Sesungguhnya diantara karunia terbesar yang diberikan Allah ‘Azza wa Jalla kepada seorang hamba adalah taufik untuk senantiasa menggunakan seluruh waktunya dalam beramal shalaeh, maka dari itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

Pergunakan lima hal sebelum datang lima hal; masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu, dan masa hidupmu sebelum matimu (HR. al-Hakim dalam Mustadraknya dan dishahihkan oleh Adz-Dzahabi)ز

Karena sangat pentingnya waktu, maka Allah ‘Azza wa Jalla telah bersumpah dengan waktu di dalam kitab suci-Nya,

وَالْفَجْرِ. وَلَيَالٍ عَشْرٍ

Demi fajar dan malam yang sepuluh (Qs. al-Fajr : 1-2)

وَالضُّحَىٰ. وَالَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ

Demi matahari sepenggalahan naik dan demi malam yang sunyi (Qs. adh-Dhuha: 1-2)

An-Naisabury dalam Ghara’ibul Qur’an menyebutkan tentang hikmah sumpah Allah ‘Azza wa Jalla dengan waktu, ia berkata, “Tidak ada suatu apapun yang lebih berharga daripada waktu, pengkhususan Allah ‘Azza wa Jalla dengan waktu ini merupakan petunjuk bahwa manusia cenderung melakukan hal-hal yang tidak baik dalam hidupnya serta menyalahkan waktu jika ia mengalami penderitaan dan kerugian. Jadi, Allah ‘Azza wa Jalla bersumpah dengan waktu menunjukkan tentang kemuliaan waktu tersebut, dan sesungguhnya penderitaan dan kerugian yang selalu menyertai diri manusia adalah karena aib yang ada di dalam dirinya, bukan pada waktu (Sawanih Wa Ta’ammulat fi Qimat Al- Waqt, Dr. Khaldun Al-Ahdaf)

Ibnu Qayyim berkata, “Seorang manusia sejak pertama kali menginjakkan kakinya di bumi ini maka saat itu ia telah menjadi seorang musafir yang melakukan perjalanan menuju kepada tuhannya, dan masa perjalanannya adalah umur yang telah Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan baginya (Madarijus Salikin, Ibnu al-Qayyim)

Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فيهما كثيرٌ من الناس: الصحةُ، والفراغُ

Terdapat dua nikmat yang banyak manusia tertipu pada keduanya, yaitu: kesehatan dan waktu luang (HR. al-Bukhari dan at-Tirmidzi)

Ibnu Bathal berkata, “Sedikit sekali manusia yang menyadari kedua nikmat itu dan mensyukurinya dengan kebaikan”. Waktu adalah umur manusia dan kehidupannya, hari yang berlalu adalah makin mendekatkannya kepada kehidupan akhirat, dan hari-hari itu ibarat sebuah gudang, lalu apa yang disimpan di dalamnya ? Yahya bin Mu’adz Ar-razi berkata, “Membuang-buang waktu lebih buruk dari kematian, sebab membuang waktu berarti menghentikan kebenaran, sedangkan kematian berarti perpisahan dengan manusia.”

Berkata seorang pria kepada Daud ath-Thaiy, “Nasihatilah aku”, maka kedua matanya berlinang air mata dan berkata, “wahai saudaraku, sesungguhnya siang dan malam adalah fase-fase yang dilewati oleh manusia satu per satu, hingga semua itu berakhir sampai pada akhir perjalanan mereka, maka jika engkau mampu untuk menyiapkan bekal setiap hari bagi dirimu untuk menghadapi kematian maka lakukanlah, karena sesungguhnya perjalanan itu akan berakhir dengan cepat atau bahkan lebih cepat dari apa yang engkau duga, maka hendaknya engkau membekali dirimu dan lakukanlah sesuatu yang perlu engkau lakukan untuk bekal itu, dan sesungguhnya aku tidak mengatakan kepadamu semua, sedang aku tidak mengetahui seseorang yang lebih mengabaikan waktu daripada aku sendiri.” Kemudian beliau bangkit dan pergi meninggalkannya (Shalahul Ummah Fi ‘Uluwwi al-Himmah, Sayyid ‘Afaniy)

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan rahmatNya kepada para salaf (pendahulu) kita, mereka benar-benar mengetahui akan pentingnya waktu dan mereka benar-benar telah memeliharanya dengan sebaik-baiknya hingga mereka tidak pernah membuang waktu walaupun sesaat. Dan alangkah celakanya kita, waktu kita berlalu dengan sia-sia tanpa faedah. Kematian selalu datang menimpa orang-orang yang berada di sekitar kita secara tiba-tiba, akan tetapi semua itu tidak menjadi pelajaran dan peringatan bagi kita, bahkan yang terjadi adalah penyia-nyiaan terhadap waktu dan sikap selalu “menunda, menunda dan terus menunda”. Celakalah, kemudian, aduhai, betapa waktu-waktu berlalu dan tidak akan pernah kembali ! lalu apa yang telah kita simpan di dalamnya dan bagaimana kita telah menyia-nyiakannya?!

أَن تَقُولَ نَفْسٌ يَٰحَسْرَتَىٰ عَلَىٰ مَا فَرَّطتُ فِى جَنۢبِ ٱللَّهِ وَإِن كُنتُ لَمِنَ ٱلسَّٰخِرِينَ

Supaya jangan ada orang yang mengatakan,’ amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedangkan aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah) (Qs. Az-Zumar : 56).

Ibnu al-Jauzi berkata : Aku melihat kebanyakan manusia umumnya melewati waktu mereka dengan cara aneh, jika datang malam maka mereka menghabiskan waktu untuk obrolan kosong yang tidak berguna atau membaca buku komik dan cerita murahan, sedangkan jika datang waktu siang maka mereka tidur atau menghabiskan waktunya untuk duduk-duduk di pasar (Shaidi al- Khatir, Ibnu al-Jauzi)

Terdapat beberapa faktor yang menghambat seorang muslim untuk memanfaatkan waktunya, antara lain; mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim mewaspadai dirinya dari hal tersebut. Mengikuti hawa nafsu merupakan faktor penghambat untuk memanfaatkan waktu secara optimal, karena ketika hawa nafsu menguasai seseorang, kemudian terus saja diikuti ia akan menyesatkannya. Mengantarkan pelakunya kepada kebinasaan, oleh sebab itu Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memasukkannya sebagai bagian dari perkara yang akan membinasakan dan memperingatkan ummatnya dari hal tersebut dalam sabdanya,

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ، وَثَلَاثٌ مُنَجِّيَاتٍ، وَثَلَاثٌ كَفَّارَاتٌ، وَثَلَاثٌ دَرَجَاتٌ. فَأَمَّا الْمُهْلِكَاتُ: فَشُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ. وَأَمَّا الْمُنَجِّيَاتُ: فَالْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَى، وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى، وَخَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ. وَأَمَّا الْكَفَّارَاتُ: فَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، وَإِسْبَاغُ الْوُضُوءِ فِي السَّبَرَاتِ، وَنَقْلُ الْأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ. وَأَمَّا الدَّرَجَاتُ: فَإِطْعَامُ الطَّعَامِ، وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ، وَصَلَاةٌ بِاللَّيْلِ، وَالنَّاسُ نِيَامٌ

“Tiga perkara membinasakan, tiga perkara menyelamatkan, tiga perkara penebusan dosa dan tiga perkara peningkat derajat. Adapun tiga yang membinasakan, yaitu; kebakhilan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan ketakjuban seseorang terhadap
dirinya. Adapun tiga yang menyelamatkan, yaitu; berlaku adil saat marah dan ridha, sederhana saat kekurangan dan berkecukupan, dan takut kepada Allah saat bersendirian dan terlihat oleh orang lain. Adapun sesuatu sebagai penebus dosa, yaitu; menunggu shalat setelah shalat, menyempurnakan wudhu saat kondisi yang sangat dingin, dan melangkahkan kaki menuju tempat-tempat pelaksanaan shalat berjama’ah. Adapun sarana meningkatkan derajat, yaitu; memberi makan, menebarkan salam, dan shalat di malam hari kala (kebanyakan) manusia tidur (HR. ath- Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Ausath, no. 5754)

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pun sangat menghawatirkan ummatnya terjerumus ke dalam tindakan mengikuti hawa nafsu,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” أَخْوَفُ مَا أَخَافَ عَلَى أُمَّتِي ثَلاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ ، وَإِعْجَابُ كُلِّ ذِي رَأْيٍ بِرَأْيهِ

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “di antara perkara yang sangat aku takutkan akan menimpa umatku adalah tiga hal yang membinasakan; kebakhilan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan ketakjuban setiap orang yang memiliki pendapat
terhadap pendapatnya. (Hilyatu al-Auliya, 2/160)

Oleh karenanya, para salaf berkata, “Waspadailah dua kelompok manusia; (1) orang yang mengikuti hawa nafsunya yang telah terfitnah oleh hawa nafsunya dan (2) orang yang bergelimang dengan dunia, ia telah dibutakan oleh dunia. Mengikuti hawa nafsu akan menjadikan seseorang menyia-nyiakan waktu dan bermalas-malasan. Karena hawa nafsu menghiasi orang yang mengikutinya sehingga terlihat indah hingga ia terpalingkan dari kesibukan yang semestinya dilakukannya, karena hawa nafsu juga selalu memerintahkannya untuk condong kepada syahwat dan kenikmatan- kenikmatan yang semu dan segala perkara yang tidak mengantarkan manusia untuk mendulang manfaat untuk kehidupan akhiratnya. (al-Waqt ‘Ammar wa Dimar, Dr. Jasim Muthawwa’)

Sebagaimana halnya mengikuti hawa nafsu akan menjadikan seseorang menyia-nyiakan waktu dan bermalas-malasan, melupakan kehidupan akhirat maka demikian pula “panjang angan-angan”. Berkata Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Di antara perkara yang aku takutkan adalah mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Tindakan mengikuti hawa nafsu akan menjadikan seseorang menolak dan berpaling dari kebenaran, sedangkan panjang angan-angan akan menjadikan seseorang melupakan kehidupan akhirat. (Hilyatul Auliya, 1/76)

Maka berhati-hatilah Anda -wahai saudaraku- untuk tidak membuang-buang waktumu dengan sia-sia hingga Anda kehilangan peluang untuk meraih kebahagiaan hidup di akhirat. Jadikanlah Allah ‘Azza wa Jalla dan kehidupan akhirat sebagai perhatian dan tujuanmu. Janganlah Anda menjadikan dunia sebagai tujuan hidup.

(Redaksi)

Referensi :
1. Al-Ilmam Fii Asbaabi Dha’fi al-Iltizam (edisi : Bahasa Indonesia), Husain Muhamma Syamir
2. Al-Mu’jam al-Ausath, Sulaiman bin Ahmad ath-Thabraniy
3. Al-Waqt ‘Ammar wa Dimar, Dr. Jasim Muthawwa’
4. Hilyatu al-Auliya Wa Thabaqatu al- Ashfiya, Abu Nu’aim al-Ashbahaniy
5. Sawanih wa Ta’ammulat fi Qimat Al-Waqt, Dr. Khaldun Al-Ahdaf