600-01374642Fadhalah bin Umair bin al-Mulawwih hendak membunuh Rasulullah saat beliau thawaf di Ka’bah, manakala dia mendekat kepada Nabi, Rasulullah bersabda kepadanya, “Fadhalah?” Dia menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah bertanya, “Apa yang hendak kamu lakukan?” Dia menjawab, “Tidak ada, aku hanya mengingat Allah.” Rasulullah tertawa kemudian bersabda, “Memohonlah ampun kepada Allah.”

Kemudian Nabi meletakkan tangannya di dadanya, hatinya menjadi tenang. Fadhalah berkata, “Demi Allah, beliau tidak mengangkat tangannya dari dadaku hingga aku merasa tidak ada seorang pun makhluk yang lebih aku cintai daripada beliau.” Fadhalah berkata, lalu aku pulang ke keluargaku, aku melewati seorang wanita teman ngobrolku, dia berkata kepadaku, “Kemarilah, kita berbincang.” Aku menjawab, ‘Tidak.” Fadhalah beranjak sambil mengucapkan,

Dia berkata kemarilah kita berbincang maka aku menjawab tidak
Allah dan Islam menolak hal itu atasmu
Bila kamu melihat Muhammad dan bala tentaranya
Menang di hari berhala-berhala dihancurkan
Niscaya kamu tahu agama Allah telah unggul
Sementara wajah kesyirikan diliputi kegelapan.

Syaibah bin Utsman al-Hajabi, dia berkata, manakala Fathu Makkah terjadi, Rasulullah menaklukkan Makkah dengan kekuatan senjata, aku ikut bersama Quraisy ke Hawazin di Hunain, aku berharap mendapatkan kesempatan untuk membunuh Muhammad saat mereka sibuk berperang, aku balas dendam untuk orang-orang Quraisy seluruhnya, aku berkata dalam diriku, seandainya tidak ada lagi orang Arab dan orang Ajam kecuali dia mengikuti Muhammad, niscaya aku tetap tidak mengikuti.

Aku terus berusaha mendapatkan kesempatan, keinginan membunuh Muhammad semakin kuat, manakala orang-orang berperang, Rasulullah turun dari baghalnya, aku menghunus pedang, aku ingin melaksanakan apa yang aku niatkan, aku mengangkat pedangku sehingga saat hendak mengayunkannya kepadanya, aku melihat gumpalan api seperti halilintar yang hampir membakarku, aku menutup mataku dengan tanganku karena takut kepadanya. Rasulullah menengok kepadaku, beliau memanggilku, “Syaib, mendekatlah ke sini.” Aku mendekat, beliau mengusap dadaku, kemudian bersabda, “Ya Allah, jagalah orang ini dari setan.” Demi Allah, saat itu juga beliau menjadi orang yang lebih aku cintai daripada pendengaranku, penglihatanku dan jiwaku. Allah membuang apa yang ada dalam jiwaku. Kemudian Nabi berkata kepadaku, “Mendekatlah dan berperanglah.” Maka aku maju di depan beliau menebaskan pedangku dan Allah mengetahui aku ingin melindungi beliau dengan jiwaku dari segala sesuatu. Seandainya bapakku hidup dan aku bertemu dengannya niscaya aku menebasnya dengan pedangku.

Aku terus bersama beliau bersama orang-orang yang bersama beliau manakala yang lain berlari mundur, mereka menyerang serempak, baghal Rasulullah didekatkan kepadanya, lalu beliau mengendarainya dan beliau melangkah di belakang mereka hingga mereka berlarian ke sana ke mari. Rasulullah kembali ke markasnya dan masuk tendanya, aku ikut masuk, tidak seorang pun yang ikut masuk bersamaku, hal itu karena aku ingin melihat wajah beliau dan aku berbahagia karena itu. Rasulullah bersabda, “Syaib, apa yang Allah kehendaki padanya adalah lebih baik daripada apa yang kamu inginkan untuk dirimu.” Kemudian beliau menyampaikan semua yang aku sempat pendam dalam jiwaku yang tidak aku sampaikan kepada siapa pun. Maka aku berkata, “Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang haq selain Allah dan bahwa engkau adalah Rasulullah.” Kemudian Syaibah berkata, “Mohonkanlah ampun untukku.” Beliau bersabda, “Allah mengampunimu.”

Zadul Ma’ad, 3/361 milik Ibnul Qayyim.