personal transformationManusia dari Adam dan Adam dari tanah, berarti asal usul manusia adalah sama, tidak ada satu manusia yang unggul atas yang lain dari sisi ini. Ini merupakan keadilan, karena dalam masalah ini seseorang hanya bisa terima jadi, dia tidak bisa dan tidak mungkin memilih lahir dari asal-usul tertentu. Sudah bukan zamannya lagi berbangga dengan asal-usul atau merendahkan asal-usul, karena ia termasuk perkara jahiliyah dan perkara jahiliyah hanya layak untuk dikubur dalam-dalam.

Jika berbangga dengan nasab sudah ketinggalan zaman, maka yang tetap dan terusup date adalah berlomba dalam menunjukkan usaha, kerja keras dan jasa mulia, menjadi insan bermanfaat bagi agama dan saudara-saudaranya, karena orang akan melihat kepada amal usaha seseorang tanpa memandang dari mana dia berasal. Benar, asal-usul terkadang mendukung dalam batas tertentu, itupun kalau didukung dengan keluhuran perbuatan. “Siapa yang diperlambat oleh amalnya maka nasabnya tidak bisa mempercepatnya.

Dalam Tahdzib al-Kamal dari al-Walid al-Muqri dari az-Zuhri berkata, Aku datang kepada Abdul Malik bin Marwan, dia bertanya, “Dari mana kamu datang wahai Zuhri?” Saya menjawab, “Makkah.” Dia bertanya, “Siapa yang kamu tinggalkan di sana memimpin penduduknya?” Saya menjawab, “Atha` bin Abu Rabah.” Dia bertanya, “Dari kalangan Arab atau mawali (mantan hamba sahaya)?” Saya menjawab, “Dari mawali.” Dia bertanya, “Dengan apa dia memimpin mereka?” Saya menjawab, “Dengan agama dan riwayat.” Dia berkata, “Sesungguhnya ahli agama dan riwayat memang pantas memimpin.”

Abdul Malik bertanya, “Siapa yang memimpin penduduk Yaman?” Saya menjawab, “Thawus bin Kaisan.” Dia bertanya, “Dari kalangan Arab atau mawali?” Saya menjawab, “Mawali.” Dia bertanya, “Dengan apa dia memimpin?” Saya menjawab, “Dengan sesuatu yang dengannya Atha` memimpin.” Dia berkata, “Dia memang pantas demikian.”

Abdul Malik bertanya, “Siapa yang memimpin penduduk Mesir?” Saya berkata, “Yazid bin Abu Habib.” Dia bertanya, “Dari kalangan Arab atau mawali?” Saya menjawab, “Mawali.

Abdul Malik bertanya, “Siapa yang memimpin penduduk Syam?” Saya menjawab, “Makhul.” Dia bertanya, “Dari kalangan Arab atau mawali?” Saya menjawab, “Mawali, seorang hamba sahaya Nabi yang dimerdekakan oleh seorang wanita Hudzail.”

Abdul Malik bertanya, “Siapa yang memimpin penduduk al-Jazirah?” Saya menjawab, “Maemun bin Mihran.” Dia bertanya, “Dari kalangan Arab atau mawali?” Saya menjawab, “Mawali.”

Abdul Malik bertanya, “Siapa yang memimpin penduduk Khurasan?” Saya menjawab, “Adh-Dhahhak bin Muzahim.” Dia bertanya, “Dari kalangan Arab atau mawali?” Saya menjawab, “Mawali.”

Abdul Malik bertanya, “Siapa yang memimpin penduduk Bashrah?” Saya menjawab, “Al-Hasan al-Bashri.” Dia bertanya, “Dari kalangan Arab atau mawali?” Saya menjawab, “Mawali.”

Abdul Malik berkata, “Celaka kita, lalu siapa yang memimpin penduduk Kufah?” Saya menjawab, “Ibrahim an-Nakha’i.” Dia bertanya, “Dari kalangan Arab atau mawali?” Saya menjawab, “Arab.” Dia berkata, “Wahai Zuhri, kamu telah menghilangkan kecemasanku. Demi Allah orang-orang mawali akan memimpin orang-orang Arab di negeri ini sehingga mereka akan berkhutbah di atas mimbar sedangkan orang-orang Arab berada di bawahnya.” Saya berkata, “Ya Amirul Mukminin, ini hanya karena agama. Siapa yang menjaganya akan memimpin dan siapa yang menyia-nyiakannya akan jatuh.” Wallahu a’lam.