doaTelah diketahui bahwa termasuk aturan syari’at yang lurus ini (Islam) adalah cakupannya kepada tauhid dan berbagai macam ibadah, dan membentenginya dari segala macam penyimpangan dan perbuatan mengada-ada dalam lingkup syubhat dan hawa nafsu serta menyumbat semua jalan yang dapat menyeret kepada syirik.

Segala bentuk ibadah yang keluar dari lingkup tauhid, maka ia telah terjerumus ke dalam perangkap hawa nafsunya. Setiap orang yang menuruti hawa nafsunya maka ia telah menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya. Allah berfirman,

[sc:BUKA ]أَفَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ …. {23} [sc:TUTUP ]

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya.” (al-Jatsiyah: 23).

Yang demikian itu termasuk perbuatan berlebih-lebihan, seperti bersikap berlebihan terhadap Nabi atau terhadap orang shalih dengan mengkultuskannya hingga dipertuhankan, seperti berdo`a kepada-nya di samping berdo`a kepada Allah. Jadi, sikap berlebihan adalah merupakan tindakan melenceng dari agama.

Bertauhid kepada Allah di dalam do`a mendapatkan porsi paling besar dalam nash-nash wahyu, yang dapat melindunginya dari penyimpangan yang dapat memjadikannya menjadi perbuatan syirik dan dari pengurangan yang dapat menjadikannya sebagai perbuatan bid’ah. Sehingga hal itu dapat menghalangi kesempurna-annya dan mencederai lafazh-lafazh dan makna-maknanya. Demikian pula tauhid dapat menjadi pagar yang menjaganya. Maka terdapat nash-nash yang memberikan peringatan dan mewanti-wanti segala sesuatu yang dapat merusak (membuat menyimpang) dan mengurangi, dan penyelewengan yang terlahir dari penyakit syubhat yang telah menyentuh dasar dan prinsip yang sangat prinsipil dalam kehi-dupan seorang muslim, sehingga perusak dan penyimpangan itu menyeretnya kepada perbuatan syirik. Sementara pengurangan-pengurangan itu menyeret kepada terjadinya perbuatan bid’ah.

Anda akan mendapati di dalam al-Qur’an dan sunnah peri-ngatan keras terhadap perbuatan syirik dalam segala jenisnya. Oleh karena itu, larangan pertama di dalam kitab Allah adalah perbuatan syirik, sebagaimana firman Allah,

[sc:BUKA ]……فَلاَ تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ {22} [sc:TUTUP ]

“Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (al-Baqarah: 22). Sebagian besar peringatan keras terhadap perbuatan syirik itu adalah di dalam do`a dengan kedua macamnya. Demikianlah asal usul perbuatan syirik di dunia yang menjadi sumber perdebatan dan perselisihan antara para nabi dan umatnya, antara para penyeru dan orang-orang yang diseru.

Anda temukan secara gamblang hukum berdo`a kepada selain Allah adalah syirik besar. Maka barangsiapa berdo`a kepada Allah dengan menyekutukan-Nya maka ia telah menodai tauhid dan telah merusak dua kalimah syahadat. Dan barangsiapa yang berdo`a dengan do`a yang mengandung bid`ah, maka ia menodai ketulusan mutâba`ah (mengikuti Rasulullah) dan mencemari ketulusannya kepada Rasulullah shallallahu \’alaihi wasallam.

Dengan demikian wajib bagi setiap mukalaf berdo`a hanya kepada Allah semata dengan ikhlas, sebagaimana firman Allah ta\’ala:

[sc:BUKA ]فَادْعُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ {14} [sc:TUTUP ]

“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (Ghafir: 14).

Allah berfirman,

[sc:BUKA ]وَلَقَدْ خَلَقْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعَ طَرَآئِقَ وَمَاكُنَّا عَنِ الْخَلْقِ غَافِلِينَ {17} [sc:TUTUP ]

“Dan barangsiapa menyembah ilah yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhgnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (al-Mukminun: 117).

Kaum muslimin telah bersepakat tentang masalah tersebut, sebagaimana yang telah diuraikan di akhir pembahasan yang lalu.

Namun, perusak, pengurang dan penyimpangan tersebut serta hal-hal yang diada-adakan itu telah merasuki ibadah kebanyakan umat Islam dalam do`a dan dzikir mereka. Yaitu antara perbuatan syirik dan bid’ah. Yakni do`a yang mengandung unsur syirik kepada Allah dan do`a yang mengandung unsur bid’ah.

[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul Haq Jakarta]