Siapakah mereka orang-orang shalih itu ?

“Shaalihuun” (Orang-orang shalih) adalah nama yang disandang bagi setiap orang yang baik bathin dan lahirnya (Zaadul Masiir, II/127). Ada yang mengatakan, yaitu orang-orang yang mempergunakan usia mereka di dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan membelanjakan harta-harta mereka ke dalam hal-hal yang diridhai-Nya (Tafsir Ruhul Ma’ani, V/78). Atas dasar apapun, pengertian-pengertian ini menunjukkan bahwa orang-orang shalih adalah mereka yang beriman, yang mengerjakan amal shalih, yang melaksanakan hak-hak Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hak-hak hamba-hambaNya, serta yang lurus keadaannya.

Terkadang orang-orang shalih dinamakan dengan para wali atau wali-wali Alah Subhanahu wa Ta’ala. Karena, wali-wali Allah  Subhanahu wa Ta’ala adalah mereka yang beriman kepadaNya dan mencintaiNya. Mereka mencintai apa saja yang Dia cintai; membenci apa saja yang dibenciNya; ridha terhadap apa saja
yang diridhaiNya; murka terhadap apa saja yang dimurkaiNya; memerintahkan apa saja yang diperintahkanNya, dan melarang dari apa saja yang dilarang Nya (al-Furqan Baina Auliya-ir Rahman wa Auliyaa-isy Syaithan, hal. 6)

  • Keberkahan dan Keutamaan orang-orang shaleh

1. Orang shalih terkenal dengan keistiqamahannya

Orang-orang shalih terkenal sebagai orang-orang yang istiqamah dalam segala kondisinya. Mereka taat kepada Rabbnya dan Rasul-Nya; ikhlas dalam beribadah dan benar dalam amalannya.

Dapat dipastikan bahwa siapa saja mengamalkan ketaatan semacam ini, ia akan mendapatkan keberkahan dan buahnya, yaitu kebaikan duniawi dan ukhrawi. sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan, …Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka (ketahuilah) barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka (Qs. Thaha : 123).

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata, ‘Ia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat (Tafsir Ibnu Katsir, III/169).

Di akhirat, mereka disediakan Surga, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Aku telah menyiapkan untuk hamba-hambaKu yang shalih sesuatu yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah
terlintas dalam hati seorang manusia…(HR. al-Bukhari dan Muslim).

2. Manfaat yang didapat dari keberadaan orang-orang shalih.

Berkat taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, di samping lantaran keberkahan orang-orang shalih memiliki beberapa manfaat keagamaan dan keduniaan bagi selain mereka, termasuk bagi orang-orang kafir. Di antara hal tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, ummat manusia dapat mengambil manfaat dari amalan orang-orang shalih. Hal semacam ini memiliki beberapa jalan, yaitu :

a). Mengajak manusia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala; melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar; membimbing mereka kepada kebaikan, membantu mereka terhadapnya, serta melaksanakan kewajiban menasihati.

b). Memperkenalkan kepada orang-orang Mukmin akan agama mereka, hukum-hukumnya, syariat-syariatnya, dan adab-adabnya.

c). Berbuat baik kepada orang lain dengan sesuatu yang bisa dilakukan oleh para ulama berupa memberikan harta atau yang lainnya dan memberikan bantuan dengan sarana apa pun.

d). Mendoakan manusia, terutama orang-orang Mukmin agar mendapatkan taufik, kedamaian, ampunan dosa dan sebagainya,
dan mereka mendoakan orang-orang kafir agar mendapatkan hidayah.

Demikianlah manfaat-manfaat yang beraneka ragam, yang diberikan oleh orang-orang shalih kepada selain mereka, dan hal ini menunjukkan adanya keberkahan pada mereka.

Imam Ibnul Qayyim berkata, “Manusia yang diberkahi, di mana pun ia berada, adalah yang mendatangkan kemanfaatan di tempat yang ia tempati itu” (at-Thibbun Nabawi, hal. 124)

Kedua, diperolehnya kebaikan dan keberkahan pada penghidupan kaum muslimin dan rizki mereka serta kemenangan atas musuh-musuh mereka lantaran keberkahan dari ketaatan, kebaikan dan doa orang-orang shalih.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi … (Qs. Al-A’raf : 96)

Di antara keberkahan orang-orang shalih yang serupa dengan hal tersebut adalah adanya hukum-hukum syariat dalam agama ini yang memberikan rukhshah (keringanan) dan kemudahan terhadap
kaum muslimin, lantaran keberkahan dari sebagian orang-orang shalih.

Contoh dari hal itu adalah turunnya ayat yang memberikan rukhshah (keringanan) untuk bertayamum -ayat itu adalah Qs. An-Nisa: 43 dan al-Maidah: 6- karena karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian lantaran keberkahan ‘Aisyah binti Abi Bakar Radhiyallahu ‘anhuma.

Mengenai hal ini, Usaid bin al-Hudhair berkata, “Hal itu bukanlah keberkahan pertama dari kalian, wahai keluarga Abu Bakar (lihat, hadis ini beserta kisahnya dalam Shahihul Bukhari I/86 dan Shahih Muslim, I/279)

Ketiga, Allah Subhanahu wa Ta’ala menolak kejahatan, siksaan, dan azab dari ummat manusia lantaran keberkahan, keshalihan,
dan doa orang-orang shalih. Allah berfirman Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya, “Dan tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zhalim, selama penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. (Qs.Huud : 117)

Karena itulah, ketika ummul Mukminin, Zainab binti Jahsy Radhiyallahu ‘anha dikabari oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang dekatnya sebagian fitnah, ia bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan binasa, sementara di antara kami terdapat orang-orang yang shalih? Beliau menjawab: Ya, jika khabats telah banyak terjadi.” (Muttafaq ‘Alaihi)

Jumhur ulama menafsirkan kata “khabats” dengan kefasikan dan kezhaliman. Ada yang mengatakan bahwa maksudnya khusus berkaitan dengan zina. Ada yang mengatakan bahwa artinya adalah anak-anak zina. Namun, yang zhahir bahwa yang dimaksud adalah kemaksiatan secara mutlak (Syarhun Nawawi Li Shahiih Muslim, XVIII/3)

Maksud hadits di atas adalah ketika “khabats” (kefasikan dan kezhaliman) meluas, kehancuran yang merata akan terjadi, sekalipun masih terdapat orang-orang shalih (Syarhun Nawawi Li Shahiih Muslim, XVIII/4)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ الله بِعِقَابه

Sungguh, ketika ummat manusia telah melihat seseorang bertindak zhalim namun mereka tidak memegang (menahan) kedua tangannya, maka tidak lama lagi Allah akan menimpakan kepada mereka azab secara merata (HR. Abu Dawud).

Dalam riwayat lain,

إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الْمُنْكَرَ فَلَمْ يُغَيِّرُوه، أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابِهِ

Sungguh, ketika ummat manusia melihat kemunkaran namun mereka enggan mengingkarinya maka tidak lama lagi Allah akan menimpakan azab kepada mereka secara merata (HR. Ahmad)

Dari hadits ini, dapat dipahami bahwa di antara sebab tersingkirnya azab dari ummat manusia adalah perubahan yang dilakukan manusia terhadap kemunkaran, dan hal itu termasuk tanda-tanda orang-orang shalih.

Mengangkat azab dari umat manusia lantaran keberkahan ini terkadang meliputi orang-orang kafir dan pelaku-pelaku maksiat ketika mereka berada di tengah-tengah orang-orang Mukmin.

Ibnu Taimiyah berkata, “terkadang, Allah tidak mengazab orang-orang kafir dan zalim, dengan tujuan agar azab tersebut tidak menimpa orang-orang Mukmin yang ada di sekitar mereka yang tidak berhak menerima azab. Dari sinilah difahami firmanNya, yang artinya, “… dan kalau bukanlah karena ada beberapa orang beriman laki-laki dan perempuan yang tidak kamu ketahui, tentulah kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesulitan tanpa kamu sadari; karena Allah hendak memasukkan siapa yang Dia kehendaki ke dalam rahmat-Nya. Sekiranya mereka terpisah, tentu Kami akan mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih (Qs. Al-Fath: 25)

Andaikata bukan karena ada orang-orang Mukmin di tengah-tengah orang kafir, niscaya Allah telah mengazab orang-orang kafir (Majmu’ul Fataawaa,XI/113-114)

Berbagai manfaat orang-orang shalih cukup beraneka ragam, dan kebaikan mereka pun cukup banyak. Bahkan, manfaat itu terus berlangsung setelah mereka meninggal dunia, sebagaimana disebutkan dalam sabda beliau, “jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal, yaitu, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya”. (HR. Muslim)

Di samping sampainya keberkahan-keberkahan anak-anak shalih kepada orang tua mereka yang telah meninggal dunia melalui doa, Allah Subhanahu wa ta’ala juga akan mempertemukan orang tua yang shalih dengan anak cucu mereka yang beriman di tempat tinggal mereka di Surga, sekalipun amal perbuatan anak cucu mereka tidak setingkat dengan amal orang tuanya, sebagai penghormatan terhadap orang tua mereka dan agar hati mereka menjadi tenang dengan keberadaan anak cucu mereka tersebut. Hal itu lantaran karunia dan anugerah dari Allah Subhanahu wa ta’ala, di samping lantaran keberkahan amalan orang tua mereka (lihat, Tafsiir al-Baghawi, IV/238), sebagaimana yang Allah Subhanahu wa ta’ala firmankan, yang artinya, “dan orangorang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam Surga), dan Kami tidak mengurangi sedikitpun pahala amal (kebajikan) mereka … (Qs. Ath-Thuur : 21)

Inilah keberkahan-keberkahan terbesar yang diperoleh dari orang-orang shalih setelah mereka meninggal dunia, di samping banyaknya manfaat seorang Mukmin dan meluasnya keberkahannya, sehingga Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menyamakan pohon kurma-karena banyak manfaatnya dengan seorang muslim, dalam sabda beliau, “Sesungguhnya di antara berbagai jenis pohon terdapat satu pohon yang keberkahannya seperti keberkahan seorang Muslim (Shahihul Bukhari, VI/211) Akhirnya, semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menggolongkan kita ke dalam hamba-hambaNya yang shalih. Aamiin

(Redaksi)

Sumber :
Dirangkumkan dari “At-Tabarruk, Anwa- ‘uhu Wa Ahkaamuhu“, Dr. Nashir bin ‘Abdurrahman bin Muhammad al-Juda’i, Edisi Bahasa Indonesia, hal. 127-135.