kadaPara ulama dalam lafazh ini terbagi menjadi beberapa madzhab (pendapat):

Pertama: Bahwasanya ia seperti fi’il-fi’il (kata kerja-kata kerja) yang lain, baik dalam nafyi (meniadakan/negatif) atau itsbat (menetapkan/positif). Maka itsbatnya (penetapannya) adalah istbat (penetapan) dan nafyinya (peniadaannya) adalah nafyi (peniadaan), karena maknanya adalah hampir. Maka makna كاد يفعل maknanya adalah hampir melakukan (mendekati waktu melakukan sesuatu). Dan makna ما كاد يفعل adalah tidak mendekatinya. Maka khabarnya selalu manfi (sesuatu yang dinafikan/negatif). Akan tetapi nafyi (peniadaan/negatif) dalam kalimat mutsbat (penetapan/positif) dipahami dari maknanya, karena pengabaran dengan dekatnya (hampir terjadinya) sesuatu menunjukkan tidak terjadinya hal tersebut menurut ‘urf (kebiasaan), karena kalau tidak demikian niscaya sesuatu tersebut tidak dikabarkan dengan kata “hampir”.

Adapun jika ia (كاد) tersebut manfiyah (dinafikan/negatif), maka jika ditiadakan (dinafikan) “kedekatan/hampir terjadinya” suatu perbuatan, maka hal itu secara akal menunjukkan tidak terjadinya perbuatan tersebut. Yang menunjukkan hal tersebut adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

…إِذَآ أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا … {40}

“… Apabila dia mengeluarkan tangannya, hampir-hampir dia tiada dapat melihatnya, …” (QS. An-Nuur: 40)

Oleh sebab itu kata لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا (hampir-hampir dia tiada dapat melihatnya) lebih fasih (lebih terang) maknanya dibandingkan perkataan لَمْ يَرَهَا (tidak melihatnya), karena seseorang yang tidak melihat sesuatu terkadang hampir (mendekati) melihatnya.

Kedua: Bahwasanya ia berbeda dengan fi’il-fi’il (kata kerja-kata kerja) yang lain, baik dalam nafyi maupun itsbat. Maka Maka itsbatnya (penetapannya) adalah nafyi (peniadaan) dan nafyinya (peniadaannya) adalah itsbat (penetapan). Oleh karena itu mereka (para ulama) berkata:”Sesungguhnya ia (كاد) jika diitsbatkan (ditetapkan/positif) bermakna nafyi, dan jika dinafikan (ditiadakan/negatif) bermakna itsbat.”

Maka jika dikatakan:كاد يفعل maknanya adalah belum melakukannya, dalilnya (buktinya) adalah firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:

وَإِن كَادُوا لَيَفْتِنُونَكَ …{73}

” Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu (Nabi)…”. (QS. Al-Israa’: 73)

Karena mereka belum (tidak) menggelincirkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan jika dikatakan: لم يكد يفعل (hampir tidak melakukan), maka maknanya adalah dia melakukannya, dalilnya adalah firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:

…فَذَبَحُوهَا وَمَاكَادُوا يَفْعَلُونَ {71}

“… Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (QS. Al-Baqarah: 71)

Karena mereka melakukan penyembelihan.

Ketiga: Bahwasanya ia (كاد) apabila dalam kalimat nafyi menunjukkan makna terjadinya perbuatan tersebut dengan kesulitan dan susah payah. Seperti firman-Nya:

…فَذَبَحُوهَا وَمَاكَادُوا يَفْعَلُونَ {71}

“… Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (QS. Al-Baqarah: 71)

Keempat: Ada perincian dalam kalimat nafyi, antara bentuk kata kerja mudhari’ (kata kerja yang menujukkan masa sekarang atau yang akan datang) dengan kata kerja madhi (kata kerja lampau). Maka nafyi (كاد) dalam bentuk mudhari’ bermakna nafyi, sedangkan nafyi (كاد) dalam bentuk madhi bermakna istbat. Yang menunjukkan bentuk yang pertama adalah firman-Nya:

لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا

“… hampir-hampir dia tiada dapat melihatnya…” (QS. An-Nuur: 40)

Dikarenakan mereka tidak melihat sama sekali.

Dan yang menunjukkan bentuk yang kedua adalah firman-Nya:

…فَذَبَحُوهَا وَمَاكَادُوا يَفْعَلُونَ {71}

“… Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (QS. Al-Baqarah: 71)

Dikarenakan mereka melakukannya (melakukan perintah penyembelihan)

Kelima: Bahwasanya ia (كاد) apabila dalam kalimat nafyi menjadi itsbat jika kalimat (kata) setelahnya bersambung dengan sebelumnya dan berkaitan dengannya. Seperti ucapan seseorang:

ماَ كِدْتُ أَصِلُ إِلىَ مَكَةَ حَتىَ طُفْتُ بِالبَيْتِ الحَرَام

“Hampir aku tidak sampai ke Mekah sehingga aku (sudah) melakukan thawaf di Baitul Haram.”

Dan di antaranya adalah firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:

…فَذَبَحُوهَا وَمَاكَادُوا يَفْعَلُونَ {71}

“… Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (QS. Al-Baqarah: 71)

(Sumber:مباحث في علوم القرآن karya Syaikh Manna’ al-Qaththan rahimahullah, cet. Maktabah Ma’arif Riyadh hal. 216-217. diterjemahkan dan diposting oleh Abu Yusuf Sujono)