chBeliau adalah Amr bin Jamuh radhiyallahu ‘anhu, beliau adalah kepala suku Salama. Pada zaman jahiliyah (sebelum datangnya Islam) setiap orang terpandang sepertinya pasti mempunyai sesembahan berupa patung yang ditempatkan di rumah mereka. Mereka mengambil berkah darinya di pagi dan sore hari, mereka juga menyembelih untuknya sesembelihan sebagai sesembahan. Amr bin Jamuh menamai sesembahannya ia buat dari kayu dengan nama Manat.

Pada waktu itu cahaya Islam telah terbit menerangi kota Yatsrib (Madinah) dengan perantara dakwah Mus’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu. Banyak dari penduduk Yatsrib memeluk Islam, di antara mereka adalah ketiga anak Amr bin Jamuh dan juga istrinya. Keislaman mereka tidak diketahui oleh ayah mereka “Amr bin Jamuh”.

Pada suatu hari ia berkata kepada Istrinya: “Wahai Istriku, berhati-hatilah, jangan sampai anak-anak kita berjumpa dengan laki-laki tersebut (Mus’ab bin Umair) hingga aku memberitahukan bagaimana pendapat kami tentangnya”.

Istrinya menjawab: “Aku mendengar dan akan mentaatimu, akan tetapi cobalah engkau mendengarkan apa yang dihafal anakmu Mu’adz dari perkataan laki-laki tersebut”.

“Celaka engkau, apakah Mu’adz telah murtad dari agama nenek moyangnya, sedangkan aku tidak mengetahuinya”.

Sang istri pun merasa kasihan kepada suaminya, ia pun berkata: “Tidak, akan tetapi ia menghadiri beberapa pengajiannya dan menghafal beberapa perkataannya”

“Kalau begitu Panggillah ia”

Ketika Mu’adz datang, Amr bin Jamuh berkata kepadanya: “Kabarkan kepadaku dari perkataan yang engkau dengar dari laki-laki tersebut”

Maka Mu’adz membacakan apa yang ia hafal:

بِسْــــــــمِ اللَّــــــــهِ الرَّحْمَــــــــنِ الرَّحِيــــــمِ {1} الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ {2} الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ {3} مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ {4} إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ {5} اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ {6} صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَالضَّآلِّينَ {7}

Setelah mendengarnya, Amr bin Jamuh berkata: “Alangkah baik dan indahnya perkataannya, apakah setiap ucapannya seperti ini?” 

Mu’adz berkata: “Wahai bapakku, banyak dari ucapannya jauh lebih baik dari ini, oleh sebab itu orang-orang dari kaummu, mereka semua telah membaitnya”

Mendengar hal itu, Amr bin Jamuh hanya terdiam sejenak, kemudian berkata: “Aku tidak akan melakukan hal itu, aku akan bermusyawarah dahulu dengan Manat (berhalanya) apa yang ia katakan nanti”

Mu’adz pun menjawab: “Wahai ayahku, apa yang bisa dikatakan Manat, ia adalah kayu yang tidak bisa mendengar, tidak berakal dan tidak bisa bicara”

Amr kelihatan marah dan berkata: “Aku telah katakan kepadamu, aku tidak akan memutuskan perkara tanpanya”. Bersambung……. 

[Sumber: Kitab Shuwar Min Hayati Shahabah]