Pertanyaan:

Apa saja tingkatan amar ma’ruf  dan nahi munkar? Kenapa harus selalu didahulukan sisi amar ma’ruf atas nahi munkar?

Jawaban:

Segala puji hanya bagi Allah. Amar ma’ruf dan nahi munkar mempunyai empat tingkatan:

Yang pertama, Hasilnya adalah kebaikan murni. Tingkatan ini tidak diperselisihkan oleh para ahli ilmu mengenai kewajiban melakukannya, dan mengabaikannya mengakibatkan dosa.

Kedua: Hasilnya adalah kebaikannya banyak, dan sedikit keburukan, atau manfaatnya besar dan bahayanya sedikit. Tingkatan harus segera diambil, dilaksanakan, dan perkaranya menjadi wajib. Sebab bahaya yang timbul darinya tenggelam di dalam kebaikan dan manfaat besar yang diperoleh darinya. Dan perkara bahaya, wajib, sunnah dan makruh, semuanya berdasarkan yang lebih dominan. Maka jika kebaikannya lebih banyak, dan keburukannya sedikit maka perkaranya dibenarkan, diwajibkan atau disunnahkan. Dan jika keburukannya lebih banyak sedangkan kebaikannya sedikit maka perkaranya menjadi terlarang atau dimakruhkan.
Allah Ta’ala berfirman,

يَسْئَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَآإِثْمُُ كَبِيرُُ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا وَيَسْئَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمُ اْلأَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (Al-Baqarah: 219).

Oleh karenanya, syariat agama mengharamkan khamr dan judi.

Ketiga, Keduanya sama, kebaikan dan keburukannya (seimbang). Maka tingkatan ini menjadi tugas khusus ahlu ilmu yang cerdas lagi memiliki analisa yang tajam. Maka ijtihad dan merenungkan segala akibat baik dan buruknya di dalam melaksanakan atau mengabaikannya berlaku bagi mereka.

Keempat, Keburukan dan bahayanya lebih besar daripada manfaat dan kebaikannya. Maka tingkatan ini wajib tidak dilaksa-nakan. Wallahu a’lam.

Sebab mendahulukan amar ma’ruf dari pada nahi munkar:

Hukum asalanya adalah bahwa manusia itu selalu mencari kebaikan dan berupaya menelusuri jalan-jalannya, kemudian mereka mencari segala hal yang bisa mempengaruhi keberhasilan untuk menggapai kebaikan tersebut, dan melahirkan rintangan-rintangan di jalannya. Jadi, memikirkan bagaimana mencapai kebaikan (al-ma’ruf) adalah pokok. Lalu berikutnya hal-hal yang dapat mengurangi kebaikan itu atau dapat melenyapkannya, yaitu keburukan dan bahaya. Maka dari itu amar ma’ruf menjadi prioritas, baru kemudian nahi munkar. Wallahu al-Musta’an. (Fatawa Ibnu Muni’: 1/161)

Jawaban Syaikh Abdullah bin Sulaiman al-Mani’ rahimahullah

[Sumber: Fatwa-Fatwa Terlengkap Seputar Terorisme, Jihad dan Mengkafirkan Muslim, disusun oleh : Abul Asybal Ahmad bin Salim al-Mishri, cet: Darul Haq – Jakarta]