Setiap muslim berharap rumah tangganya diliputi oleh kebaikan dan keberkahan. Kebaikan terwujud dengan mengupayakan sebab-sebabnya dan menghindari perusaknya. Tanpa sebab-sebab kebaikan, kebaikan tidak terwujud, begitu pula ketika sebab-sebab kebaikan terwujud tetapi perusaknya tidak disingkirkan maka kebaikan juga tidak terwujud.

Rumah yang baik adalah rumah di mana sebab-sebab kebaikan terwujud di dalamnya, di samping itu perusak-perusak kebaikan pun mesti disingkirkan dari rumah. Rumah punya jendela untuk sirkulasi udara hingga rumah tetap segar, di samping sirkulasi cahaya hingga ia bisa masuk dan menghemat energi listrik. Namun jendela ini pun bisa menjadi jalan masuk sesuatu yang merugikan rumah, seperti maling yang menjarah isi rumah atau hewan berbahaya seperti tikus, nyamuk ular dan lainnya.

Kebaikan rumah terletak di tangan penghuninya terutama manejernya, bagaimana dia secara bijak tahu kapan jendela ini dibuka dan kapan ia ditutup, bila dibuka maka ia mendatangkan kebaikan bagi penghuni rumah, bila ditutup maka juga menghasilkan kemsalahatan bagi penduduk rumah. Membuka baik, menutup bagus.

Keburukan bisa bersifat riil seperti yang disebutkan, bisa juga maknawi seperti jauhnya anggota keluarga dari agama atau buruknya akhlak salah satu anggotanya. Keburukan yang kedua ini yakni keburukan maknawi mempunyai jendela seperti keburukan riil juga mempunyai jendela. Maka kebaikan adalah dengan menutup jendela tersebut, bila memang dibuka pastikan ia mendatangkan kebaikan.

Pertemanan

Pertemanan adalah jendela bagi rumah, ia bisa berarti positif dan berarti negatif, sifat pertemanan adalah mempengaruhi, Anda mempengaruhi atau Anda dipengaruhi. Jika Anda membuka jendela ini dan memang layak dibuka maka berhati-hatilah, karena jendela ini tidak selalu menghadirkan teman-teman yang baik.

Bila Anda mengizinkan diri atau anggota keluarganya Anda: anak atau istri berkawan dengan orang yang akhlaknya buruk niscaya orang ini akan menularkannya kepada keluarga Anda. Sebagai pemimpin rumah tangga ini adalah tanggung jawab anda. Anda punya hak untuk menolak atau tidak mengizinkan orang seperti ini untuk masuk ke rumah Anda. Perhatikanlah teman-teman istri dan anak Anda, jangan sampai kecolongan, sebab teman bisa seperti makanan, ia bisa membuat sakit bahkan meracuni. Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mengumpamakan teman buruk dengan pandai besi yang bisa membakar rumahmu atau bajumu atau minimal kamu tertular baunya yang tidak sedap.

Seorang penyair berkata,

لاَ تَجْلِسْ إِلىَ أَهْلِ الدَنَايَا
فَإِنَّ أَخْلاَقَ السُفَهَاء تُعْدِى

Jangan bergaul dengan orang-orang tercela
Karena akhlak orang-orang tercela itu menular

Penyair lain berkata,

عَـنِ الْمَرْءِ لاَ تَسْأَلْ وَاسْأَلْ عَنْ قَرِيْنِهِ
فَكُلُّ قَرِيْنٍ بِالمُقَارِنِ يَقْتَدِى

Tentang seseorang jangan bertanya, bertanyalah tentang kawannya
Karena semua kawan meneladani kawannya

Dalam riwayat al-Bukhari dari Aisyah dan Ummu Salamah bahwa seorang laki-laki kebanci-bancian datang kepada keluarga Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, mereka menganggapnya termasuk ghairu ulil irbah (lihat surat an-Nur ayat 31). Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam datang kepada Salamah di mana pada saat itu dia bersama saudara laki-lakinya Abdullah bin Abu Umayah dan seorang laki-laki kebanci-bancian. Si banci ini berkata, “Hai Abdullah, jika Allah menaklukkan kota Thaif untuk kalian maka kamu harus mendapatkan anak perempuan Ghailan karena ia datang dengan empat dan pergi dengan delapan.” Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam yang mendengar ucapan tersebut bersabda, “Wahai musuh Allah kamu telah melihatnya secara mendalam.” Kemudian beliau bersabda kepada Ummu Salamah, “Orang ini jangan datang lagi kepadamu.”

Nabi memblokir laki-laki banci ini untuk datang ke rumahnya karena pertemanan yang dia usung menghadirkan mudharat, hingga jendelanya harus ditutup.

TV

Hampir tak ada rumah tanpa TV, sebagai alat TV tergantung isinya, jadi jendela ini pisau bermata dua, diisi kebaikan maka ia baik, sebaliknya maka sebaliknya. Realita yang ada berkata bahwa banyak negatif dari TV ini, karena isi yang mendominasinya hanyalah hiburan; antara lawak, kisah fiktif dan main-main, dan semua itu bila dicermati lebih jauh maka semua itu adalah racun, meracuni pemikiran bahwa dunia atau hidup itu hanyalah itu, akibatnya kehidupan yang serius dan bermanfaat terpinggirkan, orang-orang cenderung malas dan bermain-main, anak-anak muda berorientasi menjadi artis, kalau sudah demikian jangankan dituntut memikirkan agama dan ibadah, menekuni hidup dengan lurus saja tak terjamin.

Itu salah satu sisi TV, sisi yang lain adalah membuang-buang waktu untuk sesuatu yang tak berguna, satu seri sinetron minimal satu jam, padahal ia tayang setiap harinya, belum lagi acara lawan anu, satu jam lagi, olah raga dua jam, silakan dikalikan seminggu, berapa waktu terbuang percuma, saya beliau percuma karena Anda tidak mengambil manfaat dari sisi akal, harta, kesehatan dan agama.

Sisi lain, ekonomi yaitu listrik, berapa jam dalam sehari Anda nonton TV? Dengan asumsi biaya listrik perjamnya adalah Rp 500, bila Anda menonton dua jam maka seribu, padahal faktanya sangat banyak TV di rumah-rumah yang dipanteng, dinyalakan terus menerus, hanya mati saat penontonnya mati alias tidur, bahkan Anda yang 24 jam non stop, karena satu penonton mati, ada penonton baru dan seterusnya. Lalu apakah dengan semua itu TV membuat Anda pintar? Rasa-rasanya kok tidak.

Jendela dibutuhkan bagi rumah, selain sebagai sirkulasi udara dan cahaya, ia juga penghias ruangan, namun jendela terkadang harus ditutup saat angin kencang membawa udara dingin atau debu, bukan karena ia tak dibutuhkan, akan tetapi sebagai langkah preventif.

Di antara jendela yang mana keburukan bisa masuk ke dalam rumah adalah:

Rokok

Bahaya rokok bukan perkara yang diperdebatkan, siapapun mengakui bahayanya, hanya penentang dan sombong saja yang masih berpura-pura memungkiri bahayanya, lisannya berteriak menentang padahal hatinya mengakui, bagaimana tidak, sementara pembuatnya sendiri telah mengakui dan menulis di bungkusnya, “Merokok dapat merugikan …” dan seterusnya, dan kalau Anda bertanya kepada dokter atau para pakar kesehatan maka penulis jamin tidak ada seorang pun dari mereka kecuali mengakui bahaya rokok. Di samping itu jika Anda adalah perokok di rumah, di samping Anda meracuni diri sendiri Anda juga meracuni anak-anak dan istri Anda, karena sebagai perokok pasif yang kata para pakar ahli lebih berbahaya daripada Anda sebagai perokok aktif.

Perokok telah menutup pintu rumahnya dari malaikat rahmat karena aroma busuknya mengganggu mereka, bagaimana tidak, jika Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam telah melarang orang yang makan bawang merah dan bawang putih mendekati masjid dan beliau menjelaskan alasannya yaitu karena malaikat merasa terganggu dengan baunya yang tidak sedap, lalu bagaimana dengan bau rokok? Bukankah lebih buruk?

Bagus bila Anda sebagai suami tidak merokok, tak seorang pun dari anggota keluarga Anda yang merokok, namun Anda tetap harus hati-hati dari kedatangan tamu perokok dan dia merokok di tempat Anda, Anda dan keluarga dalam bahaya sebagai perokok pasif, masih mending tamu yang keberadaannya paling setengah atau satu jam, yang lebih berat adalah kerabat, mertua, ipar atau saudara Anda sendiri yang bisa jadi menginap di rumah Anda, bukan hanya sehari tetapi bisa lebih, waduh bakalan repot. Dilarang ndak enak, takut tersinggung dan dianggap tak menghormati tamu, nggak dilarang kok racun yang membunuh.

Rata-rata orang akan memilih mendiamkan, rikuh dan ndak enak sendiri, kalau Anda memilih sikap ini, ya terah Anda, tetapi kalau saya memilih untuk tidak mengizinkan, untuk apa kita yang rikuh, hak rumah ada di tangan saya sebagai tuan rumah sementara dia adalah tamu, udara bersih tanpa racun diperlukan semua orang, sementara dia meracuninya, semestinya dia dong yang merasa bersalah karena telah mempolusi rumah saya, hanya cara yang dibutuhkan dalam masalah ini, bisa ditulis di samping itu, “Terima kasih Anda tidak merokok.” Atau, “Dilarang merokok di rumah ini.” atau kata-kata sejenis. Bisa juga dengan menampakkan ketidaksukaan saat dia merokok. Bisa juga dengan tidak menemaninya duduk dan menjauh saat dia merokok, biar dia tahu bahwa di rumah ini rokok haram.

Teknologi

Manfaat teknologi tak diragukan, sangat membantu dalam memudahkan kehidupan, namun sayangnya ia dipegang oleh orang-orang yang menggunakannya secara salah atau tak bijak dalam menggunakannya, hingga ia lebih banyak merugikan daripada memberi manfaat.

Hp misalnya, ia sangat memudahkan koneksi antara dua pihak yang berhubungan, bila koneksinya baik maka ia adalah kebaikan, bila sebaliknya, maka juga demikian. Kenyataannya banyak orang yang tidak bijak dalam menggunakan Hp ini, Anda mungkin salah satunya, karena ada tawaran ngobrol atau sms atau bbm gratis, maka jari seseorang tak pernah lepas dari keybord Hp, sms sana, sms sini, njawab sana njawab sini, isinya apa? Hanya ngalor ngidul, ha ha, hi hi. Anda berkata tetapi kan tidak rugi. Benar dari sisi biaya Anda tak rugi, tetapi waktu Anda yang hanya untuk pencet yang tidak berharga, bahkan bisa berjam-jam, apakah ini bukan suatu kerugian.

Seseorang menilpun temannya, lamaa sekali, sampai Hp hampir lengket dengan telinganya, isi pembicaraannya apa? Setali tiga uang dengan sms atau bbm. Apa manfaat? Tak ada. Belum lagi bila Hp digunakan untuk kasak kusuk, menjahili orang, mengganggu anak orang atau istri orang lain, ini bukan sekedar tak bermanfaat, tetapi lebih parah, merugikan dan kejahatan.

Ada internet dan game on line, apa isinya? Dominasi keburukan, antara membuka aurat dengan ajakan kepada dosa dan kesesatan, hanya sedikit konten internet yang baik. Kemudian chatting, setali tiga uang dengan sms. Lebih parah lagi semua ini bisa nyandu, bila Anda atau istri atau anak Anda sudah nyandu hal-hal di atas, maka bahaya, bisa melalaikan hal-hal yang baik untuk memuaskan kehausan nyandu kepada hal-hal di atas.

Teknologi adalah alat, dasarnya dibuat untuk kemudahan dan kebaikan, karena ia adalah alat, maka semestinya Anda sebagai orang yang berakal adalah pengendali, bila sebaliknya, Anda dikendalikan oleh alat, maka Anda lebih rendah dari benda buatan Anda sendiri. Wallahu a’lam.