Ayat-ayat al-Qur’an Makiyah (ayat al-Qur’an yang turun sebelum hijrah) di atas mengandung bantahan terhadap seluruh kelompok orang kafir, baik dari kalangan ahli filsafat, orang musyrik Arab, Yahudi, dan Nashrani (kristen) yang mereka mengaku/mengklaim bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki anak laki-laki. Mahasuci Allah dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang zhalim dan melampui batas.

Dan ketika Nashrani –semoga laknat Allah menimpa mereka sampai hari Kiamat- adalah yang paling terkenal dalam mengatakan statemen (ucapan) ini, maka mereka sering disebutkan dalam al-Qur’an, dalam rangka untuk membantah mereka, menjelaskan kontradiksi mereka dan sedikitnya ilmu mereka, serta menjelaskan parahnya kebodohan mereka. Dan bentuk ucapan mereka dalam kekafiran sangat beragam, hal itu karena sesuatu yang batil (salah) itu banyak cabangnya, berbeda-beda dan saling kontradiksi, Adapun al-Haq (kebenaran), maka ia tidak akan berbeda-beda dan tidak akan goncang (kontradiksi). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


… وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيرًا {82}

”…Dan kalau sekiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisaa’: 82)

Maka ini menunjukkan bahwa sesungguhnya kebenaran itu bersatu dan sejalan, sedangkan kebatilan (kesesatan) berbeda-beda dan kontardiktif.

Maka segolongan dari kalangan orang sesat dan bodoh di antara mereka ada yang mengklaim bahwa al-Masih adalah AllahSubhanahu wa Ta’ala. Segolongan yang lain mengatakan bahwa ia adalah anak Allah ’Azza wa Jalla. Dan golongan yang ketiga mengatakan bahwa ia adalah salah satu dari tiga oknum (trinitas).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirma dalam surat al-Maa’idah:


لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ قُلْ فَمَن يَمْلِكُ مِنَ اللهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ أَن يُهْلِكَ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ وَمَن فِي اْلأَرْضِ جَمِيعًا وَللهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَابَيْنَهُمَا يَخْلُقُ مَايَشَآءُ وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرُُ {17}

”Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata :”Sesungguhnya Allah itu adalah Al-Masih putera Maryam”. Katakanlah:”Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al-Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang berada dibumi semuanya” Kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi dan apa yang diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Maa’idah: 17)

Maka Allahs Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang kekafiran mereka (Nashrani), dan kebodohan mereka, dan Dia menjelaskan bahwasanya Dia (Allah) adalah Sang Pencipta Yang Mahamampu terhadap segala sesuatu, dan bahwasanya Dia adalah Rabb (Tuhan) segala sesuatu, sekaligus Penguasa dan Ilah (sesembahan) mereka. Dan pada bagian-bagian akhir dari surat tersebut Dia berfirman:


لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَابَنِى إِسْرَاءِيلُ اعْبُدُوا اللهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَالِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ {72} لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلاَّ إِلَهُُ وَاحِدُُ وَإِن لَّمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ {73} أَفَلاَ يَتُوبُونَ إِلَى اللهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللهُ غَفُورُُ رَّحِيمُُ {74} مَّاالْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلاَّ رَسُولُُ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةُُ كَانَا يَأْكُلاَنِ الطَّعَامَ انظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ اْلأَيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ {75}

”Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata:”Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam”, padahal Al-Masih (sendiri) berkata:”Hai Bani Israil, sembahlah Allah Rabbku dan Rabbmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan:”Bahwanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Ilah (yang kelak berhak disembah) selain Ilah Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al-Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu) .” (QS. Al-Maa’idah: 72-75)

Allah Subhanahu wa Ta’ala mwnghukumi kekafiran mereka baik dari sisi syar’i maupun dari sisi takdir. Dan Dia mengabarkan bahwa sesungguhnya hal ini (kekafiran tersebut) muncul dari mereka padahal telah diutus kepada mereka seorang Rasul, yaitu ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam. Dan dia (‘Isa ‘alaihissalam) telah menjelaskan kepada mereka bahwa dia hanyalah seorang hamba yang diatur oleh Allah, dan makhluk yang diciptakan di dalam rahim, yang menyeru (mengajak) untuk beribadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya, mengancam yang menyelisihi hal itu dengan siksa nereka, tidak mendapatkan kebahagiaan di negeri keabadian dan dengan kehinaan, dan aib di hari Akhirat. Oleh sebab itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَابَنِى إِسْرَاءِيلُ اعْبُدُوا اللهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَالِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ {72}

”…. Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maa’idah: 72)

Kemudian Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلاَّ إِلَهُُ وَاحِدُُ وَإِن لَّمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ {73}

”Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan:”Bahwanya Allah salah satu dari yang tiga” ….” (QS. Al-Maa’idah: 73)

Ibnu Jarir rahimahullah dan yang lainnya berkata:”Yang dimaksud dengan hal itu adalah perkataan mereka tentang tiga oknum (trinitas), yaitu oknum (tuhan) bapak, anak dan kalimat yang keluar dari bapak ke anak (ruh kudus), sesuai dengan perbedaan pendapat mereka dalam hal tersebut antara al-Maliikiyyah, al-Ya’qubiyayah dan an-Nasthuriyah –semoga laknat Allah menimpa mereka-.” Sebagaimana akan kami jelaskan tentang bagaimana perselisihan mereka dalam hal itu dan pengelompokkan mereka menjadi tiga golongan (aliran) pada zaman Qostantin bin Qustus. Dan hal itu terjadi 300 tahun setelah zaman al-Masih (‘Isa ‘alaihissalam), dan 300 tahun sebelum diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


… وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلاَّ إِلَهُُ وَاحِدُُ … {73}

”…Padahal sekali-kali tidak ada Ilah (yang kelak berhak disembah) selain Ilah Yang Esa. …” (QS. Al-Maa’idah: 73)

Maksudnya, tidaka ada Ilah (sesembahan) melainkan hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya, tidak ada yang sepadan dengan-Nya, tidak memiliki isteri dan memiliki anak. Kemudian Dia mengancam dan memperingatkan mereka dengan firman-Nya:


…. وَإِن لَّمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ {73}

”…Dan Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS. Al-Maa’idah: 73)

Kemudian Dia (Allah Subhanahu wa Ta’ala) menyeru mereka dengan rahmat dan kelembutan-Nya agar bertaubat dan beristighfar dari perkara-perkara besar (dosa-dosa) dan berbahaya yang menyebabkan mereka masuk Nerak. Dia Subhanahu wa Ta’ala pun berfirman:


أَفَلاَ يَتُوبُونَ إِلَى اللهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللهُ غَفُورُُ رَّحِيمُُ {74}

”Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang .” (QS. Al-Maa’idah: 74)

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan keadaan al-Masih ‘alaihissalam dan ibunya, dan bahwasanya dia adalah seorang hamba dan Rasul-Nya, dan bahwasanya ibunya adalah seseorang jujur, maksudnya bukanlah seorang pelacur, sebagaimana perkataan orang-orang Yahudi –semoga Allah melaknat mereka-. Dan didalamnya ada dalil bahwa dia (ibunda ‘Isa yaitu Maryam) bukanlah seorang Nabi wanita sebagaiman hal itu diklaim oleh sebagian golongan dari ulama kita.

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


… كَانَا يَأْكُلاَنِ الطَّعَامَ … {75}

”…Kedua-duanya biasa memakan makanan…..” (QS. Al-Maa’idah: 75)

Adalah sebuah kinayah (kinayah adalah suatu pengungkapan suatu kalimat namun yang dimaksud bukan makna sebenarnya, akan tetapi yang dimaksud adalah makna yang menjadi konsekwensi dari apa yang ada pada kalimat tersebut) tentang keluarnya makanan (berupa kotoran) dari keduanya, sebagimana hal itu keluar juga dari selain keduanya. Maksudnya, orang yang keadaannya seperti ini, bagaimana mungkin menjadi Ilah (sesembahan)? Mahatinggi dan Mahasuci Allah dari perkataan dan kebodohan mereka.

As-Suddy rahimahullah dan yang lainnya berkata:”Maksud dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلاَّ إِلَهُُ وَاحِدُُ وَإِن لَّمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ {73}

”Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan:”Bahwanya Allah salah satu dari yang tiga” ….” (QS. Al-Maa’idah: 73)

Adalah persangkaan mereka tentang ‘Isa dan ibunya, bahwasanya keduanya adalah Ilah.” Yakni, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan tentang kekafiran mereka dalam hal itu dalam akhir surat yang mulia ini:


وَإِذْ قَالَ اللهُ يَاعِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ ءَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّىَ إِلاَهَيْنِ مِن دُونِ اللهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَايَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَالَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِن كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلآَأَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ {116} مَاقُلْتُ لَهُمْ إِلاَّ مَآأَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللهَ رَبِّي وَرَبَّكُمُ وَكُنتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَّا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِى كُنتَ أَنتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنتَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ {117} إِن تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِن تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ {118}

”Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman:”Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia:”Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Ilah selain Allah”. ‘Isa menjawab:”Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engaku telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib”. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu:”Sembahlah Allah, Rabbku dan Rabbmu”, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Meyaksikan atas segala sesuatu. Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maa’idah: 116-118)

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa Dia bertanya kepada Musa ‘alaihissalam pada hari Kiamat dalam konteks pemuliaan kepadanya dan sekaligus celaan dan penghinaan terhadap para penyembahnya, dari kalangan orang-orang yang berdusta dan mengada-ada atas nama Allah dan menyangka bahwa dia adalah anak Allah, atau dia adalah Allah, atau sekutu-Nya, Maha suci Allah dari apa yang mereka katakan. Maka AllahSubhanahu wa Ta’ala bertanya kepadanya, padahal Dia tahu kalau apa yang Dia tanyakan terjadi pada ‘Isa ‘alaihissalam, akan tetapi hal itu sebagai penghinaan bagi orang-orang yang berdusta atas namanya. Maka Allah berfirman kepadanya (‘Isa):


… ءَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّىَ إِلاَهَيْنِ مِن دُونِ اللهِ قَالَ سُبْحَانَكَ… {116}

”…Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia:”Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Ilah selain Allah”. ‘Isa menjawab:”Maha Suci Engkau, ….” (QS. Al-Maa’idah: 116).

Maksudnya, Mahasuci Engkau dari memiliki sekutu (maksudnya tidak mungkin Allah memiliki sekutu).


… مَايَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَالَيْسَ لِي بِحَقٍّ … {116}

”…Tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku ….” (QS. Al-Maa’idah: 116)

Maksudnya, hal itu (permintaan untuk disembah) tidak ada satupun yang berhak selain Engaku.


… إِن كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلآَأَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ {116}

 

”… Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engaku telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghaib.” (QS. Al-Maa’idah: 116)

Ini adalah adab yang sangat baik dalam berbicara dan menjawab.


مَاقُلْتُ لَهُمْ إِلاَّ مَآأَمَرْتَنِي بِهِ … {117}

”Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya…” (QS. Al-Maa’idah: 117)

Ketiak Engkau mengutusku kepada mereka, dan Engkau turunkan Kitab kepadaku yang aku bacakan di hadapan mereka. Kemudian dia menjelaskan apa yang dia ucapkan kepada mereka.


… أَنِ اعْبُدُوا اللهَ رَبِّي وَرَبَّكُمُ … {117}

”…Sembahlah Allah, Rabbku dan Rabb kalian” ….” (QS. Al-Maa’idah: 117)

Pemberi rizqi kepadaku dan kepada kalian.


… وَكُنتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَّا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِى …{117}

”….Dan aku adalah saksi terhadap mereka selama aku masih di tengah-tengah mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, ….” (QS. Al-Maa’idah: 117)

Maksudnya, Engkau angkat aku (naikkan) kepadamu, ketika mereka ingin membunuhku dan menyalibku. Maka Engkau merahmatiku, menyelamatkanku dari mereka dan Engkau menjadikan orang yang serupa denganku, sehingga mereka melampiaskan dendam mereka kepadanya. Maka ketika itulah:


… كُنتَ أَنتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنتَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ {117}

”…Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Meyaksikan atas segala sesuatu.” (QS. Al-Maa’idah: 117)… Bersambung Insya Allah…

(Sumber: Kisah Shahih Para Nabi. Pustaka Imam Syafi’i hal 562-570 dengan sedikit perubahan dari Qashahul Anbiya’ karya Ibnu Katsir rahimahullah. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)