Ketika Rasulullah berhenti di Marru Adz-Dzahran, Al-Abbas bin Abdul Muththalib radhiyallahu ‘anhu berkata:“Hati-hatilah hai oarang-orang Quraisy pagi ini. Demi Allah, jika Rasulullah memasuki Makkah dengan kekerasan dan sebelum itu mereka (orang-orang Quraisy) tidak datang meminta jaminan keamanan kepada beliau, maka itu adalah kehancuran mereka sepanjang zaman.”

Al-Abbas bin Abdul Muththalib berkata, ‘Setelah itu, aku duduk di atas Baghal milik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berwarna putih dan keluar dengan menaikinya. Ketika aku tiba di pohon ‘Arak, aku berkata:‘Mudah-mudahan aku dapat bertemu salah seorang pencari kayu bakar, atau penggembala unta, atau penggembala kambing, atau orang yang mempunyai keperluan pergi ke Makkah, yang bisa menjelaskan kepada mereka kebe-radaan Rasulullah, kemudian mereka datang kepada beliau untuk memin-ta jaminan keamanan kepada beliau sebelum beliau memasuki ke tempat mereka dengan kekerasan.’

Demi Allah, aku terus berjalan di atas baghal milik Rasulullah dan mencari salah satu dari orang yang aku cari. Tiba-tiba aku mendengar ucapan Abu Sofyan bin Harb dan Budail bin Warqa’ yang sedang tukar pendapat. Abu Sofyan bin Harb berkata, ‘Aku tidak pernah melihat api dan markas tentara seperti pada malam ini’. Budail bin Warqa’ berkata: ‘Demi Allah, itu adalah kabilah Khuza’ah yang sedang menyalakan api.’ Abu Sofyan bin Harb berkata, ‘Api kabilah Khuza’ah dan markasnya tidak sebesar itu’.

Aku mengenali suara Abu Sofyan bin Harb. Aku berkata:‘Hai Abu Handzalah.’ Abu Sofyan bin Harb juga mengenali suaraku, kemudian ia berkata:‘Hai Abu Al-Fadhl.’ Aku berkata:‘Ya betul’ Abu Sofyan bin Harb berkata:‘Ayah-ibuku menjadi tebusanmu, apakah gerangan yang menimpamu?’ Aku berkata:‘Celakalah engkau wahai Abu Sofyan, inilah Rasulullah sedang bersama pengikutnya. Demi Allah, hati-hatilah orang-orang Quraisy pada pagi ini.’ Abu Sofyan bin Harb berkata:‘Ayah-ibuku menjadi tebusanmu, bagaimana cara menghindar dari itu semua?’ ‘Demi Allah, jika Rasulullah berhasil menangkapmu, beliau pasti memenggal lehermu. Oleh karena itu, naiklah di belakang baghal ini, hingga aku membawamu ke tempat Rasulullah, kemudian engkau meminta jaminan keamanan untukmu kepada beliau.’

Abu Sofyan bin Harb pun naik di belakangku, sedang kedua temannya pulang ke Makkah. Aku membawa Abu Sofyan bin Harb dan setiap kali aku melewati api kaum muslimin, mereka bertanya, ‘Siapa orang ini?’ Ketika mereka melihat Baghal milik Rasulullah dan aku berada di atasnya, mereka berkata, ‘Paman Rasulullah sedang mengendarai Baghal beliau’. Aku terus berjalan hingga melewati api Umar bin Khaththab. Ia berkata:‘Siapa ini?’ Ia mendekatiku dan ketika ia melihat Abu Sofyan bin Harb, ia berkata, ‘Abu Sofyan musuh Allah. Segala puji bagi Allah yang telah menaklukkanmu tanpa perjanjian sebelumnya.

Ketika Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berlari menuju tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sedang aku memacu Baghal hingga mendahului Umar bin Khaththab seperti halnya hewan pelan yang mendahului orang yang jalannya pelan. Aku turun dari baghal kemudian masuk ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan pada saat yang sama Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu masuk ke tempat beliau. Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata:‘Wahai Rasulullah, inilah Abu Sofyan. Allah telah menaklukkannya tanpa perjanjian sebelumnya. Oleh karena itu, izinkan aku memenggal lehernya.’ Aku berkata:‘Wahai Rasulullah, aku telah melindungi Abu Sofyan bin Harb.’ Setelah itu, aku duduk dekat Rasulullah dan memegang kepala beliau sambil berkata:‘Demi Allah, pada malam ini tidak boleh ada orang lain selian diriku yang berbicara denganmu.’ Ketika Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu banyak bicara tentang Abu Sofyan bin Harb, aku berkata:‘Tahan dirimu hai Umar. Demi Allah, seandainya Abu Sofyan bin Harb berasal dari Bani Adi bin Ka’ab, engkau tidak akan berkata seperti tadi. Engkau berkata seperti tadi, karena engkau tahu bahwa Abu Sofyan bin Harb berasal dari Bani Abdu Manaf.’ Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata:‘Tahan dirimu, hai Al-Abbas. Demi Allah, ke-Islamanmu ketika engkau masuk Islam itu lebih aku sukai daripada ke-Islaman Khaththab jika ia masuk Islam. Aku juga tahu kalau ke-Islamanmu itu lebih disukai Rasulullah daripada ke-Islaman Khaththab jika ia masuk Islam.’ Rasulullah bersabda:‘Hai Al-Abbas, pergilah dengan Abu Sofyan bin Harb ke tempat istirahatmu dan menghadaplah kepadaku esok hari’.”

Al-Abbas bin Abdul Muththalib radhiyallahu ‘anhu berkata:“Aku membawa pergi Abu Sofyan bin Harb ke tempat istirahatku dan ia menginap di tempatku. Esok paginya, aku membawa Abu Sofyan bin Harb ke tempat Rasulullah. Ketika beliau melihat Abu Sofyan bin Harb, beliau bersabda:‘Celakalah engkau wahai Abu Sofyan, apakah belum tiba waktu bagimu untuk mengetahui bahwa tidak ada Ilah (sesembahan) yang haq yang selain Allah?’ Abu Sofyan bin Harb berkata:‘Ayah-ibuku menjadi tebusan bagimu, engkau amat lembut, mulia, dan penyambung hubungan kekerabatan. Demi Allah, sungguh aku telah meyakini seandainya ada Tuhan lain selain Allah, maka Tuhan tersebut pasti mencukupiku dengan sesuatu’ Rasulullah bersabda:‘Celakalah engkau hai Abu Sofyan, apakah belum tiba bagimu untuk mengetahui bahwa aku adalah utusan Allah?’ Abu Sofyan bin Harb berkata:‘Ayah-ibuku menjadi tebusan bagimu, engkau amat lembut, mulia, dan penyambung kekerabatan. Adapun hal ini, demi Allah, di hatiku masih terdapat ganjalan hingga sekarang ini.’ Al-Abbas bin Abdul Muththalib berkata kepada Abu Sofyan bin Harb:‘Celakalah engkau, hai Abu Sofyan, masuk Islamlah. Bersaksilah bahwa tidak ada Ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah sebelum engkau dipenggal lehermu.’

Abu Sofyan bin Harb pun bersaksi dengan syahadat yang benar dan masuk Islam. Aku berkata:‘Wahai Rasulullah, Abu Sofyan bin Harb adalah orang yang senang dengan kebanggaan, oleh karena itu, berikan sesuatu kepadanya.’ Rasulullah bersabda:‘Ya, barangsiapa memasuki rumah Abu Sofyan bin Harb, ia aman. Barangsiapa menutup pintu rumah-nya, ia aman. Dan barangsiapa memasuki Masjidil Haram, ia aman’.”

“Ketika Abu Sofyan bin Harb telah pergi, Rasulullah bersabda:‘Hai Al-Abbas, tahan Abu Sofyan bin Harb di tempat sempit di depan gunung, agar pasukan Allah melewatinya dan ia melihat mereka.’ Aku segera keluar dan menahan Abu Sofyan bin Harb di tempat yang diperintahkan Rasulullah. Tidak lama kemudian, berbagai kabilah berjalan melewatinya dengan membawa bendera masing-masing. Setiap satu kabilah lewat, Abu Sofyan bin Harb berkata:‘Hai Al-Abbas, siapa ini?’ Aku berkata:‘Ini kabilah Sulaim.’ Abu Sofyan bin Harb berkata:‘Apa urusanku dengan kabilah Sulaim.’Kabilah lain lewat, kemudian Abu Sofyan bin Harb berkata:‘Hai Al-Abbas, ini siapa?’ Aku berkata:‘Ini kabilah Muzainah.’ Abu Sofyan bin Harb berkata:‘Apa urusanku dengan kabilah Muzainah.’ Setiap kali kabilah lewat, Abu Sofyan bertanya kepadaku tentang kabilah tersebut dan ketika aku telah menjelaskan kabilah tersebut kepadanya, ia berkata, ‘Apa urusanku dengannya’. Itulah hingga akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lewat dengan pasukannya yang berwarna hijau.

“Pasukan Rasulullah dikatakan hijau karena besinya banyak dan warna hijau lebih mendominasi pasukan ini”.

Ibnu Ishaq berkata:“Dalam pasukan tersebut terdapat kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka semua mengenakan baju besi. Abu Sofyan bin Harb berkata:‘Mahasuci Allah, wahai Al-Abbas, siapa mereka?’ Al-Abbas bin Abdul Muththalib menjawab: ‘Itulah Rasulullah bersama kaum Muhajirin dan Anshar.’ Abu Sofyan bin Harb berkata:‘Tidak ada satu pun orang yang mempunyai kekuatan untuk menghadapi mereka. Demi Allah, wahai Al-Abbas, kerajaan anak saudaramu besok pagi menjadi sangat agung’ Al-Abbas bin Abdul Muththalib berkata: ‘Hai Abu Sofyan, itulah kenabian.’ Abu Sofyan bin Harb berkata:‘Ya betul.’ Al-Abbas bin Abdul Muththalib berkata:‘Sekarang segeralah pergi kepada kaummu.’

Ketika Abu Sofyan bin Harb tiba di hadapan orang-orang Quraisy, ia berteriak dengan suara terkerasnya:‘Hai orang-orang Quraisy, inilah Muhammad datang kepada kalian dengan membawa pasukan yang tiada tandingannya. Oleh karena itu, barangsiapa memasuki rumah Abu Sofyan, ia aman.’ Hindun binti Utbah mendekat kepada Abu Sofyan bin Harb, memegang kumisnya, dan berkata: ‘Perangilah orang yang besar badannya, banyak lemaknya, dan orang sesat. Sungguh engkau sejelek-jelek pemimpin kaum.’ Abu Sofyan bin Harb berkata:‘Celakalah kalian, janganlah kalian tertipu oleh wanita ini. Sungguh Muhammad datang kepada kalian dengan pasukan yang tidak ada tandingannya. Barangsiapa memasuki rumah Abu Sofyan, ia aman.’ Orang-orang Quraisy berkata:‘Semoga Allah membunuhmu. Apa arti rumahmu bagi kami?’ Abu Sofyan bin Harb berkata:‘Barangsiapa menutup pintu rumahnya, ia aman. Dan barangsiapa memasuki Masjidil Haram, ia aman.’ Orang-orang Quraisy pun berpencar-pencar; ada yang pergi ke rumah-rumah mereka dan ada yang pergi ke Masjidil Haram”.

Abdullah bin Abu Bakr berkata kepadaku bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Dzi Thuwa, beliau berdiri di atas hewan kendaraannya, bersorban dengan separoh burdah dari Yaman yang berjahit dan berwarna merah. Beliau menundukkan wajah karena tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika melihat penaklukan yang diberikan Allah kepada beliau, hingga jenggotnya nyaris menyentuh pelana bagian tengah.

Asma’ binti Abu Bakar, berkata:“Ketika Rasulullah berhenti di Dzithuwa, Abu Quhafah berkata kepada putri bungsunya: ‘Putriku, bawalah aku naik ke Gunung Abu Qais.’ Abu Quhafah sudah buta. Aku membawanya naik ke Gunung Qais. Ia berkata:‘Hai putriku, apa yang engkau lihat?’ Putrinya berkata:‘Aku lihat warna hitam yang berkumpul’ Abu Quhafah berkata:‘Itu pasukan berkuda.’ Putri bungsunya berkata:‘Aku juga melihat orang mondar-mandir berjalan di depan mereka.’ Abu Quhafah berkata:‘Putriku, dialah pengatur.’ Ia memerintahkan pasukan berkuda dan berada di depannya.’ Putrinya berkata:‘Demi Allah, warna hitam itu menyebar.’ Abu Quhafah berkata:‘Demi Allah, pasukan berkuda telah berjalan, oleh karena itu, bawa aku segera pulang ke rumah.’ Putri bungsu Abu Quhafah membawa Abu Quhafah turun dan bertemu pasukan berkuda tersebut sebelum tiba di rumah. Putri bungsu Abu Quhafah mengenakan kalung dari perak dan berpapasan dengan salah seorang dari pasukan berkuda kemudian memutus kalung tersebut dari lehernya.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki Makkah dan Masjidil Haram, Abu Bakar datang menuntun ayahnya kepada beliau. Ketika beliau melihat ayah Abu Bakar, beliau bersabda:‘Hai Abu Bakar, kenapa engkau tidak membiarkan ayahmu di rumah dan aku saja yang datang kepadanya?’ Abu Bakar menjawab:‘Wahai Rasulullah, ayahku lebih berhak berjalan kepadamu daripada engkau datang kepadanya.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendudukkan Abu Quhafah di depan beliau, mengusap dadanya, dan bersabda kepada-nya:‘Masuk Islamlah.’Abu Quhafah pun masuk Islam. Tidak lama setelah itu, Abu Bakar membawa ayahnya kepada Rasulullah dan kepalanya seperti tumbuh-tumbuhan Tsaqhamah. Beliau bersabda:‘Rubahlah warna rambutnya’Abu Bakar berdiri, memegang tangan saudara perempuannya, dan berkata:‘Aku bersumpah kepada Allah dan Islam, siapa yang mengambil kalung saudara perempuanku.’ Tidak ada satu pun orang yang menjawab pertanyaan Abu Bakar, kemudian ia berkata:‘Wahai saudara perempuanku, relakan kalungmu, demi Allah, kejujuran di manusia pada hari ini amat sedikit’.”

“Sandi kaum muslimin di penaklukan Makkah, Perang Hunain, dan Perang Thaif adalah sebagai berikut;

1. Sandi kaum Muhajirin adalah ya bani Abdurrahman.

2. Sandi kaum Al-Khazraj adalah ya bani Abdillah.

3. Sandi kaum Al-Aus adalah ya bani Ubaidillah”.

“Rasulullah telah berpesan kepada para komandan pasukannya –ketika beliau memerintahkan mereka memasuki Makkah– agar mereka tidak memerangi siapa pun kecuali orang-orang yang memerangi mereka dan beberapa orang yang harus dibunuh kendati orang-orang tersebut bergantung di kain Ka’bah.

Orang-orang tersebut adalah sebagai berikut:

1. Abdullah bin Sa’ad

Ia saudara Bani Amir bin Luay, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan para komandan perang membunuhnya, karena tadinya ia masuk Islam dan menulis wahyu untuk beliau, namun kemudian murtad dan pulang kepada orang-orang Quraisy. Abdullah bin Sa’ad lari kepada Utsman bin Affan –saudara susuannya– dan Utsman bin Affan menyembunyikannya kemudian membawanya kepada Rasulullah ketika kaum muslimin dan penduduk Makkah telah merasa tenang. Utsman bin Affan meminta jaminan keamanan kepada Rasulullah untuk Abdullah bin Sa’ad, namun beliau diam lama sekali, kemudian bersabda:‘Ya’ Ketika Utsman bin Affan telah meninggalkan Rasulullah, beliau bersabda kepada para sahabat yang ada di sekitar beliau: ‘Aku diam lama tadi karena aku berharap ada salah seorang dari kalian yang berdiri kemudian memenggal leher Abdullah bin Sa’ad.’. Salah seorang dari kaum Al-Anshar berkata:‘Kenapa engkau tidak memberi isyarat kepadaku, wahai Rasulullah?’ Rasulullah bersabda:‘Nabi itu tidak boleh membunuh dengan memberi isyarat.’

2. Abdullah bin Khathal

Ia salah seorang dari Bani Tamim bin Ghalib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan pembunuhan terhadapnya, karena tadinya, ia muslim dan beliau mengutusnya sebagai petugas zakat ke salah satu daerah bersama salah seorang dari kaum Anshar dan mantan budak Abdullah bin Khaththal yang muslim. Ia berhenti di suatu tempat, kemudian menyuruh mantan budaknya menyembelih kambing hutan miliknya dan membuat makanan untuknya. Setelah itu, Abdullah bin Khaththal tidur. Ketika ia bangun, ia melihat mantan budaknya tidak membuatkan makanan untuknya, kemudian ia menyerangnya hingga tewas. Setelah itu, ia murtad. Ia mempunyai dua penyanyi wanita pelacur dan istri. Kedua penyanyi wanita yang pelacur tersebut bernyanyi menghina Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian beliau memerintahkan pembunuhan keduanya bersama Abdullah bin Khaththal.

3. Al-Huwairits bin Nuqaidz

Ia termasuk orang yang menyakiti Rasulullah di Makkah.

4. Miqyas bin Shubabah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan pembunuhan terhadap Miqyas bin Shubabah, karena ia telah membunuh salah seorang dari kaum Anshar yang membunuh saudaranya dengan tidak sengaja dan karena ia pulang ke Quraisy dalam keadaan murtad.

5 dan 6. Sarah dan Ikrimah bin Abu Jahal

Sarah adalah mantan budak salah seorang dari Bani Abdul Muththalib, sedang Ikrimah adalah anak Abu Jahal. Sarah termasuk wanita yang menyakiti Rasulullah di Makkah. Adapun Ikrimah bin Abu Jahal, ia kabur ke Yaman, sedang istrinya, Ummu Hakim binti Al-Harits bin Hisyam, masuk Islam kemudian memintakan jaminan keamanan untuknya kepada Rasulullah, dan beliau mengabulkan permintaannya. Setelah itu, Ummu Hakim binti Al-Harits pergi mencari suaminya ke Yaman hingga akhirnya berhasil membawanya kepada Rasulullah dan masuk Islam.

Abdullah bin Khathal dibunuh Sa’id bin Harits Al-Makhzumi dan Abu Barzah Al-Aslami. Miqyas bin Shubabah dibunuh Numailah bin Abdullah, salah se-orang dari kaumnya sendiri. Tentang pembunuhan Miqyas bin Shubabah, saudara perempuannya berkata:
‘Aku bersumpah, sungguh Numailah telah menghinakan kaumnya
Dan melukai tamu-tamu musim hujan dengan membunuh Miqyas
Sungguh indah mata yang melihat orang seperti Miqyas
Jika wanita-wanita nifas tidak dibuatkan makanan setelah melahirkan’

Sedang dua penyanyi wanita pelacur Abdullah bin Khathal, salah satu dari keduanya dibunuh, sedang satunya melarikan diri, kemudian meminta jaminan keamanan kepada Rasulullah dan beliau mengabulkan permintaannya.

Sarah juga meminta jaminan keamanan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau memberinya. Pada zaman pemerintahan Umar bin Khaththab, ia diinjak kuda salah seorang di salah satu Al-Abthah hingga ia meninggal dunia.

Sedang Al-Huwairits bin Nuqaidz, ia dibunuh Ali bin Abu Thalib”.

Ummu Hani’ binti Abu Thalib berkata “Ketika Rasulullah berhenti di Makkah Atas, dua orang dari paman-pamanku dari Bani Makhzum lari kepadaku –ketika itu, Ummu Hani’ diperistri Abu Habirah bin Abu Wahb Al-Makhzumi– kemudian saudaraku, Ali bin Abu Thalib, datang kepadaku dan berkata:‘Demi Allah, akan kubunuh dua orang ini.’ Aku tutup pintu rumahku untuk melindungi kedua orang tersebut, kemudian aku pergi ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Makkah Atas. Aku lihat beliau mandi dengan mangkok yang di dalamnya terdapat bekas adonan roti, sedang Fathimah menutupinya dengan kainnya. Setelah mandi, beliau mengambil baju, mengenakannya, mengerjakan shalat Dhuha sebanyak delapan raka’at, datang kepadaku, kemudian bersabda:‘Selamat datang wahai Ummu Hani’, kenapa engkau datang kemari?’ Aku jelaskan kepada beliau tentang dua orang yang berada di rumahku dan rencana Ali bin Abu Thalib untuk membunuh keduanya. Beliau bersabda:‘Aku lindungi orang yang engkau lindungi dan memberi keamanan kepada orang yang engkau beri keamanan. Oleh karena itu, Ali bin Abu Thalib jangan sekali-kali membunuh kedua orang tersebut.’

Shafiyyah binti Syaibah berkata:“Ketika Rasulullah turun ke Makkah dan manusia sudah merasa tenang, beliau pergi ke Baitullah dan thawaf di dalamnya sebanyak tujuh kali putaran di atas unta beliau dan mengusap rukun dengan tongkat. Usai melakukan thawaf, beliau memanggil Utsman bin Thalhah dan mengambil kunci Ka’bah darinya. Beliau membuka Ka’bah, memasukinya, mendapati patung burung merpati dari kayu, kemudian beliau memecahkannya dan membuangnya.”

“Setelah itu, Rasulullah berdiri di depan Ka’bah, sedang manusia berkumpul di Masjidil Haram”.

Ibnu Ishaq berkata:”Salah seorang ulama berkata kepadaku bahwa Rasulullah berdiri di pintu Ka’bah, kemudian bersabda:‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang tidak ada sekutu bagiNya. Dia telah menepati janji, memenangkan hambaNya, dan menaklukkan pasukan sekutu sendirian. Ketahuilah, semua kemuliaan, atau darah, atau kekayaan yang didakwakan itu barada di bawah kedua kakiku ini, kecuali pelayan Ka’bah dan pemberi minuman kepada jama’ah haji. Ketahuilah, korban pembunuhan karena salah sasaran itu sama dengan pembunuhan semi sengaja dengan cambuk dan tongkat, maka diyatnya sangat diperberat yaitu seratus unta; empat puluh ekor daripadanya dalam keadaan hamil. Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya Allah telah menghilangkan semangat jahiliyah dan mengagung-agungkan nenek moyang dari kalian, karena semua manusia berasal dari Adam dan Adam berasal dari tanah.’

Rasulullah membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


يَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ {13}

”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal-mengenal; sesungguh-nya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(Al-Hujurat: 13)

Beliau bersabda lagi:‘Hai orang-orang Quraisy, menurut kalian apa yang akan aku perbuat terhadap kalian.’ Orang-orang Quraisy menjawab: ‘Kebaikan, karena engkau saudara yang baik dan anak saudara yang baik.; Rasulullah bersabda:‘Pergilah, kalian bebas.’ Setelah itu, Rasulullah duduk di Masjidil Haram, kemudian Ali bin Abu Thalib datang kepada beliau dengan membawa kunci Ka’bah. Ali bin Abu Thalib berkata:[]i‘Wahai Rasulullah, kumpulkan untuk kami penjaga Ka’bah dan pemberi air minum jama’ah haji, semoga Allah memberi shalawat kepadamu.’ Rasulullah bersabda:‘Mana Utsman bin Thalhah?’ Utsman bin Thalhah pun dipanggil, kemudian beliau bersabda: ‘Inilah kuncimu, hai Utsman. Hari ini hari kebaikan dan pemenuhan janji’.”

Ibnu Hisyam berkata:” Salah seorang ulama berkata kepadaku bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki Baitullah pada hari penaklukan Makkah, kemudian melihat gambar-gambar para malaikat dan lain-lain di dalamnya. Beliau juga melihat Nabi Ibrahim ‘alaihissalam digambar dengan memegang dadu untuk undian. Beliau bersabda:‘Semoga Allah mematikan mereka. Mereka menjadikan orang tua kita, Nabi Ibrahim, mengundi dengan undian.’ Apa kaitan Ibrahim dengan undian, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


مَاكَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلاَ نَصْرَانِيًّا وَلَكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَاكَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ {67}

” Ibrahim bukan orang Yahudi dan bukan pula seorang Nashrani, akan tetapi dia orang yang lurus dan muslim dan dia sekali-kali tidak termasuk golongan orang-orang yang musyrik.” (Ali Imran: 67)

Setelah itu, beliau memerintahkan penghancuran gambar-gambar tersebut”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki Ka’bah pada hari penaklukan Makkah dengan ditemani Bilal, kemudian beliau menyuruh Bilal mengumandangkan adzan, sedang Abu Sofyan bin Harb, Attab bin Usaid, dan Al-Harits bin Hisyam duduk di halaman Ka’bah. Attab bin Usaid berkata:“Sungguh Allah telah memuliakan Usaid dimana tadinya tidak mendengar ini, namun sekarang mendengar apa yang dibencinya.’ Al-Harits bin Hisyam berkata:‘Demi Allah, jika aku tahu ia (Rasulullah) berhak atas ini semua, aku pasti mengikutinya.’ Abu Sofyan bin Harb berkata:‘Aku tidak mengatakan apa-apa, sebab jika aku mengatakan sesuatu, tongkat ini pasti berbicara mewakiliku.’ Rasulullah menemui ketiga orang tersebut dan bersabda: ‘Aku tahu apa yang kalian katakan tadi.’ Kemudian beliau menceritakan apa yang tadi mereka katakan. Al-Harits bin Hisyam dan Attab bin Usaid berkata:‘Kami bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah. Demi Allah, tidak ada seorang pun yang mengetahui hal ini kemudian menjelaskannya kepadamu’.”

Ibnu Hisyam rahimahullah berkata, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata:“Rasulullah memasuki Makkah pada hari penaklukannya dengan menaiki unta dan mengelilinginya. Di sekitar Ka’bah terdapat berhala-berhala yang diikat dengan timah, kemudian beliau memberi isyarat kepada patung-patung tersebut dengan potongan kayu di tangan beliau sambil membaca ayat:


… جَآءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا {81}

” …Kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap, sesungguhnya kebatilan adalah sesuatu yang pasti lenyap’.” (Al-Isra’: 81)

Setiap kali beliau memberi isyarat ke wajah berhala maka wajah berhala tersebut pasti jatuh ke arah tengkuknya dan setiap kali beliau memberi isyarat ke tengkuk berhala maka tengkuk tersebut jatuh ke arah wajahnya. Begitulah hingga semua berhala jatuh.

Dikatakan kepadaku bahwa Fadhalah bin Umair bin Al-Mulawwih Al-Laitsi hendak membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau sedang thawaf di Baitullah di hari penaklukkan Makkah. Ketika ia telah berdekatan dengan Rasulullah, beliau bersabda kepadanya:“Apakah engkau Fadhalah?” Fadhalah bin Umair menjawab: “Betul, wahai Rasulullah, aku Fadhalah.” Rasulullah bersabda:“Apa yang telah engkau katakan kepada dirimu?” Fadhalah bin Umair menjawab:“Aku tidak mengatakan apa-apa kepada diriku. Aku hanya dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Rasulullah tertawa kemudian bersabda:“Hai Fadhalah, beristighfarlah engkau kepada Allah.” Usai bersabda seperti itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan tangan ke dada Fadhalah bin Umair hingga hatinya tenang. Fadhalah bin Umair berkata:“Demi Allah, Rasulullah belum mengangkat tangannya dari dadaku, tiba-tiba beliau menjadi manusia yang paling aku cintai.’ Setelah itu, aku pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang ke rumah, aku berpapasan dengan wanita teman ngobrolku. Teman wanita berkata:‘Mari kita mengobrol.’ Aku berkata:‘Tidak.’”. Setelah itu, Fadhalah bin Umair berkata:“Wanita tersebut berkata:‘Mari kita mengobrol.’
Aku katakan:

‘Tidak, Allah dan Islam tidak memperkenankannya.
Seandainya engkau melihat Muhammad dan pengikutnya
Di hari penaklukan di saat berhala-berhala dipecahkan
Engkau pasti melihat agama Allah menjadi jelas
Dan wajah syirik ditutup dengan kegelapan.’

Ibnu Ishaq berkata:“Jumlah keseluruhan kaum muslimin yang menghadiri penaklukan Makkah adalah sepuluh ribu orang; dari Bani Sulaim sebanyak tujuh ratus orang -ada yang mengatakan seribu orang-, dan Bani Ghifar sebanyak empat ratus orang, dari Aslam sebanyak empat ratus orang, dan dari Muzainah sebanyak seribu tiga orang. Keseluruhan mereka berasal dari Quraisy, kaum Anshar, sekutu-sekutu mereka, dan kabilah-kabilah Arab dari Tamim, Qais, dan Asad”.

“Di antara syair yang diucapkan di penaklukan Makkah adalah syair Hassan bin Tsabit Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu Ia berkata:

‘Dzatul Ashabi’, Al-Jiwa, dan Adzra’ telah sirna*
Pemukimannya menjadi sunyi sepi
Negeri Bani Al-Hashas** tersebut sekarang lengang
Bekas-bekasnya dikikis angin dan hujan
Tinggalkan semua ini, namun siapakah yang membuatku tidak bisa tidur
Jika waktu Isya’ telah berlalu?
Untuk Sya’tsa’ yang tercinta
Hati tidak bisa sembuh tanpa dengannya
Sepertinya minuman keras dari Bait Ra’s***
Campurannya adalah madu dan air
Jika minuman-minuman disebutkan pada suatu hari
Maka minuman-minuman tersebut adalah tebusan bagi minuman keras tersebut
Kami nasabkan orang yang kami datangi kepada minuman keras tersebut
Karena sesuatu yang membuatnya harus dikecam
Jika telah terjadi perang dahsyat dan kecaman
Kami meminumnya, kemudian kami menjadi raja-raja
Dan singa-singa yang tidak takut perang
Kami kehilangan kuda-kuda jika kalian tidak melihatnya
Kuda-kuda tersebut menerbangkan debu dan tempat pertemuannya adalah Kida’****
Kuda-kuda kami membawa tombak-tombak dan ingin masuk ke medan laga
Di atas kuda-kuda tersebut terdapat para pemberani yang memegang tombak yang haus darah
Kuda-kuda kami berlari kencang
Karena yang ada hanyalah wanita-wanita yang menampar wajah kuda dengan kerudung
Kalian harus pergi sehingga kami bisa mengerjakan umrah
Dan itu adalah hari penaklukan dan hari tersikapnya tutup
Atau kalian bersabar untuk perang pada suatu hari
Dimana di dalamnya Allah menolong siapa yang dikehendakiNya
Jibril adalah utusan Allah kepada kami
Ia ruhul Kudus yang tidak mempunyai tandingan
Allah berfirman, ‘Aku telah mengirim seorang hamba
Ia berkata benar ujian itu berguna’.
Aku bersaksi untuknya, oleh karena itu, berdiri dan benarkan dia
Sedang kalian berkata, ‘Kami tidak membenarkan dan tidak ingin membenarkannya’.
Allah berfirman, ‘Aku telah mengirim tentara-tentara’.
Mereka itulah kaum Anshar yang terbiasa bertemu dengan musuh
Dalam setiap hari, kami mendapatkan kecaman, serangan, dan penghinaan dari Ma’ad
Kami luruskan dengan bait-bait syair orang yang menghina kami
Dan kami pukul di medan perang
Sampaikan suratku kepada Abu Sofyan
Bahwa segala misteri telah terbuka dengan jelas
Bahwa pedang-pedang kami membuatmu menjadi budak
Sehingga pemimpin Abduddaar adalah seorang budak
Engkau menghina Muhammad dan aku menjawab sebagai wakilnya
Dan pahalanya ada di sisi Allah
Pantaskah engkau menghinanya, padahal engkau tidak sepadan dengannya?
Orang jahat darimu berdua adalah tebusan bagi orang baik darimu berdua
Engkau menghina orang yang diberkahi, baik, lurus
Orang kepercayaan Allah dimana ciri khasnya adalah menepati janji
Apakah orang yang menghina Rasul dari kalian
Itu sama dengan orang yang memuji dan menolongnya?
Sesungguhnya ayah, kakekku, dan kehormatanku
Adalah benteng kehormatan Muhammad dari kalian
Lidahku tajam setajam pedang dan tidak ada salah di dalamnya
Dan lautku tidak bisa dibuat keruh oleh timba-timba’.”

CATATAN:
* Dzaatul Ashaabi’ dan Al-Jiwaa’ adalah dua tempat di wilayah Syam, disanalah tinggal Al-Harits bin Abi Syamar Al-Ghassani, orang yang dipuja oleh An-Nabighah. ‘Adzraa’ adalah sebuah kampung sekitar satu barid dari kota Damaskus
** Bani Al-Hashas adalah sebuah kabilah dari suku Bani Asad
*** Bait Ra’s adalah nama sebuah tempat di Yordania yang lebih dikenal dengan sebutan Khamr Al-Jayyidah
**** Kida’ adalah jalan lembah di dekat Makkah