Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa menikah dianjurkan dan didorong bahkan bisa wajib dalam kondisi tertentu, banyak mengandung keutamaan dan memiliki faidah-faidah:

Di antara positifnya adalah anak, karena salah satu tujuan menikah adalah menjaga keturunan, ia mengundang kecintaan Allah agar jenis manusia yang menyembahNya tetap ada, di dalamnya mengundang cinta Rasulullah dengan memperbanyak umat yang karena itu beliau berbangga, di dalamnya mengandung keberkahan melalui doa anak shalih dan syafaat dari anak bila dia mati saat masih kecil.

Di antara faidah menikah adalah menjaga diri dari setan dengan menepis dorongan hawa nafsu, menenangkan jiwa dan menenteramkannya dengan bergaul dengan istri dan anak-anak.

Di antaranya melapangkan hati dari kesibukan mengurus rumah, tidak perlu memasak, menyapu rumah, membersihkan tikar, mencuci piring dan menyediakan fasilitas hidup di rumah sendiri, karena kebanyakan dari hal-hal ini sulit dilakukan oleh seseorang bila dia sendiri, seandainya dia sendiri yang melakukannya maka waktunya banyak terbuang untuk itu, akibatnya waktu bekerjanya dan waktu untuk ilmu menyempit, wanita shalihah adalah pembantu dalam urusan agama dari sisi ini, karena perbedaan sebab-sebab ini merupakan kesibukan tersendiri bagi hati.

Di antara faidahnya melatih jiwa, mendidiknya untuk memperhatikan dan memimpin, menunaikan hak-hak keluarga, bersabar atas akhlak mereka, memikul keburukan mereka, berusaha memperbaiki mereka, membimbing mereka ke jalan agama, bersungguh-sungguh dalam mencari harta yang halal untuk mereka, mendidik anak-anak, semua perbuatan ini adalah perbuatan dengan keutamaan besar, karena ia adalah perhatian dan kepemimpinan, keutamaan mempehatikan keluarga adalah besar, yang menolak memikulnya hanyalah orang yang takut tidak bisa menunaikannya dengan sebaik-baiknya, padahal memikul beban berat keluarga dan anak-anak adalah ibarat jihad di jalan Allah.

Dalam Shahih Muslim dari Nabi bahwa beliau bersabda, “Dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dinar yang kamu infakkan untuk busak, dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin dan dinar yang kamu infakkan kepada keluargamu, yang paling unggul adalah yang terakhir.”

Sisi Negatif

Namun menikah juga mengandung sisi negatif, di antaranya:
Pertama dan yang paling kuat: Ketidakmampuan mencari harta yang halal, hal ini tidak ringan, terkadang kepala rumah tangga menjulurkan tangannya kepada sesuatu yang bukan haknya karena dorongan istri dan anak-anak.

Kedua: Kegagalan menunaikan hal-hal istri, tidak sabar memikul akhlak buruknya dan gangguannya, hal ini berbahaya, sebab suami adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas mereka dan kelak akan dimintai pertanggunganjawab atasnya.

Ketiga: Keluarga dan anak-anak menyibukkannya dari mengingat Allah, siang dan malam hanya bermain-main dengan mereka saja, hati sama sekali tidak memikirkan akhirat dan beramal untuknya.

Ini adalah titik-titik sisi negatif dan positif, hukum untuk satu orang apakah baginya lebih utama menikah atau membujang? Tentu sisi positifnya lebih besar dan lebih banyak, ini secara umum, namun secara personal hal itu kembali kepada pertimbangan antara sisi-sisi negatif dan positif, orang yang berakal menimbang perkara-perkara di atas, bila sisi-sisi negatis bisa ditepis dan faidah-faidahnya bisa diwujudkan, di mana dia memiliki harta halal dan berakhlak mulia, ditambah dia adalah seorang pemuda yang memerlukan penyaluran hawa nafsunya, sendiri tidak mempunyai orang yang menyelesaikan urusan rumah tangga, maka tanpa diragukan menikah lebih utama baginya, sebaliknya bila faidah-faidah tidak terwujud, yang ada justru sisi negatif, maka tidak menikah lebih utama. Hal ini bagi siapa yang tidak membutuhkan menikah, bila dia membutuhkan maka harus menikah. Wallahu a’lam.