Hidup memerlukan kerjasama, karena keterbatasan diri, di samping tidak semua kemaslahatan hidup bisa diwujudkan dengan kesendirian, sebaliknya ia memerlukan kerjasama, karena itu pintu kerjasama termasuk dalam usaha dan pekerjaan terbuka dalam syariat Islam, selama kedua belah pihak sama-sama diuntungkan dan caranya tidak tersandung pagar syariat.

Muzara’ah

Kerjasama antara pemilik sawah atau kebun dengan pihak yang menanaminya dan merawatnya dengan syarat-syarat dan aturan main yang disepakati kedua belah pihak. Prinsipnya kedua belah berbagai hasil awah atau kebun, karena tidak semua pemilik sawah bisa mengelolanya sendiri dan tidak semua orang punya sawah untuk dikelola sendiri.

Musaqah

Kerjasama antara pemilik kebun dengan perawatnya. Prinsipnya sama dengan muzara’ah, kalau ada sisi perbedaan maka dalam musaqah tanah sudah berpohon dan biasanya pohonnya dipanen beberapa kali, dalam muzara’ah, lahannya masih kosong lalu ditanami pohon yang sekali panen. Muzara’ah dari kata zar’u yang berarti menanam, sedangkan musaqah dari saqyu yang menyiram.

Dalil dari kedua akad ini adalah kerjasama antara orang-orang Anshar sebagai pemilik kebun dengan orang-orang Muhajirin sebagai pekerja dan hasil kebun dibagi di antara kedua belah pihak, hal ini diketahui oleh Nabi.

Saat beliau menaklukkan Khaibar, beliau menyerahkan kebun-kebunnya kepada penduduknya, orang-orang Yahudi, untuk mereka kelola dengan hasil panen dibagi di antara kedua belah pihak.

Muzara’ah atau musaqah yang tidak dibolehkan

Yaitu akad yang hasilnya sudah ditetapkan sebelumnya, misalnya hasil pohon A milik tuan tanah, hasil pohon B milik pekerja, hasil petak A milik tuan tanah dan hasil petak B milik pekerja atau yang seperti ini, tidak boleh karena pembagian keuntungannya tidak seimbang, tidak adil, resiko salah satu pihak untuk rugi tanpa untung memungkinkan dan sebaliknya, untung tanpa rugi, sementara dalam muzara’ah dan musaqah, prinsipnya adalah untung bersama atau rugi bersama.

Termasuk dalam hal ini adalah kerja sama merawat ternak, kolam ikan, kendaraan, perahu berikut peralatannya untuk melaut dan lainnya dengan pembagian adil di antara kedua pihak. Wallahu a’lam. Izzudin.