Mertua dan MenantuHubungan mertua dengan menantu adalah hubungan kekeluargaan, sama dengan hubungan anggota keluarga yang lain, sepatutnya adalah hubungan yang baik, bila seseorang sebagai mertua bisa menjalin hubungan baik dengan orang lain, lalu mengapa tidak bisa dengan bagian dari keluarganya?

Rasulullah sebagai mertua memberikan contoh sikap, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Ali bin Abu Thalib bahwa Fatimah mengadukan beratnya penggilingan kepada Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam yang meninggalkan bekas padanya, pada saat itu Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam sedang mendapatkan tawanan perang, Fatimah pergi kepada Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam tetapi dia tidak bertemu dengan beliau, dia bertemu Aisyah, Fatimah mengatakan hajatnya kepada Aisyah, ketika Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam pulang Aisyah mengabarkan kedatangan Fatimah kepada beliau. Ali berkata, “Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam datang kepada kami sementara kami sedang bersiap-siap untuk tidur, aku hendak berdiri, tetapi beliau bersabda, “Tetaplah kalian berdua di tempat.” Lalu beliau duduk di antara kami, sampai aku merasakan dinginnya kedua kaki beliau di dadaku, beliau bersabda, “Maukah kalian berdua aku ajari apa yang lebih baik dari apa yang kalian berdua minta kepadaku, jika kalian berdua hendak tidur, bertakbirlah tiga puluh empat kali, bertasbihlah tiga puluh tiga kali dan bertahmidlah tiga puluh tiga kali, ia lebih baik bagi kalian berdua daripada pembantu.”

Respon seorang ayah kepada putrinya dan menantunya, begitu tahu kedatangan putrinya yang mencarinya, beliau langsung datang sendiri, tidak mengutus orang kepada putrinya untuk menghadap, keinginan beliau agar keluar putrinya menjadi keluarga yang baik. Tidak selamanya pemenuhan kebutuhan materi keluarga menjamin kebaikan, sebaliknya terkadang kebaikan bahkan lebih baik terletak pada tidak memenuhinya, karena hal ini bisa mendorong anak dan menantu untuk berusaha, di samping itu Rasulullah tidak memberi karena ada yang lebih baik bagi mereka, yaitu tasbih, tahmid dan takbir sebelum tidur.

Rasulullah sebagai mertua memberikan contoh lain, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Sahal bin Saad bahwa Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam datang ke rumah Fatimah putrinya, beliau tidak melihat Ali, beliau bertanya kepada Fatimah, “Di mana putra pamanmu?” Fatimah menjawab, “Antara diriku dengan dirinya terdapat sesuatu, dia marah lalu pergi.” Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda kepada seseorang, “Pergilah, lihatlah di mana dia?” Laki-laki tersebut kembali dan berkata, “Ya Rasulullah, dia di masjid, sedang tidur.” Maka Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam datang ke masjid, Ali masih tidur dan pakaiannya terjatuh dari sisinya, maka ia terkena tanah, maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam membangunkannya, “Bangun wahai Abu Turab, bangun wahai Abu Turab.” Sahal berkata, “Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mencandainya dan ngadem-ngademi, dan Ali tidak mempunyai panggilan yang lebih dia sukai dari pada Abu Turab.”

Dari sisi Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam sebagai bapak, perhatian Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam terhadap rumah tangga anaknya, akan tetapi perhatian ini tidak berarti mengetahui segala sesuatu tentang rumah tangga anak, tidak berarti mencampuri segala perkara dalam rumah tangga anak termasuk rincian persoalan yang terjadi, kita bisa melihat hal ini pada saat Fatimah mengatakan bahwa antara dirinya dengan suaminya terjadi sesuatu dan bahwa suaminya marah karenanya, kita melihat Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam tidak mengorek dan bertanya lebih mendalam, biarlah hal itu menjadi rahasia dapur anak, karena memang tidak semua perkara rumah tangga layak dan patut diketahui oleh selain suami istri.

Dari sisi Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam sebagai mertua, hikmah Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam dalam bersikap kepada menantunya Ali, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam mengetahui bahwa menantunya sedang marah kepada istrinya yang tidak lain adalah putrinya, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam tidak menyikapi hal ini dengan kemarahan kepada Ali dengan alasan membela putrinya, karena jika hal ini dilakukan maka tanah basah semakin becek dan benang semakin kusut, sebaliknya Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam berusaha mencairkan dan mendinginkan suasana, beliau mendatangi menantunya dan memanggilnya dengan panggilan yang kemudian menjadi panggilan yang disukai oleh menantunya. Wallahu a’lam.