Yang pertama adalah kemuliaan dan keutamaan, yang kedua adalah keadilan bila yang dihukum berhak untuk dihukum, bila tidak maka ia adalah kezhaliman. Kesalahan memaafkan lebih baik daripada kesalahan menghukum, karena itu, “وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى [البقرة/237, memaafkan itu lebih dekat kepada ketakwaan.” Al-Baqarah: 237.

Firman Allah,

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

“Jadilah Engkau Pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raf: 199).

Firman Allah,

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (Al-Fushilat: 34-35).
Rasulullah bersabda, “Allah tidak menambahkan kepada seorang hamba dengan maafnya kecuali kemuliaan.” Diriwayatkan oleh Muslim.

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas berkata, “Aku berjalan bersama Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, beliau memakai baju dari kain Najran yang pinggirannya kasar, tiba-tiba seorang Arab Badui menarik kain tersebut dengan kuat, aku melihat ke pundak Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, bekas kain yang ditarik kuat itu terlihat di sana. Arab Badui tersebut berkata, “Wahai Muhammad, berilah aku dari harta Allah yang ada padamu.” Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam menoleh dan tertawa lalu memberinya.”

Seorang penyair berkata,

إِذَا نَطَقَ السَفِيْهُ فَلاَ تُجِبْـه
وَخَيْرُ إِجَابَتِهِ السُكُوْتُ

Jika orang bodoh berbicara maka jangan dijawab
Dan sebaik-baik jawabannya adalah diam

Seorang laki-laki bertemu Ali bin al-Husain bin Ali Zainul Abidin. Laki-laki tersebut memakinya dan mengucapkan kata-kata tidak pantas kepadanya,. Kawan-kawan Ali berdiri hendak melakukan sesuatu kepada laki-laki tersebut tetapi Ali melarang mereka. Setelah laki-laki tersebut berhenti berbicara Ali menanggapi, “Apa yang tidak kamu ketahui tentangku lebih banyak. Apakah kamu mempunyai keperluan?” Laki-laki tersebut malu da mengutarakan keperluannya dan Ali menunaikan keperluannya. Setelah itu laki-laki tersebut berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah putra Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam.”

Al-Ahnaf bin Qais, seorang tabiin yang terkenal dengan kekalemannya sehingga dia menjadi simbol ketenangan di masanya. Dikatakan حِلْمُ أَحْنـَف (kekaleman Ahnaf). Suatu kali seorang laki-laki menghinanya dan mencibirnya. Ahnaf bertanya, “Apa yang salah pada diriku.” Laki-laki tersebut menjawab, “Kamu bermuka buruk dan berbadan pendek.” Ahnaf menjawab, “Kamu telah mencelaku pada sesuatu di mana aku tidak diminta pendapat padanya.”

Suatu kali Ahnaf ditanya, “Adakah orang yang lebih tenang darimu?” Ahnaf menjawab, “Qais bin Ashim. Darinya aku belajar. Suatu kali Qais sedang duduk sambil melingkarkan kainnya di leher dan kedua lututnya, tiba-tiba seorang anaknya datang membawa saudaranya yang terikat, dia berkata, “Fulan ini telah membunuh saudaranya.” Ahnaf berkata, “Qais tidak bergeming, tidak merubah duduknya, dia hanya berkata kepada pembunuh, ‘Kamu telah melemahkan kaummu dengan mengurangi jumlah mereka’. Qais melanjutkan ucapannya kepada saudara pembunuh, ‘Pergilah, kuburkanlah saudaramu dengan baik dan bayarlah diyatnya kepada ibunya karena dia dari kaum yang lain, menurutku dia tidak akan rela.”

Ahnaf bin Qais berkata, “Aku bukan orang yang santun, tetapi berusaha untuk santun.”

Mu’awiyah berkata, “Aku malu bila ada kesalahan yang lebih besar dari maafku atau tindakan bodoh lebih besar dari kesantunanku.”

Mu’awiyah bertanya kepada Khalid bin Ma’mar, “Mengapa kamu menyintai Ali?” Dia menjawab, “Karena tiga perkara: Santun saat marah, jujur saat berkata dan memegang janji saat berjanji.”

Al-Manshur mengalahkan Abdullah bin Ali yang memberontak dan didukung orang orang-orang Syam, saat dia hendak menghukum mereka, seorang laki-laki berkata kepadanya, “Menghukum adalah keadilan sedangkan memaafkan adalah keluhuran, kami tidak yakin bila Amirul Mukminin memilih pilihan yang rendah padahal dia bisa meraih yang lebih tinggi.”

Umar bin Abdul Aziz masuk masjid menjelang Shubuh, kakinya terantuk orang yang masih tertidur, orang itu bangun dan berkata, “Apakah kamu gila?” Umar menjawab, ‘Tidak.” Tetapi sepasang pengawalnya hendak memberi pelajaran kepada laki-laki itu, Umar berkata kepada kedua, “Tahan, dia hanya bertanya kepadaku apakah aku gila dan aku sudah menjawab tidak. Selesai.”

Dikisahkan bahwa seorang penyair mendendangkan syairnya di hadapan Zubaidah binti Ja’far Al-Mansur, dia berkata,

Wahai Zubaidah putri Ja’far
beruntunglah pemintamu dengan pemberianmu
Engkau memberi dengan kedua kakimu
seperti telapak tangan yang memberi secara melimpah.

Maka para pengawalnya mengepungnya dan hendak memukulinya, tetapi Zubaidah melarang mereka. Dia berkata, “Maksudnya baik tetapi salah. Ini lebih baik daripada ingin buruk tetapi tepat sasaran. Dia mendengar pepatah, ‘Tangan kirimu lebih dermawan daripada tangan kanan selainmu’. Dia mengira bahwa apabila dia mengucapkan itu maka pujiannya lebih mendalam. Berilah dia apa yang dia mau dan kasih tahu apa yang dia tidak tahu.” Wallahu a’lam. (Oleh Ustadz Izzudin Karimi, Lc)