Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan peliharalah diri kalian dari fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksanya.“ (QS. Al-Anfal: 25).

Perintah dalam ayat ini juga ditujukkan kepada orang-orang yang beriman sebagaimana perintah pada ayat sebelumnya, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyuruhmu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu.” (QS. Al-Anfal: 24) Maka, sebagaimana orang yang beriman, sejak zaman Nabi a diutus hingga akhir zaman nanti, diperintah untuk memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya, mereka juga diperintahkan untuk memelihara diri dari fitnah.

 

Ragam Fitnah

Adapun fitnah dalam ayat ini, ada yang mengatakan maksudnya ialah peperangan, ada yang mengatakan kesesatan, ada yang mengatakan perkara yang munkar, ada yang mengatakan ujian, ada yang mengatakan harta dan anak, ada yang mengatakan musibah, ada yang mengatakan munculnya perkara bid’ah.(1)

Kesemua maksud fitnah tersebut tidak saling bertentangan satu sama lain. Maka, ini merupakan penafsiran dengan penyebutan contoh. Semua contoh yang disebutkan tersebut selaras dengan kelanjutan ayat ini.

لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً

“Yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu.” (QS. Al-Anfal: 25).

 

Cara Memelihara Diri Dari Fitnah

Mengenai cara memelihara diri dari beragam fitnah dan dampak negatifnya tentunya berbeda-beda.

1. “Perang” misalnya, tidak hanya menimpa orang-orang zalim saja, begitu pula halnya dampak negatif yang ditimbulkannya sebagaimana telah dimaklumi. Maka, menjaga perdamaian dan stabilitas keamanan merupakan salah satu bentuk cara pemeliharaan diri dari fitnah tersebut.

  1. Demikian pula “kesesatan” merupakan fitnah, tidak hanya berpeluang menimpa orang-orang zalim saja. Begitu pula dampak negatif yang ditimbulkannya. Maka, memelihara diri dan melindungi diri dari “kesesatan” dengan membekali diri dengan ilmu yang benar dan menyebarkannya di tengah-tengah masyarakat, memperingatkan mereka dari kesesatan atau dengan mencegah pelaku kesesatan agar tidak menyebarkan kesesatannya merupakan bentuk cara pemeliharaan diri dari fitnah tersebut.
  2. Kemungkaran”, juga termasuk bentuk fitnah, jika dilakukan seseorang atau sekelompok orang hingga merebak, pelakunya tidak dicegah, niscaya orang yang tidak ikut serta melakukannya berpeluang mendapatkan dampak negatifnya, maka mencegah kemungkaran merupakan bentuk pemeliharaan diri dari fitnah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنْ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا

 “Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, ‘Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.’ Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari, no. 2493).

  1. “Ujian” atau “musibah” juga termasuk bentuk fitnah, sebagaimana hal ini dapat menimpa orang-orang yang zalim juga dapat menimpa orang-orang yang tidak berbuat zalim. Sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya:

وَقَطَّعْنَاهُمْ فِي الْأَرْضِ أُمَمًا مِنْهُمُ الصَّالِحُونَ وَمِنْهُمْ دُونَ ذَلِكَ وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Dan kami pecahkan mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang shalih dan ada yang tidak demikian. Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan bencana(musibah) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (QS. al-A’raf: 168).

Memelihara diri dari fitnah dalam bentuk ini di antaranya adalah dengan kesabaran yang baik agar tidak berprasangka buruk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan agar tidak mengatakan atau melakukan perkara yang justru akan mengundang kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

  1. “Harta dan anak” juga merupakan bentuk fitnah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai fitnah dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.”(QS. al-Anfal: 28).

Di antara bentuk cara memelihara diri dari fitnah harta adalah dengan bersikap qana’ah dan berjiwa kaya serta berhati-hati baik dalam upaya mendapatkannya ataupun dalam hal membelanjakannya, karena akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram serta tidak membelanjakannya kecuali dalam hal yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Adapun memelihara diri dari fitnah berupa anak adalah dengan mendidik mereka dan bersabar terhadap sebagian sikap buruk yang kadang muncul dari mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Wahai orang-orang yang beriman!, Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka.” (QS. at-Tahrim: 6).

6.Bid’ah” juga merupakan bentuk fitnah, apalagi ketika hal tersebut muncul dan menyebar di tengah-tengah masyarakat. Hakikatnya, bid’ah merupakan kesesatan dan membahayakan, maka harus diwaspadai. Kita wajib memelihara diri darinya. Di antara cara memelihara diri darinya adalah dengan belajar sunnah, berpegang teguh kepadanya dan menyebarkannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ 

 “Sesungguhnya barangsiapa yang hidup setelahku maka dia akan melihat banyak perselisihan, maka wajib bagi kalian untuk mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafaaur rosyidin yang mendapat petunjuk setelahku, berpegang teguhlah dengan sunnah-sunnah tersebut, dan gigitlah ia dengan geraham kalian.” (HR. Abu Dawud, no. 4609).

 Dan Firman-Nya:

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksanya.” (QS. Al-Anfal: 25).

Yakni bagi siapa saja yang menyelisihi perintah dan larangan-Nya.(2) Wallahu A’lam.

 

(Abu Umair bin Syakir, Lc.)

 ……………………………………………………………..

Footnote:

  1. Lihat Zaadul Masir Fii ‘Ilmi at-Tafsir, 3/341.
  2. Lihat at-Tafsir al-Muyassar, 3/193, “Menyelisihi perintah-Nya” berarti tidak melakukan perkara yang diperintahkan-Nya. “Menyelisihi larangan-Nya” berarti mengerjakan perkara yang dilarang-Nya.