arafahPertanyaan:

Berdasarkan ketetapan pemerintah RI, melalui kementerian agama, bahwa 1 Dzulhijjah jatuh pada hari Jum’at, 26 September 2014 M. Dengan demikian bagi kaum Muslimin yang lebih condong kepada pendapat yang menyatakan masing-masing wilayah (negara) memiliki mathla’ hilal masing-masing akan membawa implikasi puasa Arafah akan jatuh pada hari Sabtu, 4 Oktober 2014. Mohon penjelasan bagaimana hukum puasa Arafah pada hari Sabtu?

Jawaban:

Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, berikut ini kami nukilkan beberapa fatwa Ulama’, diantaranya:

Fadhilatusy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah ditanya tentang hadits:


لا تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إلاَ فِيمَا اُفْتُرِضَ عَلَيْكُمْ

”Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa yang difardhukan bagi kalian.”

Maka inilah jawaban beliau rahimahullah:

Hadits tersebut sudah dikenal dan ia ada di Bulughul Maram dalam kitab ash-Shiyam. Dan ia adalah hadits dha’if yang syadz (ganjil) dan menyelisihi hadits-hadits yang shahih, seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:


لا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ, إِلا اَنْ يَصُومَ يَوْمًا قَبْلَهُ, أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

“Janganlah salah seorang di antara kalian berpuasa pada hari Jum’at, kecuali jika ia berpuasa pada hari sebelumnya atau sesudahnya.”(HR: al-Bukhari dan Muslim)

Dan sudah diketahui bersama bahwa hari setelahnya adalah hari sabtu, dan hadits ini ada dalam ash-Shahihain (shahih al-Bukhari 1985 dan Muslim 1144). Dan juga Nabishallallahu ‘alaihi wasallam dahulu terbiasa berpuasa sabtu dan ahad, dan beliau bersabda:


أَنَّ رَإِنَّهُمَا يَوْمَا عِيدٍ لِلْمُشْرِكِينَ, وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَهُمْ ”

“Kedua hari tersebut adalah hari raya orang musyrik, dan aku ingin menyelisihi mereka.” [Lihat Musnad Imam Ahmad 26750, Shahih Ibnu Hibban (3616)]

Dan hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak, semuanya menunjukkan akan bolehnya puasa sunnah hari sabtu. Semoga Allah memberikan taufiq kepada semuanya. Wassalamu ‘alaikum wa Rahmatullahi wa Barakaatuh.

[Majmu’ Fatawa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah Ibnu Baz imahullah(15/412-413). Dinukil dari http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=124143]

Adapun Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Ibnu ‘Utsaiminrahimahullah berkata, ”Hendaklah diketahui bahwa puasa hari Sabtu memiliki beberapa keadaan:

1. Keadaan pertama, yaitu berpuasa di hari sabtu pada puasa fardhu seperti puasa ramadhan, qadha, puasa kafarah, puasa pengganti hadyu tamattu’, dan yang lainnya. Maka ini tidak menagapa (boleh), selama ia tidak mengkhususkannya dengan keyakinan bahwasanya ia memiliki keistimewaan.

2. Keadaan kedua, ia berpuasa pada hari sebelumnya yaitu hari jum’at maka ini tidak mengapa, karena Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada salah seorang isterinya, Ummahatul Mukminin, yang ia sedang berpuasa pada hari Jum’at:”Apakah kemarin engkau berpuasa?” Ia menjawab:”Tidak” Nabi bertanya kembali:”Apakah engkau akan berpuasa besok?” Ia menjawab:”Tidak” Nabi shallahu ‘alaihi wa sallambersabda:”Maka berbukalah”.

Maka sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ”Apakah engkau akan berpuasa besok?”menunjukkan bolehnya berpuasa hari sabtu bersamaan dengan hari jum’at.

3. Keadaan ketiga, berpuasa hari sabtu bertepatan dengan puasa hari-hari yang disyari’atkan, seperti Ayamul Biidh (13, 14, 15 bulan Hijriyyah),hari ‘Arafah, hari ‘Asyuraaa’, enam hari bulan Syawal bagi yang berpuasa Ramadhan, dan puasa sembilan hari Dzulhijjah. Maka ini tidak mengapa,karena ia tidak berpuasa semata-mata karena ia hari sabtu, akan tetapi karena ia adalah hari-hari yang disyari’atkan untuk berpuasa.

4. Keadaan keempat, hari sabtu bertepatan dengan kebiasaan rutin puasanya. Seperti orang yang terbiasa berpuasa sehari dan berbuka satu hari (puasa Dawud), lalu jadwal puasanya bertepatan dengan hari sabtu, maka ini juga tidak mengapa (diperbolehkan), sebagaimana sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam ketika melarang mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya:”Kecuali seseorang yang memiliki rutinitas puasa, maka silahkan dia berpuasa” Dan ini (puasa hari sabtu) seperti itu juga.

5. Keadaan kelima, mengkhususkannya dengan berpuasa sunah sehari (tidak disambung dengan hari lain). Maka inilah letak larangannya, jika haditsnya shahih tentang larangan hal itu (puasa hari Sabtu).

[Majmu’ Fatawa wa Rasaa’il Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah (20/57). Dinukil dari http://www.4algeria.com/vb/showthread.php?t=315535]