عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَحْتَجِرُ حَصِيرًا بِاللَّيْلِ فَيُصَلِّي عَلَيْهِ وَيَبْسُطُهُ بِالنَّهَارِ فَيَجْلِسُ عَلَيْهِ فَجَعَلَ النَّاسُ يَثُوبُونَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُصَلُّونَ بِصَلَاتِهِ حَتَّى كَثُرُوا فَأَقْبَلَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ خُذُوا مِنْ الْأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ

“Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan tikar sebagai kamar (pembatas di masjid) pada malam hari lalu shalat di dalamnya, dan membentangkannya pada siang hari lalu duduk di atasnya. Maka manusia mulai berkumpul di belakang Nabi, dan shalat mengikuti beliau. Hingga ketika jumlah mereka banyak, beliau menghadap mereka seraya bersabda, “Wahai manusia, lakukanlah amalan yang mampu kalian kerjakan, karena sungguh Allah tidaklah bosan hingga kalian bosan. Dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang terus menerus dilakukan, sekalipun sedikit.” (HR. Bukhari no. 5861).

Dalam beramal, setiap orang pastilah menginginkan agar amalnya diterima di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dibalas dengan ganjaran yang terbaik. Sehingga mereka pun banyak yang memanfaatkan saat semangatnya untuk beramal sebanyak mungkin, namun di waktu bosan mereka akan beramal sedikit, atau bahkan tidak beramal sama sekali. Dalam hadits yang mulia di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan, bahwa faktor kontinuitas (istikamah) sangat menentukan kualitas ibadah berikut nilai pahalanya, dan itulah amalan yang paling dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, sekalipun dilakukan sedikit demi sedikit.

Imam An-Nawawi berkata, “Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk mudawamah (kontinuitas) dalam beramal. Bahwa amal yang sedikit tetapi terus menerus lebih baik daripada amalan yang banyak namun terputus. Karena dengan melanggengkan amal yang sedikit, akan langgeng pula ketaatan, dzikir, muraqabah, niat, keikhlasan, dan pengharapan kepada Sang Khaliq Subhanahu wa Ta’ala. Sesuatu yang sedikit tetapi langgeng akan membuahkan hasil berkali lipat dibandingkan yang banyak namun terputus.” (Syarh Shahih Muslim, 6/71).

Sebagai contoh, membaca Al-Qur`an satu atau dua halaman terus menerus setiap hari lebih baik, jika dibandingkan membaca tiga juz tetapi hanya sebulan sekali. Shalat Dhuha dua rakaat setiap hari, lebih baik daripada delapan rakaat tetapi seminggu sekali, dan begitu seterusnya.

Keutamaan istikamah (kontinuitas) dalam ibadah

Istikamah dalam beribadah memiliki banyak sekali keutamaan, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji para hamba-Nya yang tegar beristikamah dalam ibadah mereka. Di antara keutamaannya ialah:

  1. Diturunkan ketenangan dan mendapat kabar gembira berupa surga

Terdapat banyak ayat yang menjelaskan hal ini, di antaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Rabb Kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, ‘Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’” (QS. Fushshilat: 30).

  1. Amalan yang paling dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala

Sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Dan pada kesempatan yang lain, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  ditanya tentang amalan apakah yang paling dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka beliau menjawab:

أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

“Yaitu amalan yang paling dilanggengkan (selalu dilakukan terus menerus), sekalipun sedikit.” (HR. Bukhari no. 6465).

Maka, ibadah yang lebih dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala akan lebih berharga di sisi-Nya, dan Dia akan memberikan balasan pahala yang berlipat dibandingkan lainnya.

  1. Pahala yang tidak terputus

Seorang hamba yang beramal dengan kontinuitas, pahalanya akan terus mengalir, sekalipun ia tidak bisa melaksanakannya ketika ada udzur yang dibolehkan syari’at, seperti sakit dan bepergian. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda,

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

“Jika seorang hamba sakit atau bepergian, maka akan dituliskan baginya (pahala) sebagaimana amalan yang ia lakukan selama bermukim dan sehat.” (HR. Bukhari no. 2996).

  1. Kelapangan rezeki di dunia

Selain akan mendapat beragam keutamaan di atas, hamba yang istikamah pun akan meraih kemudahan dan kelapanan rezeki di dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا

“Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).” (QS. Al-Jin: 16).

  1. Istiqamah adalah bentuk karomah teragung

Istikamah amat berat dijalankan, hanya hamba yang diberi kemudahan oleh-Nya yang selalu teguh dalam istikamah. Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah berkata, “Sebagian ulama yang bijak berkata, ‘Jadilah orang yang selalu istikamah (dalam menjalankan ketaatan kepada Allah), dan jangan menjadi orang yang suka mencari karomah. Karena sesungguhnya jiwamu suka bergerak dalam mencari karomah. Sedangkan Rabbmu (Allah) hanya menuntutmu agar engkau selalu istikamah (di atas agama-Nya). Dan aku pernah mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, ‘(Bentuk) karomah yang paling agung ialah upaya seorang hamba agar senantiasa istikamah (di atas ketaatan kepada Allah).” (Madarij As-Salikin, 2/106).

 

Kiat-Kiat Menjaga Istikamah

Setan tidak akan pernah berhenti memalingkan manusia dari ketaatan, mereka juga berupaya menghentikan hamba dari istikamahnya dalam ibadah. Maka dibutuhkan banyak kiat agar kita tetap teguh di atas istikamah, beragam cara tersebut di antaranya:

  1. Selalu berusaha untuk senantiasa konsekuen dan konsisten dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
  2. Muraqabatullah, yaitu selalu merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala baik dalam keadaan sendiri maupun terang-terangan.
  3. Muhasabah, yaitu mengintrospeksi segala amal perbuatan yang telah dikerjakan, dan Mujahadah, yaitu berjuang sungguh-sungguh dalam menggembleng jiwa di atas ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  4. Ikhlas dalam beramal dan mutaba’ah (mengikuti petunjuk dan tuntunan Rasulullah).
  5. Menjaga shalat lima waktu dengan berjama’ah di masjid.
  6. Berani dalam melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.
  7. Senantiasa menuntut ilmu syar’i.
  8. Takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengingat pedihnya siksa neraka.
  9. Mencari teman yang saleh.
  10. Menjaga hati, lisan, dan anggota badan, serta sabar dari hal-hal yang diharamkan.
  11. Mengetahui langkah-langkah dan tipu daya setan, agar bisa menghindarinya.
  12. Senantiasa berdzikir dan berdo’a agar diteguhkan di atas istikamah.

Di antara do’a yang sering Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam baca ialah:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

“Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamamu.” (HR. At-Tirmdizi no. 3522).

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk para hamba yang tegar beristikamah dalam iman, takwa, dan amal saleh hingga akhir hayat kita. Amin. Wallahu a’lam. (Abu Hasan Agus Dwiyanto, Lc.).

 

Referensi:

  1. Syarh Shahih Muslim, Imam An-Nawawi.
  2. Madarij As-Salikin, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
  3. Al-Istiqamah Tsamaratuha wa Tsawabituha wa Mu’awwiqatuha, Abdullah Hamud Al-Furaih, dll.