وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33).

Sebab Turunnya Ayat

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah bahwa ketika di pasar ia menyeru – dengan membaca sebuah ayat yang artinya -, “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya,” (ayat ini) secara khusus diturunkan kepada isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 6/410-411).

Hukum Ayat

Khithab (objek/sasaran pembicaraan) dalam ayat ini ditunjukkan secara khusus kepada isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Meskipun demikian, hukum ayat ini berlaku bagi seluruh wanita muslimah.

Wahbah Zuhaili berkata, “Khithab (sasaran pembicaraan) ini ditunjukkan kepada isteri-isteri Nabi. Meskipun demikian, secara makna para wanita selain mereka juga masuk di dalamnya. Karena perintah syariat datang berulang-ulang agar mereka tetap di rumah dan mereka tidak boleh keluar rumah melainkan dalam kondisi darurat. Adapun isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi sasaran pembicaraan dalam ayat ini ialah sebagai bentuk penghormatan kepada mereka dan agar mereka menjadi contoh bagi umat ini dalam hal kesucian, penjagaan dan kehormatan.” (At-Tafsir Al-Munir, 22/13).

Jadilah Engkau Bidadari Surga

Menjadi bidadari surga adalah sebuah kemuliaan. Dan kemuliaan ini tidaklah dapat diraih melainkan dengan menempuh jalan yang mulia; yaitu dengan menjadikan isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai sumber keteladanan dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Di antaranya ialah sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat di atas:

1- Berdiam diri di rumah

Seorang wanita yang hendak mencari kemuliaan, maka carilah kemuliaan itu di rumahnya. Karena rumah adalah istana baginya, suami dan anak-anak adalah jalan surganya.

Tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepada isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk tetap tinggal di rumah, melainkan karena Dia menghendaki kemuliaan, kesucian dan kehormatan mereka agar selalu terjaga dari keburukan. Hal ini menunjukkan bahwa tinggal di rumah dan tidak keluar rumah melainkan dalam kondisi darurat merupakan kemuliaan bagi kaum wanita.

Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan dalam sabdanya:

وَبُيُوْتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ

“Rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (HR. Abu Dawud, no. 567).

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى حُجْرَتِهَا ، وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى بَيْتِهَا

“Shalat seorang wanita di dalam rumahnya lebih utama daripada shalat di halaman rumahnya, dan shalat di dalam kamarnya lebih utama daripada shalat di dalam rumahnya.” (HR. Abu Dawud, no. 570).

Al-Aini berkata, “Shalat seorang wanita di dalam kamar lebih utama daripada shalat di dalam rumah dan di halaman rumahnya karena hal itu lebih menutupi dan melindungi wanita dari padangan manusia.” (Syarh Sunan Abi Dawud, 3/56).

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ مِنْ وَجْهِ رَبِّهَا وَهِيَ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا

“Sesungguhnya seorang wanita adalah aurat, apabila dia keluar rumah maka setan akan mengajak manusia untuk mengaguminya. Dan tempat yang paling dekat bagi seorang wanita dengan keridhaan Rabbnya ialah di dalam rumahnya.” (HR. At-Tirmidzi, no. 1173).

Bahkan pekerjaan yang dilakukan seorang wanita di dalam rumahnya bias menandingi pahala jihad di jalan Allah.

Diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa para wanita mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, kaum laki-laki pergi dengan membawa keutamaan jihad, maka perintahkanlah kami dengan suatu amalan yang bisa menandingi keutamaan jihad di jalan Allah.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مِهْنَةُ إِحْدَاكُنَّ فِي بَيْتِهَا تُدْرِكُ بِهِ عَمَلَ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللهِ

“Pekerjaan yang dilakukan oleh salah seorang dari kalian di rumahnya bisa menandingi pahala jihad di jalan Allah.” (Diriwayatkan oleh At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath, no. 2807).

Dengan demikian, tetap tinggal di rumah dan tidak keluar rumah melainkan dalam kondisi darurat adalah lebih utama bagi kaum wanita, lebih selamat dan lebih menjaga kesucian, kemuliaan maupun kehormatannya.

2- Meninggalkan Tabaruj

Muqatil bin Hayyan berkata, “Tabaruj ialah seorang wanita yang memakai kerudung namun tidak mengikatnya, sehingga tampaklah kalung, antinganting, dan lehernya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/410).

Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kaum wanita untuk berhijab dan meninggalkan tabaruj, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki kemuliaan dan kesucian senantiasa menjadi mahkota bagi mereka. Sehingga, siapa saja dari kaum wanita yang tidak mau berhijab dan lebih memilih untuk tabaruj, berarti ia sedang menjerumuskan dirinya ke dalam keburukan dan kebinasaan. Karena tabaruj termasuk dosa besar yang diancam pelakunya oleh Allah dengan siksa neraka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dua golongan dari penghuni neraka yang belum pernah aku lihat sebelumnya; (salah satunya) wanita yang mengenakan pakaian tapi terlihat telanjang, berjalan melenggak-lenggok dan kepalanya bergoyang seperti bergoyangnya punuk onta. Mereka tidak akan masuk surga, bahkan tidakakan mencium aromanya. Padahal aroma surga itu dapat tercium dari jarak perjalanan sekian-sekian.” (HR. Muslim, no. 5704).

Al-Alusi menyebutkan beberapa bentuk tabaruj seorang wanita:

● Wanita yang berjalan genit, penuh gaya dan memakai wewangian.

● Meletakan kerudung di kepala tanpa mengikatnya sehingga terlihat jelas kalung, anting-anting dan lehernya.

● Memakai gelang kaki dan menggerakkannya di depan kaum laki-laki.

● Memperlihatkan kedua betisnya.

● Memperlihatkan kedua betisnya dengan memakai sepatu hak tinggi (sepatu jinjit).

● Memakai pakaian yang sempit sehingga terlihat semua lekuk tubuhnya atau sebagiannya.

● Memperlihatkan kedua lengan tangannya.

● Memperlihatkan sebagian dadanya.

● Memakai pakaian yang bermode dan penuh hiasan sehingga membuat takjub yang melihatnya. (Risalah Ila Al-Mar’ah Al-Muslimah, Hamad Al-Marakisyi, hal 6-7).

3- Konsisten dalam menjaga ketaatan

Seorang wanita juga harus konsisten dalam menjaga ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu mengamalkan semua perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ

“Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.” (QS. Al-Ahzab: 33).

Di dalam ayat ini, shalat dan zakat diperintahkan secara khusus, karena kedua ibadah ini memiliki kedudukan dan manfaat yang besar. Shalat adalah ibadah untuk membersihkan jiwa dan berfungsi sebagai pilar agama. Sementara zakat adalah ibadah untuk membersihkan harta dan jalan untuk menghilangkan kefakiran. Sehingga keduanya menjadi pilar ketaatan bagi jasad dan harta. (Lihat Tafsir Al-Munir, 22/10). Wallahu a’lam. (Saed As-Saedy, Lc.).

Referensi:

1. At-Tafsir Al-Munir, Az-Zuhaili

2. Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu Katsir

3. Risalah Ila Al-Mar’ah Al-Muslimah, Hamad Al-Marakisyi, dll