ilmu qur'an
Perbedaan antara lafazh umum yang bermakna khusus (al-‘am al-murad bihil khushush) dengan lafazh umum yang dikhususkan (al-‘am al-makhshush) dapat dilihat dari berbagai sisi, yang terpenting antara lain;

A. Yang pertama (al-‘am al-murad bihil khushush), tidak dimaksudkan untuk mencakup semua satuan atau individu yang dicakupnya sejak semula, baik dari segi cakupan makna lafazh maupun dari hukumnya. Lafazh tersebut memang mepunyai individu-individu namun ia digunakan hanya untuk satu atau lebih individu.

Sedang yang kedua dimaksudkan untuk menunjukkan makna umum, meliputi semua individunya, dari segi cakupan makna lafazh, tidak dari segi hukumnya. Maka lafazh “an-nas” dalam firman Allah, الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ [آل عمران : 173]
meskipun bermakna umum tetapi yang dimaksud oleh lafazh dan hukumnya adalah hanya satu orang. Adapun lafazh “an-nas” dalam ayat,وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ [آل عمران : 97]
maka ia adalah lafazh umum tetapi yang dimaksud adalah semua individu yang bisa dicakup oleh lafazh. Meskipun, kewajiban haji hanya meliputi orang yang mampu saja di antara mereka secara khusus.

B. Yang pertama (al-‘am al-murad bihil khushush) dapat dipastikan mengandung majaz, karena ia telah beralih dari makna aslinya dan dipergunakan untuk sebagian satuan-satuannya saja.

Sedang yang kedua menurut pendapat yang lebih shahih, adalah hakekat. Inilah pendapat sebagian besar ulama Syafi’i, sebagian ulama Hanafi dan semua ulama Hambali. Pendapat ini dinukil pula oleh Imam al-Haramain dari semua fuqaha. Menurut Abu Hamid al-Ghazali, pendapat tersebut adalah pendapat madzhab Syafi’i dan murid-muridnya, dan dinilai shahih oleh as-Subki. Hal ini dikarenakan jangkauan lafazh kepada sebagian maknanya yang tersisa, sesudah dikhususkan, sama dengan jangkauannya terhadap sebagian makna tersebut tanpa pengkhususan. Oleh karena jangkauan lafazh seperti ini bersifat hakiki menurut consensus ulama, maka jangkauan seperti itu pun hendaknya dipandang hakiki pula.

C. Qarinah (ciri) bagi yang pertama pada umumnya bersifat rasional (‘aqliyah) dan tidak pernah terpisah, sedang ciri bagi yang kedua bersifat hanya lafzhiyah dan terkadang terpisah.

Sumber: Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an,Syaikh Manna’ Al-Qaththan,Pustaka al-Kautsar/hal: 277