersegera melunasinya manakala kemampuan sudah ada tanpa mengulur-ulur, berdasarkan hadits Nabi, “Penundaan orang yang mampu adalah kezhaliman.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

4- Berhati-hati dan tidak meremehkannya, karena Rasulullah menolak menshalatkan mayit yang memikul hutang, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Jabir, karena hutang adalah hak sesama yang bila tidak selesai di dunia maka akan diperkarakan di akhirat.

Bila tidak mampu walaupun sudah berusaha, maka hendaknya membicarakannya dengan pemilik uang, bila pemilik tidak merelakan dan tetap menuntut maka itu adalah haknya, siapkan kebaikan yang banyak untuk menghadapi tuntutannya di akhirat bila Anda tak kuasa membayar hutang di dunia.

Adab Pemberi Hutang

Dianjurkan untuk memberikan kelonggaran kepada penghutang yang dalam kesulitan, lebih baik lagi membebaskannya dan hal itu adalah sedekah, namun hal ini tidak wajib karena hutang tersebut adalah haknya.

Allah berfirman,

[وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ [البقرة/280

Dan bila orang yang berhutang dalam kesulitan maka tunggulah sampai dia lapang dan bila kamu mensedekahkannya maka hal itu lebih baik bila kamu mengetahui.” Al-Baqarah: 280.

 Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Ada seorang laki-laki tidak beramal baik apa pun, dia memberi hutang kepada orang-orang, dia berkata kepada pegawainya, ‘Ambil apa yang mudah dan biarkan apa yang sulit, semoga Allah memaafkan kita.’ Manakala dia mati, Allah bertanya kepadanya, ‘Adakah kamu melakukan kebaikan sekalipun?’ Dia menjawab, ‘Tidak, hanya saja aku memberi hutang kepada orang-orang dan aku berkata pegawaiku, ‘Ambil apa yang mudah dan biarkan apa yang sulit, semoga Allah memaafkan kita.’ Maka Allah berfirman, ‘Aku memaafkanmu.” Diriwayatkan oleh an-Nasa`i.

Penalti

Hutang belum jatuh tempo, pemiliknya menagih karena membutuhkan, maka penghutang berkata, “Tidak bisa, belum jatuh tempo, kecuali bila Anda menggugurkan sebagian darinya.” Bolehkah?

Jumhur ulama berpendapat, dan ini adalah pendapat yang shahih, tidak boleh, sebagaimana memberikan tambahan tempo dengan tambahan pembayaran tidak boleh, demikian juga menuntut pembebasan sebagian hutang sebagai imbalan penyegeraan pembayaran.

Namun bila yang melakukan hal itu adalah pemilik hutang secara suka rela maka dia telah berbuat baik dengan menggugurkan sebagian haknya, sebagaimana bila penghutang membayar lebih baik tanpa persyaratan sebelumnya. Wallahu a’lam.