Siapa Abu Dzar al-Ghifari? Beliau adalah mualaf yang kemudian dimuliakan oleh Allah dengan Islam lalu menjadi salah seorang sahabat mulia Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam. Namanya adalah Jundub bin Junadah sebagaimana yang disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Katsir di dalam al-Bidayah wan Nihayah. Ia berasal dari suku al-Ghifar, dari keturunan bani Kinanah. Ia adalah orang yang baik. Salah satu cermin kebaikannya adalah ia segera masuk Islam setelah mendengar sabda Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam. Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya bahwa setelah Abu Dzar mendengar dakwah Rasulullah, ia langsung masuk Islam. Kemudian, Nabi berkata kepadanya, “Pulanglah kembali ke kampung halamanmu, beritahukan kepada kaummu tentang Islam, lalu tunggulah perintahku selanjutnya.” Abu Dzar berkata, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, aku akan berterus terang dengan keislamanku di hadapan orang-orang di sini. Ia keluar dan mendatangi Ka’bah, lalu berteriak mengumandangkan suaranya, ‘Aku bersaksi, tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.’ Masyarakat Quraisy pun gempar dan memukulinya hingga tak berdaya. Lalu datanglah Abbas dan menyiram tubuhnya dengan air. Abbas berkata, ‘Celaka kalian, tidakkah kalian tahu bahwa lelaki ini berasal dari Ghifar? Bukankah perjalanan dagang kalian menuju Syam pasti melewati negerinya itu.’ Abbas segera menyelamatkan Abu Dzar. Keesokan harinya, Abu Dzar kembali mengulangi perbuatannya. Masyarakat pun kembali gempar dan memukulinya. Abbas kembali datang dan mengguyurnya dengan air, lalu menyelamatkannya dari keroyokan mereka.

Setelah ia memeluk Islam nampaklah cermin kebaikan pribadinya, sebagai seorang muslim. Ia dikenal tidak pernah meninggalkan jihad bersama Rasulullah semenjak datang di kota Madinah, kecuali atas perintah Rasulullah sendiri. Dikisahkan oleh para ahli sejarah bahwa ia tidak mengikuti dua peperangan, yakni Dzaturriqa’ dan Bani Mushthaliq, karena ia menjadi Amir (pemimpin) di kota Madinah atas perintah Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam. (Shiratun Nabawiyah, Ibnu Hisyam, III: 285)

Kebaikan lain yang merupakan cermin pada pribadi Abu Dzar adalah tutur katanya yang jujur. Abu Dzar berkata, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku, “Tidak pernah ada di bawah kolong langit dan di atas bumi ini orang yang lebih jujur dan lebih menepati janji daripada Abu Dzar, mirip dengan Isa bin Maryam. Mendengar pujian ini, Umar bin al-Khaththab berkata (seperti orang yang iri), ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau mengenalnya seperti itu? Beliau menjawab, “Benar, kenalilah dia seperti itu” (HR. at-Tirmidzi, no.3802)

Abu Dzar senang memberi nasihat yang baik. Apa nasihat-nasihat yang pernah beliau tuturkan? Berikut ini kami nukilkan untuk Anda beberapa untaian nasihat yang sangat berharga yang keluar dari seorang yang jujur kata-katanya ini, yang termaktub di dalam kitab-kitab para ulama, seperti kitab Hilyatul Auliya karya Abu Nu’aim al-Ashbahani, kitab al-Mushannaf fii al-Ahaadiitsi wal Aatsaar karya Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al-Kufii, kitab az-Zuhdu karya Imam Ahmad bin Hanbal dan kitab Fathul Baari Syarah Shahih al-Bukhari karya Ahmad bin Ali bin Hajar Abu al-Fadl al-‘Asqalani asy-Syafi’i.

Abu Dzar pernah berdiri di sisi Masjid dan berkata, “Wahai manusia, saya lelaki bernama Jundub dari al-Ghifar, marilah mendekat kepada saudara yang suka memberi nasihat lagi pengasih ini.” Maka orang-orang pun mengerumuninya. Ia bertanya; “Bagaimana pendapat kalian kalau salah seorang di antara kalian ada yang hendak bepergian, apakah ia akan mempersiapkan perbekalan yang baik baginya dan membawa keselamatannya?” Mereka menjawab, “Tentu saja.” Ia berkata lagi; “Perjalanan menuju hari Kiamat adalah perjalanan kalian yang terjauh. Ambillah perbekalan yang berguna untuk perjalanan kalian.” Mereka bertanya, “Apa perbekalan yang berguna bagi kami? Ia menjawab, “Berhajilah untuk menghadapi perkara yang amat besar (Kiamat), berpuasalah di hari yang sangat panas demi menghadapi hari Kebangkitan, shalatlah dua rakaat di kegelapan malam, untuk menghadapi kejamnya alam kubur, mengucapkan kata-kata yang baik, meninggalkan kata-kata yang jelek untuk menyongsong hari yang besar, bersedekahlah dengan harta kalian, semoga dengan itu kita bisa selamat di saat yang sulit nanti. Jadikanlah dunia ini dalam dua majelis, Satu majelis untuk akhirat dan majelis lain untuk mencari rizki yang halal. Sedangkan majelis selain yang dua itu adalah berbahaya bagimu dan tidak berguna bagimu, maka janganlah engkau menginginkannya. Jadikanlah harta itu dalam dua hal, Satu dirham untuk dibelanjakan oleh anak istrimu dengan cara yang halal, dan satu dirham lain untuk akhiratmu. Sementara selain itu berbahaya dan tidak berguna bagimu, maka janganlah kalian menginginkannya. Lalu, Abu Dzar berteriak keras, “Wahai manusia, sungguh kalian dibinasakan oleh ketamakan yang tidak pernah kalian puas selama-lamanya.” (Hilyatul Auliya’, Abu Nu’aim al-Ashbahani, I:165)

Abu Dzar berkata, “Seorang teman yang saleh itu lebih baik daripada kesendirian. Namun kesendirian lebih baik daripada ditemani oleh teman yang jahat. Orang yang menyampaikan kebaikan itu lebih baik daripada orang yang diam. Namun orang yang diam lebih baik daripada orang yang menyampaikan kejahatan. Menjaga amanah itu lebih baik daripada mendiamkannya. Namun mendiamkan amanah itu lebih baik daripada berburuk sangka” (al-Mushannaf fi al-Ahaaditsi wal Atsaar, Ibnu Abi Syaibah, XV:123)

Abu Dzar berkata, “Maukah engkau kuberitahukan tentang hari yang aku amat membutuhkan, yakni hari ketika aku dikuburkan, itulah hari aku sangat membutuhkan” (al-Mushannaf fi al-Ahaaditsi wal Atsaar, Ibnu Abi Syaibah, VII:164)

Abu Dzar berkata, “Pemilik dua dirham lebih besar hisabnya di hari Kiamat daripada pemilik satu dirham” (az-Zuhd, Imam Ahmad, hal. 214 )

Abu Dzar berkata kepada istrinya, “Wahai Ummu Dzar, sesungguhnya di hadapan kita ada aral melintang, orang yang membawa beban ringan lebih baik daripada yang membawa beban berat”(az-Zuhdu, Imam Ahmad, hal. 215)

Abu Dzar berkata, “Beri kabar orang-orang yang menumpuk harta itu bahwa mereka akan dibakar dengan batu panas di Neraka Jahannam, lalu batu itu akan diletakkan di bagian puting susu salah seorang di antara mereka sehingga keluar dari ujung tulang pundaknya, lalu diletakkan di tulang pundaknya hingga keluar bergoyang-goyang dari puting susunya.” (Fathul Bari, Ibnu Hajar, III : 219)

Abu Dzar berkata, “Tidakkah engkau melihat orang banyak? Betapa banyak mereka, namun tidak ada sedikitpun kebaikan, kecuali orang yang bertakwa, atau orang yang bertaubat” (az-Zuhd, Imam Ahmad, hal. 214)

Abu Dzar berkata, “Mereka semua dilahirkan untuk mati, dimakmurkan untuk menghadapi kehancuran, bersikap tamak memperebutkan yang fana dan meninggalkan yang kekal selamanya. Sungguh amat bagus dua hal yang dibenci manusia,‘Kematian dan kemiskinan.’” (Hilyatul Auliya’, I:163 )

Wallahu ‘alam bish shawab
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat beliau dan orang-orang yang mengikuti sunnahnya dengan baik hingga akhir zaman. (Redaksi)

[Sumber:Abu Dzar al-Ghifari & Wasiat Rasulullah, Darul Haq, Jakarta dengan beberapa tambahan]