doaPara pengecoh (ahlu bid`ah) sengaja mempopulerkan do`a-do`a yang demikian itu dengan sebutan-sebutan yang menarik masyarakat yang tidak mempunyai dasar ilmu syari’at dan orang yang hatinya belum dipenuhi dengan perasaan ikhlas bertauhid dan kebenaran dalam menjalankannya. Mereka mendorong manusia dengan simbol-simbol sebagaimana berikut:

1.  Atas nama kecintaan kepada para nabi, orang-orang shalih, para wali dan orang-orang yang dekat dengan Allah. Hal ini dijadikan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah.

2.  Dengan dalih syafa’at mereka.

3.  Dengan dalih bertabarruk (mencari berkah) melalui mereka, melalui jejak dan peninggalan mereka.

4.  Sebagai media tawassul bagi mereka.

Mereka menghimpun setumpuk syubhat, penafsiran palsu terhadap nash-nash, riwayat-riwayat yang lemah, membuat-buat berbagai kisah dan cerita, karamah-karamah yang pernah terjadi, terkabulnya do`a-do`a bagi orang yang mendo`akan mereka, meminta syafa’at kepada mereka, bertawasul dan mencari berkah kepada bekas peninggalan dan tempat peninggalan mereka.

Mereka menjauhkan manusia dari hakikat tauhid dan jalan yang lurus dengan tongkat yang digunakan untuk menghajar para penyeru tauhid dan mutaba`ah. Yaitu dengan cara memberikan julukan dan sebutan-sebutan keji, berbagai tuduhan dusta dan tuduhan-tuduhan yang batil. Lemparan itu ditujukan kepada orang-orang yang bertauhid, bahwa mereka benci kepada para nabi, kepada orang-orang yang dekat kepada Allah, dan menodai kehormatannya serta tidak mengakui ketinggian martabat mereka, dan dituduh mengingkari adanya karomah, tidak punya keruhanian dan lain-lain yang tujuannnya adalah agar kalangan awam menjauhi mereka dan menolak seruan kebenaran dan hidayah yang mereka serukan.

Dengan demikian, jelaslah bahwa setiap do`a yang mengan-dung unsur syirik dan bid’ah merupakan tindak pelangaran terburuk terhadap do`a. Semoga Allah memberikan keselamatan dan ampunan. 

[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul Haq Jakarta]