Nama beliau

Beliau adalah Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani an-Nasa’i.

Nama imam Nasa’i dinisbatkan pada nama sebuah daerah bernama Nasa’, terletak di wilayah Khurasan, yang disebut juga dengan nama Nasawi.

Disebutkan dalam Mu’jam Al-Buldan bahwa daerah tersebut dinamakan Nasa’ bermula dari kisah perjalanan kaum muslimin dalam menyebarkan agama Islam.

Pada saat itu kaum muslimin telah berhasil memasuki Khurasan, ketika mereka mau melanjutkan misi mereka untuk memasuki daerah berikutnya, maka kaum laki-laki pendudukak daerah tersebut yang telah mendengar berita akan kedatangan kaum muslimin dengan jumlah besar melarikan diri dari daerahnya, sehingga yang tersisa dari penduduk tersebut hanya kaum wanita.

Tatkala kaum muslimin sampai di daerah tersebut, mereka hanya mendapati kaum perempuan tanpa ada kaum laki-laki, maka sebagian kaum muslimin berkata: “Mereka semua adalah An-Nisaa’ (kaum perempuan)dan kaum perempuan tidak boleh diperangi,

Oleh sebab itu, biarkanlah mereka hingga suami mereka kembali lagi”. Akhirnya kaum muslimin berlalu meninggalkan daerah tersebut dan mereka menamakan daerah tersebut Nasa’ yang artinya kaum perempuan.

Kelahiran beliau

Adz-Dzahabi berkata: “Imam Nasa’i lahir di daerah Nasa’i pada 215 H”. Namun menurut sumber yang lain bahwa beliau lahir pada tahun 214 H.

Sifat perawakan beliau

Imam Adz-Dzahabi berkata: “Dia bermuka tampan, walaupun telah memasuki usia senja, sering mengenakan baju musim dingin, mempunyai empat istri dan senang memakan daging ayam. Dia adalah seorang yang berwibawa, bermuka cerah, ringan tangan dan berbudi luhur”.

Sebagian muridnya berkata: “Abu Abdurrahman meminum perasan anggur untuk mencerahkan mukanya”.

Sanjungan para ulama terhadapnya

Abu Abdillah al-Hakim Al-Hafizh berkata: “Aku telah mendengar Abu Ali Al-Husain bin Ali Al-Hafizh berkata: “Imam An-Nasa’i adalah imamnya kaum muslimin dan imam dalam bidang hadits”.

Imam Daruquthni berkata: “Abu Abdirrahman (An-Nasa’i) adalah orang yang terdepan dalam bidang ilmu ini (hadits) pada masanya”.

Beliau juga berkata: “Abu Bakar bin Haddad banyak menghafal hadits, walaupun demikian, Ibnu Haddad tidak meriwayatkan Hadits, kecuali dari imam Nasa’i. oleh karena itu Al-hadad berkata: “Aku ridha Imam Nasa’i menjadi hujjah antara aku dan Allah”.

Imam Adz-Dzahabi berkata: “Imam An-Nasa’i selain mempunyai ilmu yang sangat dalam dia juga seorang yang mutqin, pandai, kritikus perawi hadits,dan mempunyai karya dengan susunan yang baik. Dia menuntut ilmu di Khurasan, Hijas, Mesir, Irak, Jazirah, Syam dan Tsaghur dan pada akhirnya menetap di Mesir, sehingga banyak ulama huffazh yang mengunjunginya. Pada masanya tidak ada orang yang menyamai ilmunya dalam bidang hadits”.

Keketatannya memberikan kritikan kepada para perawi hadits

Ibnu Thahir Al- Hafizh mengatakan: “Ketika aku mengatakan kapada Sa’ad bin Ali Az-Zanjani tentang seorang perawi, dia menganggap perawi tersebut tsiqah (terpercaya). Akan tetapi, ketika aku sampaikan kepadanya (Sa’ad) bahwa perawi tersebut telah di dianggap dha’if (lemah) oleh imam Nasa’i, maka Sa’ad bin Ali berkata: “Wahai anakku, ketahuilah bahwa sesungguhnya syarat yang telah ditentukan Abu abdirrahman An-Nasa’i mengenai perawi hadits adalah lebih ketat dari syarat yang ditentukan Imam Bukhari dan Imam Muslim”.

Adz-Dzahabi berkata: “Disebabkan keketatan inilah, maka Imam An-Nasa’i telah menganggap lemah beberapa perawi dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim”.

Syarat beliau dalam kitabnya Sunan Al-Kubra

Abu Amr Ibnu Shalah telah menyebutkan dalam kitab Mukaddimahnya dari Abu Abdillah bin Mandah bahwasanya ia pernah mendengar Muhammad bin Sa’ad Al-Barudi di Mesir berkata: “Diantara madzhab Abu Abdirrahman An-Nasa’i adalah meriwayatkan hadits dari perawi yang para ulama ahli hadits tidak sepakat meninggalkan hadits riwayatnya”.

Imam An-Nasa’i berkata: “Dalam kitabku ini aku akan meriwayatkan dari perawi hadits sepanjang para ulama ahli hadits tidak bersepakat untuk meninggalkannya”.

Jika demikian halnya, maka dalam hati seseorang dengan cepat akan mengatakan bahwa madzhab imam An-Nasai adalah muttasa’ (cenderung longgar). Padahal sebenarnya tidak demikian, pada kenyataannya dia tidak banyak meriwayatkaan dari perawi yang telah diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi, bahkan lebih dari itu Imam An-Nasa’i juga tidak meriwayatkan hadits sebagian perawi shahihain.

Ahmad bin Mahbub Ar-Ramali berkata: “Aku telah mendengar Imam An-Nasa’i berkata: “Ketika aku berniat hendak mengumpulkan hadits dalam kitabku ini maka aku beristikharah terlebih dahulu untuk memohon petunjuk dari Allah dari meriwayatkan hadits dari beberapa perawi, hal itu aku tempuh pada perawi hadits tersebut terdapat sesuatu yang mengganjal di dalam hatiku. Pada akhirnya aku memilih untuk tidak meriwayatkan, padahal hadits tersebut telah aku miliki dengan sanad yang tinggi”.

Guru-guru beliau

Diantara guru-guru beliau adalah sebagaimana yang di katakana As-Subuki: Guru imam An-Nasa’i adalah:

  1. Qutaibah bin Sa’id
  2. Ishaq bin Rahawai
  3. Hisyam bin Ammar
  4. Isa bin Hammad
  5. Al-Husain bin Manshur As-Sulami An-naisaburi
  6. Amr bin Zurarah
  7. Muhammad bin Nashr Al-Marwazi
  8. Suwaid bin Nashr
  9. Abu Kuraib
  10. Muhammad bin rafi’, dan selain mereka.

Murid-murid beliau

Al-Hafizh berkata: Orang yang meriwayatkan dari Nasa’I antaa lain adalah:

  1. Seorang anak yang bernama Abdul Karim
  2. Abu Bakar ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Ishaq As-Sunni
  3. Abul Hasan bin Al-Khidir Al-Asyuthi
  4. Al-Hasan bin Al-Rusyaik Al-Askari
  5. Abul Qosim Hamzah bin Muhammad bin Ali Al-Kannani, dan selain mereka.

Karya tulis beliau   

Diantara karya beliau adalah :

  1. As-Sunnan Al-Kubra
  2. Al-mujtaba
  3. Tafsir An-Nasa’i

Meninggalnya

Terjadi perselisihan pendapat tentang wafat beliau akan tetapi pendapat yang kuat menurut imam Adz-Dzahabi adalah apa yang dikatakan oleh Abu Sa’id Ibnu Yunus dalam Tarikhnya ia berkata berkata: “Abu Abdirrahman An-Nasa’i telah meninggal di palestina pada hari senin, tanggal 13 shafar tahun  302 H”.

Imam Adz-Dzahabi berkata: “Keterangan Ibnu Yunus ini lebuh benar, karena ia adalah seorang yang hafizh dan selalu terjaga (dan) ia adalah murid imam An-Nasa’i,sebagai seorang murid, maka tentu ia lebih mengetahui tentang gurunya”.

[Sumber: Min A’lami Salaf pdf, hal. 399-407, Syaikh Ahmad Farid. Lihat http://uqu.edu.sa/files2/tiny_mce/plugins/filemanager/files/4290561/43/ddd85.pdf]