nasikhTujuan diturunkannya syari’at samawiyah oleh Allah kepada para rasul-Nya ialah untuk memperbaiki umat di bidang akidah, ibadah dan mu’amalah. Akidah semua ajaran samawi itu satu dan tidak mengalami perubahan, karena ditegakkan atas dasar tauhid uluhiyah dan rububiyah, maka dakwah atau seruan para rasul kepada akidah yang satu itu pun semuanya sama.

Allah berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ [الأنبياء : 25]

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang haq)selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (Al-Anbiya: 25)

Tentang bidang ibadah dan mu’amalah, prinsip dasar umumnya adalah sama, yaitu bertujuan membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan masyarakat serta mengikatnya dengan ikatan kerja sama dan persaudaraan. Walaupun demikian, tuntutan kebutuhan setiap umat terkadang berbeda satu dengan yang lain. Apa yang cocok untuk satu kaum pada suatu masa mungkin tidak cocok lagi pada masa yang lain. Di samping itu, perjalanan dakwah pada taraf pertumbuhan dan pembentukan tidak sama dengan perjalanannya sesudah memasuki era perkembangan dan pembangunan. Demikian juga hikmah tasyri’ (pemberlakuan hukum) pada suatu periode akan berbeda dengan hikmah tasyri’ pada periode yang lain. Tetapi tidak diragukan lagi bahwa pembuat syari’at, yaitu Allah, rahmat dan ilmuNya meliputi segala sesuatu, dan otoritas memerintah dan melarang pun hanya milikNya.

لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ [الأنبياء : 23]

“Dia tidak diminta tanggungjawab tentang apa yang diperbuat-Nya tetapi merekalah yang akan ditanya tentang tanggungjawab itu.” (Al-Anbiya’ : 23)

Pengertian Naskh Dan Syarat-syaratnya

Naskh menurut bahasa dipergunakan untuk arti izalah (menghilangkan). Misalnya dikatakan: nasakhat asy-syamsu azh-zhila, artinya, matahari menghilangkan bayang-bayang; dan nasakhat ar-rih atsara al-masyyi, artinya, angin menghapuskan jejak langkah kaki, kata “nakh” juga dipergunakan untuk makna memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain. Misalnya: nasakhtu al-khitab, artinya, saya menyalin isi kitab. Di dalam al-Qur’an dikatakan:

إنا كنا نستنسخ ما كنتم تعلمون

“Sesungguhnya Kami menyuruh untuk menasakh apa yang dahulu kalian kerjakan.” (al-Jatsiyah: 29). Maksudnya, Kami (Allah) memindahkan amal perbuatan ke dalam lembaran-lembaran catatan amal.

Pengertian Naskh Secara Istilah

Menurut istilah naskh ialah “mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum syara’ yang lain..” disebutkannya kata “hukum” di sini, menunjukkan bahwa prinsip “segala sesuatu hukum asalnya boleh” (Al-Bara’ah al-Ashliyah) tidak termasuk yang dinasakh. Kata-kata “dengan dalil hukum syara” mengecualikan pengangkatan (penghapusan) hukum yang disebabkan kematian atau gila, atau penghapusan dengan ijma’ atau qiyas.

Kata nasikh (yang menghapus) maksudnya adalah Allah, seperti firman-Nya:

مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ [البقرة : 106]

“Dan tidaklah Kami menghapus suatu ayat… “ (Al-Baqarah:106)

Kata itu juga digunakan untuk ayat atau sesuatu yang dengannya naskh dapat diketahui. Maka dikatakan: “Hadzihi al-ayat nasikhah li ayat kadza” (ayat ini menghapus ayat itu); dan digunakan pula untuk hukum menghapus hukum yang lain.

Mansukh adalah hukum yang diangkat atau yang dihapuskan. Maka ayat mawarits (warisan) dan hukum yang terkandung di dalamnya orang tua atau kerabat sebagaimana akan dijelaskan.

Dari uraian di atas dapat disempulkan bahwa dalam naskh diperlukan syarat-syarat berikut:

1. Hukum yang mansukh adalah hukum syara

2. Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitahab syar’i yang datang lebih kemudian dari khithab yang hukumnya dimansukh.

3. Khithab yang dihapuskan atau diangkat hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu tertentu. sebab jika tidak demikian maka hukum akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut. Dan yang demikian tidak dinamakan naskh.

Makki berkata: “Segolongan ulama menegaskan bahwa khithab yang mengisyaratkan waktu dan batas tertentu, seperti firman Allah :

فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ [البقرة : 109]

“Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka sampai Allah mendatangkan perintaNya”(al-Baqarah 109), ada yang muhkam, tidak mansukh,sebab ia dikaitkan dengan batas waktu, dan sesuatu yang dibatasi oleh waktu tidak ada naskh di dalamnya”
………………….. bersambung, insya Alloh……….

Sumber: Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an,Syaikh Manna’ Al-Qaththan,Pustaka al-Kautsar, Hal.284