kemenagJakarta — Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa keberadaan Islamic State (IS) atau Dawlah Islâmiyyah  tidak lagi hanya menjadi ancaman terhadap eksistensi Irak dan Suriah, tetapi juga bagi masyarakat dan dunia muslim lainnya. Seruan kepada umat Islam untuk berhijrah ke wilayah yang telah dikuasai IS, dan keharusan untuk ber-bay`at kepada sang Khalîfah, menjadi gambaran obsesi mereka untuk membangun sebuah imperium dengan sejumlah wilayah geografis kekuasaan.

Hal ini ditegaskan Menag saat menjadi pembicara pada Rakor Fungsi Intelkam Tahun 2015, di Mabes Polri, Senin (16/02). Hadir dalam Rakor ini, perwakilan dari Polda se-Indonesia, Kasubdit, Akpol, STIK, Setukpa, Korbrimob, Para Kabag, Sespimma, Wadir Baintelkam, Dit Pol Air, dan lain sebagainya. Dalam kesempatan tersebut, Menag didampingi, Sekretaris Balitbang dan Diklat, Kemenag, Rahmat Mulyana.

Seperti diketahui, pada awal Ramadhan tahun lalu, publik internasional dikejutkan oleh deklarasi sebuah ‘Negara Islam’ (Islamic State/ al-Dawlah al-Islâmiyyah) dengan sistem khilâfah, oleh sekelompok orang yang sebelumnya mendirikan Islamic State of Iraq and Syria/ Levant.  Media di Timur-Tengah menyebutnya dengan sebutan DA’ISY, yaitu singkatan dari al-Dawlah al-Islâmiyyah fî al-`Irâq wa al-Syâm. Kelahiran sebuah entitas politik baru di bawah kepemimpinan seorang khalîfah ini seakan menjadi oase dan angin segar bagi sebagian kalangan umat Islam yang telah lama mengimpikan sebuah pemerintahan khilâfah yang diharapkan dapat mempersatukan umat Islam seluruh dunia di bawah kepemimpinan tunggal.

“Dengan deklarasi tersebut, keberadaan Islamic State tidak lagi hanya menjadi ancaman terhadap eksistensi Irak dan Suriah, tetapi juga bagi masyarakat dan dunia muslim lainnya,” kata Menag.

IS menurut Menag tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan teror terhadap lawan politiknya. Kekerasan demi kekerasan dipertontonkan di hadapan publik. Terakhir, masyarakat dunia dipertontonkan dengan tayangan kekerasan dalam mengeksekusi tawanan atau sandera. Ada yang dibunuh dengan disembelih seperti binatang, dan ada yang dibakar hidup-hidup dalam sebuah kerangkeng besi.

“Cara-cara tersebut jelas tidak sejalan dengan ajaran Islam yang sangat memuliakan manusia,” kata Menag.

Cara seperti itu, lanjut Menag, mengingatkan kita pada kekerasan Khawarij terhadap mereka yang berbeda pandangan, seperti dialami Sahabat Nabi, Abdullah Ibnu al-Khabbab, yang disembelih bersama isterinya yang sedang hamil secara tragis dan brutal, hanya karena bersimpati kepada Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.

Di hadapan para polisi, Menag menegaskan bahwa IS menerapkan peraturan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Dikatakan putera mantan Menag KH Saifuddin Zuhri (alm) ini, Islam menekankan akhlak mulia dalam setiap tindakan, karena tujuan yang mulia harus dicapai dengan cara yang mulia pula. Penggunaan kekerasan dalam mencapai tujuan sama sekali tidak dibenarkan dalam pandangan logika dan agama mana pun. “Islam memerintahkan umatnya untuk mengajak dan merangkul semua kalangan dengan cara dan untuk tujuan yang terbaik, bukan dengan menebar ketakutan dan kekerasan,” jelasnya.

Ditambahkan Menag, untuk mengantisipasi merebaknya ideologi IS, harus dilakukan upaya membentengi masyarakat, terutama generasi muda, dengan memperkuat wawasan kebangsaan dan keagamaan. Gelora dan semangat Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika harus terus disosialisasikan ke berbagai kalangan dan elemen bangsa.

Di samping itu, lanjut Menag, Pemerintah bersama para ulama dan ormas-ormas Islam perlu meningkatkan upaya sosialisasi konsep-konsep dasar dan praktik keislaman yang rahmatan lil alamin. Kesalahpahaman masyarakat menyangkut pemahaman ayat-ayat Al-Qur`an, hadis dan realitas sejarah juga perlu diluruskan. “Upaya ini tidak kalah pentingnya sebagai soft approach, di samping upaya aparat keamanan dan pemerintah dalam menangkal penyebaran virus ideologi IS,” tandas Menag. (kemenag)