muiJAKARTA – Fenomena jilboobs (jilbab seksi) mengundang keprihatinan masyarakat, tak terkecuali Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Dewan Pimpinan MUI Bidang Pemberdayaan Perempuan, Keluarga dan Perlindungan Anak, Prof Hj Tutty Alawiyah menilai, jilboobs sudah keluar dari norma agama Islam, juga tidak sesuai dengan etika dan estetika. “Jilboobs ini yang saat ini berkembang menjadi kontradiktif,” ujar Tutty, Ahad (10/8).

Ia mengatakan, pemakaian jilbab oleh anak-anak muda sampai orang tua untuk menutup aurat sebenarnya merupakan hal yang sangat positif. Namun, apa yang ditampilkan oleh para pemakai jilbab seksi tersebut tak sesuai dengan tuntunan Islam. “Jilboobs ini menampilkan sesuatu yang ketat. Hal ini bisa mengundang sesuatu yang negatif dari lawan jenis yang melihatnya.”

Karena itu, ia sangat berharap, para Muslimah mengenakan busana yang sesuai dengan tuntunan agama Islam. “Jangan sampai  hijab dan jilbab tercoreng dengan fenomena jilboobs. Sebab, hijab dan jilbab merupakan perilaku yang mulia.”

Tak hanya muncul di kota-kota besar di Pulau Jawa, fenomena jilboobs juga telah melanda kota lain di luar Jawa, antara lain, Palembang. Ketua MUI Provinsi Sumatra Selatan (MUI Sumsel) Sodikun juga mengaku prihatin dengan fenomena ini.

“Mereka ini adalah anak dan adik-adik kita yang berhijab dengan gaya atau style yang menarik namun menarik untuk hal-hal yang negatif. Seharusnya mereka berhijab secara syar’i, bergaya, dan menarik untuk hal yang positif,” katanya, akhir pekan lalu.

Ia mengatakan, umat Islam patut mengapresiasi para kawula muda yang berhijab. “Namun, kualitas hijab yang mereka pakai seharusnya mampu meningkatkan kualitas keislaman mereka yang sejalan dengan syariah,” ujarnya.

Agar fenomena jilboobs tidak terus berkembang, Sodikun meminta para ulama, ustaz, guru, dan orang tua untuk mengingatkan anak-anak mereka dan remaja putri pada umumnya mengenai etika berjilbab. “Berhijab syar’i sesuai dengan etika, tidak boleh transparan dan menampakkan lekuk tubuh atau aurat,” katanya.

Pelecehan

Syifa Fauziyah, Ketua Hijabers Community Jakarta, juga menyayangkan fenomena jilboobs. Menurutnya, jilboobs merupakan bentuk pelecehan terhadap Muslimah.

Syifa menilai, jilboobs muncul karena para wanita yang berjilbab itu masih dalam situasi berproses. Artinya, mereka masih ragu-ragu dalam berjilbab sehingga enggan mengenakan jilbab panjang yang menutup bagian dada.

Menurut Syifa, Muslimah seharusnya mengenakan jilbab yang panjang. Busana seperti ini, kata dia, merupakan salah satu cara Islam dalam memuliakan kaum perempuan. “Selain itu, dengan memakai jilbab yang sesuai norma agama Islam, seorang wanita akan terlihat lebih cantik.”

Tak hanya mempercantik fisik, menurut Syifa, jilbab juga akan mempercantik perilaku dan keimanan pemakainya. Karena itu, ia berharap, jilboobs tak lagi menjadi fenomena yang terus berkembang di masyarakat. “Perempuan tak perlu ragu-ragu untuk berjilbab sesuai dengan norma agama.” (republika)