Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

المؤمن القوي خير وأحب إلى الله من المؤمن الضعيف وفي كل خير، احرص على ما ينفعك، واستعن بالله ولا تعجز، وإن أصابك شيء فلا تقل لو أني فعلت كان كذا وكذا، ولكن قل: قدر الله، وما شاء فعل؛ فإن لو تفتح عمل الشيطان

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan. Bersegeralah terhadap sesuatu yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah (di dalam melakukannya) dan janganlah merasa lemah. Jika sesuatu menimpamu, maka jaganlah kamu mengatakan, “Seandainya aku melakukannya, niscaya akan begini dan begitu,’ akan tetapi ucapkanlah: قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ  (Qadarullahi Wa Maa Sya-a Fa‘ala, inilah ketentuan dari Allah, dan Dia melakukan apa yang dikehendakiNya), karena kata لَوْ  (andainya) dapat membuka tipu daya setan (HR. Muslim, no. 2664)

Memohon pertolongan kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah petunjuk yang kedua dari beberapa hal yang harus dimiliki seorang muslim di dalam perjalanannya mencapai rukun-rukun kebahagiaan, rukun itu tertuang di dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam , وَاسْتَعِنْ بِاللهِ mohonlah pertolongan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Ini merupakan kalimat yang sangat agung dan luas cakupannya.

Bersemangat dalam mencari segala kemaslahatan adalah rukun pertama yang harus dimiliki oleh setiap muslim dalam mewujudkan sebuah kebahagiaan, sikap ini menjadikan seorang muslim penuh semangat di dalam mencari segala macam sebab kebahagiaan, sedangkan memohon pertolongan kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah rukun kedua darinya, sikap ini diwujudkan dengan sikap tawakkal dan berserah diri kepada Allah sepenuhnya,hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh Tauhid Uluhiyyah.

Karena kedudukan kedua rukun ini yang sangat penting di dalam Islam, maka Allah ‘Azza wa Jalla mewajibkan seorang hamba agar selalu melafazhkannya di setiap raka’at di dalam shalat, yaitu ungkapan :

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (Qs. Al-Fatihah : 5)

Ketika itu seorang muslim merasakan pentingnya berserah diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla di dalam berbagai keadaan dan kesempatan, sebagaimana dia pun merasakan pentingnya memohon pertolongan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan berdoa dan melakukan berbagai ketaatan kepada-Nya.

Inilah Nabi kita semua shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengajarkan kita semua berdoa dan bertawakkal kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan bagaimana kita bertaubat kepada-Nya.

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Pada suatu malam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa dengan membaca :

اللَّهمَّ لَكَ الحمدُ أنتَ ربُّ السَّمواتِ والأرضِ ومن فيهنَّ، ولَكَ الحمدُ أنتَ قيُّومُ السَّمواتِ والأرضِ ومن فيهنَّ، ولَكَ الحمدُ أنتَ نور السَّمواتِ والأرضِ ومن فيهنَّ ، أنتَ الحقُّ، وقولُكَ الحقُّ، ووعدك حقٌّ، والجنَّةُ حقٌّ، والنَّارُ حقٌّ، والنَّبيُّونَ حقٌّ، ومحمَّدٌ حقٌّ، اللَّهمَّ لَكَ أسلمتُ، وبِكَ آمنتُ، وعليْكَ توَكَّلتُ، وإليْكَ أنَبتُ، وبِكَ خاصَمتُ، وإليْكَ حاكمتُ، فاغفِر لي ما قدَّمتُ وما أخَّرتُ، وما أسررتُ وما أعلَنتُ، أنتَ إلَهي لاَ إلَهَ إلَّا أنتَ

Ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkaulah Rabb langit dan bumi, segala puji hanya untuk-Mu, Engkau-lah yang menguasai langit dan bumi dan apa yang berada di dalamnya, segala puji hanya untuk-Mu, Engkau-lah cahaya langit dan bumi, firman-Mu benar, janji-Mu benar, perjumpaan dengan-Mu benar, Surga adalah benar, Neraka adalah benar, hari Kiamat adalah benar. Ya Allah, aku berserah diri kepada-Mu, aku beriman kepada-Mu, aku bertawakkal kepada-Mu, kembali kepada-Mu, mengadu kepada-Mu dan hanya kepada-Mu aku memohon keputusan. Karena itu ampunilah dosa-dosaku yang telah lalu dan yang terakhir, dosa yang aku tampakkan dan dosa yang aku sembunyikan. Engkau-lah ilah (sesembahan)-ku, tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau (HR. al-Bukhari, no. 7385 dan Muslim, no. 769).

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu , ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ قَالَ يعنِي إِذَا خَرَج مِنْ بيْتِهِ : بِسْم اللَّهِ توكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ،لا حوْلَ وَلا قُوةَ إلاَّ بِاللَّهِ، يقالُ لهُ كُفِيت ووُقِيتَ، وتنحَّى عَنْهُ الشَّيْطَانُ

Siapa saja yang keluar rumah dengan membaca :

بِسْم اللَّهِ توكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ،لا حوْلَ وَلا قُوةَ إلاَّ بِاللَّهِ

Dengan menyebut nama Allah, aku berserah diri kepada-Nya, tidak ada daya dan upaya melainkan dari Allah.

Maka akan dikatakan kepadanya, ‘Kebutuhanmu dipenuhi, engkau diberikan petunjuk dan engkau dijaga,’ kemudian setan pun akan menjauh darinya (HR. Abu Dawud, no. 5095 dan at-Tirmidzi, no. 3426)

Demikianlah yang harus dilakukan oleh setiap muslim, selamanya berserah diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan penuh keyakinan bahwa segala sesuatu ada di tangan Allah ‘Azza wa Jalla, tidak ada yang dapat menolong kecuali Allah ‘Azza wa Jalla, Dia-lah Allah ‘Azza wa Jalla yang telah menciptakan semua makhluk ini, Dia-lah yang mengaturnya dan yang Maha Mengetahui atas segala urusannya dan sesungguhnya semua hamba sangat membutuhkan-Nya, selamanya bergantung kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Hanya berbuat dan mencari sebab saja sama sekali tidak cukup dan tidak dapat mewujudkan harapan dengan sendirinya, akan tetapi bersamaan dengan itu, ia memerlukan sikap kembali kepada Allah ‘Azza wa Jalla, berserah diri dan tunduk kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Dia ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian benar-benar orang yang beriman (Qs. al-Maidah : 23)

Sikap tawakkal adalah bukti dari keimanan dan ke-islaman seseorang.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَقَالَ مُوسَىٰ يَا قَوْمِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ

Berkata Musa : ‘Hai kaumku, jika kalian beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri (Qs. Yunus : 84)

Kesimpulannya, seorang mukmin dituntut untuk mewujudkan dua hal yang sangat penting, yaitu, pertama,berusaha untuk mewujudkan segala kemaslahatan dengan melakukan berbagai sebab secara sungguh-sungguh, kedua, dia harus memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan berserah diri kepada-Nya di dalam segala urusan, pekerjaan dan usahanya untuk mencari rizki, dan lain sebagainya. Dan, harus yakin pula bahwa yang paling utama
untuk diharapkan hanyalah Allah ‘Azza wa Jalla semata.

Pengaruh-pengaruh Tawakkal

Tawakkal kepada Allah ‘Azza wa Jalla banyak memberikan pengaruh kepada seorang hamba, di antaranya :

Pertama, tawakkal kepada Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kekuatan dan keberanian kepada pelakunya, orang yang bertawakkal kepada Allah akan terus maju tidak akan mundur, dan pergi tidak akan pernah berhenti.

Inilah Rasul Allah, Nabi Ibrahim j yang terus maju dalam berdakwah kepada kaumnya menuju ajaran Tauhid dengan mengingkari kemusyrikan yang mereka lakukan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قَالُوا اقْتُلُوهُ أَوْ حَرِّقُوهُ

Maka tidak ada jawaban kaum Ibrahim, selain mengatakan, “Bunuhlah atau bakarlah dia, “…(Qs. Al-‘Ankabut : 24)

Sehingga dalam keadaan yang paling sulit pun ketawakkalannya sama sekali tidak luntur, yaitu ketika kaumnya melemparkan beliau ke sebuah pembakaran api, yang akhirnya Allah menjadikannya dingin bagi Ibrahim.

 قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ

Kami (Allah) berfirman : “Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim,” (Qs. al-Anbiya : 69)

Kedua, tawakkal kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah jalan menuju kecukupan.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya (Qs. ath-Thalaq : 3).

Ketiga, tawakkal kepada Allah membuahkan
rasa percaya diri, tenang dan
percaya akan janji Allah ‘Azza wa Jalla.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya,”Orang-orang (Quroisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.”

Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah ‘Azza wa Jalla, mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar (Qs. Ali Imran : 173-174)

Keempat, tawakkal kepada Allah akan menghilangkan godaan setan kepada manusia yang selalu membisikan rasa khawatir akan masa depan, takut fakir dan tergantung kepada berbagai khayalan ketika sakit.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripadaNya dan karunia. Dan Allah Mahaluas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui (Qs. al-Baqarah : 268)

Sikap yang Keliru

Menutup pembahasan ini, kami isyaratkan berbagai sikap yang salah (keliru) yang sering dilakukan oleh banyak orang, -semoga saya dan Anda tidak termasuk mereka-, di antaranya :

Khawatir akan masa depan. Perasaan gundah yang selamanya menghantui karena urusan dunia. Khawatir kehilangan harta dan anak-anak. Rakus. Mencari rizki dengan jalan yang salah. Terlalu bergantung kepada manusia –seperti kepada dokter- sehingga melupakan Allah dan memohon kesembuhan kepada-Nya. Berobat dengan obat-obatan yang diharamkan, seperti berobat dengan khamer. Menggantungkan diri kepada dukun dan tukang sihir.

Semua sikap ini bertentangan dengan tawakkal kepada Allah, keimanan yang kuat menuntut seseorang untuk menjauhi segala macam sikap yang menggerogoti sikap berserah diri kepada Allah.

(Redaksi)

Sumber :
Haditsu al-Mukmin al-Qawiy Khaurun Wa Ahabbu Ilallah, Dr. Falih bin Muhammad bin Falih ash-Shughayyir (e.id, 97- 113 dengan ringkasan).