berkahAntara keberkahan agamawi dan duniawi

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa berkah menurut syariat ialah tetap dan langgengnya kebaikan, serta banyak dan berlimpahnya kebaikan tersebut. Namun, apakah kebaikan yang dimaksud adalah kebaikan agamawi ataukah duniawi?

Terkadang kebaikan itu meliputi keduanya bersamaan ataupun salah satunya, keberkahan ada kalanya agamawi atau duniawi atau bahkan kedua-duanya yang menyatu dalam satu hal.

Sudah dimaklumi bahwa hal-hal yang diberkahi itu banyak dan beragam jenisnya. Sebagai contoh, al-Qur’an adalah perkara yang diberkahi yang di dalamnya terdapat keberkahan agamawi dan duniawi, Masjidil Haram adalah perkara yang mengandung keberkahan agamawi, sementara perkara yang diberkahi dan mengandung keberkahan duniawi sebagai contohnya ialah air hujan. Oleh karena itu, seorang muslim wajib untuk mengetahui perkara-perkara ini, yaitu perkara yang diberkahi dan dibolehkan untuk mengambil berkah darinya secara syariat dan perkara yang tidak dibolehkan mengambil berkah darinya dalam kaca mata syariat.

Perkara ngalap (mencari) berkah terkait erat dengan akidah seseorang, dengan pengetahuan yang paripurna akan masalah ini, ia bisa menjadi pondasi kuat agar seorang muslim tidak terjerumus ke dalam perkara-perkara yang dilarang oleh syariat terkait masalah ngalap berkah. Dimana banyak kita saksikan masyarakat muslim di negeri ini tertipu dengan keyakinan turun menurun dari nenek moyang mereka tentang mencari berkah dari perkara-perkara yang sebenarnya tidak dibolehkan dalam syariat.

Beberapa hal yang diberkahi

Berikut ini adalah beberapa perkara yang diberkahi oleh Allah yang telah disebutkan di dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah.

a.      Al-Qur’an

Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad lewat perantaraan Malaikat Jibril merupakan salah satu perkara yang mengandung keberkahan yang berlimpah. Ada beberapa nash dari ayat al-Qur’an yang secara gamblang menyebutkan  bahwa al-Qur’an adalah sesuatu yang diberkahi. Di antaranya firman Allah:

وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَهُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ

“Dan ini (al-Qur’an) adalah Kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi, membenarkan Kitab-Kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Makkah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (al-Qur’an), dan mereka selalu memelihara shalatnya.” (QS. Al-An’am: 92)

Allah juga berfirman:

وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan Al-Qur’an ini adalah Kitab yang Kami turunkan yang diberkahi, maka ikutilah ia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (QS. Al-An’am: 155)

Allah juga berfirman:

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Ini adalah sebuah Kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.(QS. Shaad: 29)

Sebagaimana berkah mengandung makna tetap dan langgeng, serta berlimpah dan bertambahnya kebaikan, demikian pula halnya dengan al-Qur’an.

Penulis kitab Ruuhul Ma’ani berkata mengenai penafsiran firman Allah (مبارك) “yang diberkahi” pada ayat di atas, “Yaitu yang banyak faidah dan manfaatnya, karena di dalamnya terkandung manfaat dunia dan akhirat serta ilmu-ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang yang datang kemudian.” (Ruuhul Ma’ani, al-Alusi, 7/221)

Syaikh Asy-Syinqithi mengatakan dalam kitab tafsirnya Adhawaul Bayan, “Maksud ayat tersebut yaitu berlimpahnya keberkahan dan kebaikan, karena di dalamnya terdapat kebaikan dunia dan akhirat.” (Adhawaul Bayan Fi Idhahil Qur’an, Syaikh Asy-Syinqithi, 4/587)

Ibnul Qayyim berkata, “Al-Qur’an lebih berhak untuk menyandang nama mubaarak (sesuatu yang diberkahi) daripada nama lain apa pun, karena berlimpahnya kebaikan dan manfaatnya, serta aspek-aspek keberkahan di dalamnya.” (Jalaul Afham, hal 178)

b.      Rasulullah

Beragam keberkahan yang beliau miliki merupakan keutamaan yang telah Allah berikan kepadanya. Keberkahan yang ada pada beliau meliputi keberkahan maknawiyah (abstrak) maupun keberkahan hissiyah (fisik).

Yang dimaksud keberkahan maknawi ialah keberkahan risalah beliau yang dirasakan oleh ummat islam, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini dapat dipahami dari tujuan dan keistimewaan risalah beliau. Tujuan risalah beliau di antaranya ialah sebagai berikut:

  1. Dalam kitab-Nya, Allah menjelaskan tujuan diutusnya Nabi Muhammad.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)

Ibnu katsir berkata, “Maksudnya, Allah telah mengutus beliau sebagai rahmat bagi semua. Siapa saja yang menerima rahmat ini dan mensyukurinya, niscaya akan bahagia di dunia dan di akhirat. Namun, siapa saja yang menolak dan menentangnya, ia akan merugi di dunia dan di akhirat..” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/202)

Siapa saja yang beriman kepada Nabi dan mentaatinya, niscaya ia akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat, ia akan kekal di dalam surga dikarenakan keberkahan mengikuti Rasulullah.

  1. Tujuan terbesar dari risalah yang diberkahi ini adalah mengeluarkan umat manusia dari kegelapan menuju cahaya, dengan mengajak mereka kepada peribadahan terhadap Allah semata dan mengikhlaskan agama bagi-Nya, serta meninggalkan semua bentuk kesyirikan, kekufuran, dan paganisme. Kemudian menerangkan hukum-hukum syari’at mengenai ibadah dan mu’amalah.
  2. Tujuan lain dari risalah ini ialah untuk menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar. Hal ini sebagaimana firman Allah:

يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“..Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS. Al-A’raf: 157)

  1. Mengajak kepada akhlak yang mulia dan mendidik umat manusia agar berakhlak yang baik, dan meninggalkan akhlak yang rendah dan tercela. Juga mengajak kepada segala sesuatu yang mengandung kebaikan bagi masyarakat, pengaturan urusan-urusannya, dan menyebarkan keadilan di antara individu-individunya.

Secara global, risalah Nabi kita Muhammad adalah mengajak kepada setiap kebaikan dan melarang dari setiap kejelekan. Allah berfirman:

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ

“Dialah yang mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama.” (QS. At-Taubah: 33)

Jika kita merenungkan tujuan dan maksud dari risalah Nabi Muhammad ini, maka jelaslah bagi kita betapa besar keberkahan risalah Nabi Muhammad ini bagi umat manusia.

Sedangkan keberkahan hissiyah (fisik/lahiriyah) terdiri dari keberkahan yang ada pada perbuatan-perbuatan beliau dan keberkahan pada diri (jasad) dan peninggalan yang dapat dirasakan, namun terpisah dari diri beliau.

Sebagai contohnya ialah:

  1. Rasulullah membuat air menjadi banyak dan keluar sela-sela jari jemari tangan beliau yang mulia.

Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, “Ketika terjadi peristiwa Hudaibiyah, para sahabat diserang dahaga yang begitu hebat, sementara di hadapan Nabi hanya terdapat sebuah wadah kecil berisi sedikit air. Pada saat itu beliau berwudhu, namun para sahabat mengeluhkan kondisi mereka kepada beliau. Lantas beliau bertanya, “Ada apa dengan kalian?” Merek menjawab, “Kami tidak memiliki air untuk berwudhu dan minum kecuali air yang ada di hadapan engkau.” Beliau pun meletakkan tangan beliau di dalam wadah air tersebut, tiba-tiba air memancar di antara sela-sela jari jemari tangan beliau laksana mata air, sehingga kami dapat meminum dan berwudhu. Ada yang bertanya kepada Jabir, “(ketika itu) berapakah jumlah kalian?” Ia menjawab, “Seandainya jumlah kami ada seratus ribu orang, niscaya air itu akan mencukupi kami. (ketika itu) jumlah kami ada seribu lima ratus orang.” (HR. Bukhari, 4/170)

  1. Rasulullah membuat makanan menjadi banyak

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam kitab shahih mereka, dari Anas bin Malik, ia berkata, “Abu Thalhah berkata kepada Ummu Sulaim, “Aku mendengar suara Rasulullah tampak lemah. Aku menduga beliau sedang lapar.” Lalu ia bertanya, “Apakah engkau punya makanan?” Ummu Sulaim menjawab, “Ya.” Ummu Sulaim pun mengeluarkan beberapa lembar roti yang terbuat dari gandum, kemudian ia mengambil kerudung miliknya dan menggulung roti dengan sebagiannya, lantas menyisipkannya ke bawah bajuku (Anas bin Malik) dan ia memakaikanku selendang dengan yang sebagiannya lagi. Selanjutnya, Abu Thalhah mengutusku menghadap Rasulullah. Aku pun pergi membawa roti tersebut, dan mendapati Rasulullah sedang duduk di dalam Masjid bersama beberapa orang sahabat, lalu aku mengelilingi mereka. Melihatku, Rasulullah bertanya, “Apakah kamu diutus oleh Abu Thalhah?” Aku menjawab, “Ya” Beliau bertanya lagi, “Apakah (untuk menyantap) makanan?” Aku menjawab, “Ya”, Rasulullah pun berkata kepada orang-orang yang berada bersama beliau, “Bangunlah kalian semua!”

Anas melanjutkan ceritanya, “Beliau berangkat dan aku pun demikian, tetapi aku berjalan di depan mereka hingga aku menemui Abu Thalhah, lalu mengabarinya. Setelah itu, Abu Thalhah berkata kepada Ummu Sulaim, “Hai Ummu Sulaim, sungguh Rasulullah telah datang bersama orang banyak, sedangkan kita tidak memiliki sesuatu untuk memberi mereka makan.” Ummu Sulaim pun berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”

Anas melanjutkan lagi ceritanya, “Kemudian, Abu Thalhah bergegas menemui beliau. Setelah itu, Rasulullah dan Abu Thalhah masuk (ke rumah) dan bertemu dengan Ummu Sulaim. Kemudian Rasulullah berkata, “Kemarikanlah apa yang ada padamu, wahai Ummu Sulaim.” Ummu Sulaim pun mendekati beliau dengan membawa roti tersebut, lalu Rasulullah memerintahkan agar roti tersebut diremukkan. Setelah melakukannya, Ummu Sulaim memeras geriba tempat penyimpanan minyak samin di atasnya, lalu mengadukannya. Kemudian Rasulullah membacakan sesuatu di dalamnya, yang sesuai dengan kehendak Allah, lantas beliau berkata, “Izinkanlah sepuluh orang (untuk masuk rumah).” Maka mereka diizinkan (masuk) dan makan hingga kenyang, lalu keluar. Setelah itu beliau berkata lagi, “izinkanlah sepuluh orang (untuk masuk rumah).” Maka mereka diizinkan (masuk) dan makan hingga kenyang, kemudian keluar. Kemudian beliau berkata lagi, “izinkanlah sepuluh orang (untuk masuk rumah).” Hal itu berulang hingga semua orang dapat makan dan kenyang. Ketika itu mereka berjumlah tujuh puluh atau delapan puluh orang laki-laki.” (HR. Bukhari, 4/170 dan Muslim, 3/1612)

  1. Rasulullah menyembuhkan orang-orang sakit dan orang-orang yang memiliki gangguan kesehatan.

Di antaranya kisah Abdullah bin Atik ketika tulang betisnya patah. Setelah membalutnya dengan sorban, ia pergi menemui Nabi dan menceritakan keadaannya. Rasulullah berkata kepadanya, “Bentangkan kakimu!” Abdullah berkata, “Lalu, aku membentangkan kakiku, dan beliu mengusapnya, hingga seakan-akan aku tidak pernah merasa betisku sakit sama sekali.” (HR. Bukhari, 5/27)

  1. Keberkahan Nabi melalui dikabulkannya doa-doa beliau.

Salah satunya doa beliau untuk Anas bin Malik ketika ibunya meminta beliau untuk mendo’aknnya. Beliau berdoa, “Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya.” Anas berkata, “Demi Allah sesungguhnya hartaku cukup banyak dan saat ini anak dan cucuku berjumlah seratus orang.” (HR. Muslim, 4/1929)

Sementara salah satu contoh keberkahan yang ada pada diri (jasad) beliau ialah sebuah nash hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah yang berkata, “Ketika Nabi mengeluh sakit, beliau membacakan surat-surat mu’awwidzaat kepada diri beliau sendiri lalu meniupnya. Namun, ketika sakit beliau semakin parah, akulah ayng membacakan kepada beliau dan akau mengusap (bekas usapan) tangannya karena mengharapkan keberkahan tangan beliau.” (HR. Bukhari, 7/22)

Demikianlah beberapa hadits yang menunjukkan bahwa beliau adalah sosok yang diberkahi pada diri (jasad), perbuatan-perbuatan, dan peninggalan-peninggalan beliau.

c.       Nabi-Nabi

Di antara keberkahan dan keutamaan para Nabi ialah mereka memiliki akhlak dan sirah (riwayat hidup) yang baik. Para Nabi dan Rasul terkenal dengan akhlak yang utama dan luhur serta riwayat hidup yang baik dan mulia, karena mereka adalah manusia yang paling sempurna akhlak dan penciptaannya (perawakannya).

Mereka adalah orang-orang yang terpelihara dari dosa-dosa besar dan penyimpangan serta kekeliruan dalam menyampaikan perintah Allah kepada umat manusia. Keberkahan lain dari mereka ialah keberkahan do’a para Nabi untuk orang lain dari umatnya. Dan siapa yang beriman kepada mereka, maka dia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan kenikmatan di akhirat lantaran keberkahan mengikuti mereka semua.

Oleh karena itu, kita wajib meyakini keberkahan dan keutamaan mereka atas selain mereka, mencintai mereka, dan bahwasannya mereka telah ditutup oleh Rasul yang paling utama di antara mereka, yaitu Muhammad. Kita wajib mentaati beliau dan mengikuti syari’at beliau, karena syari’at beliau menghapus syari’at sebelumnya.

d.      Mahkluk-makhluk shalih

Di antara perkara yang diberkahi ialah makhluk-makhluk Allah yang shalih, seperti:

  1. Para Malaikat

Para Malaikat merupakan makhluk Allah yang mulia, memiliki akhlak dan tugas-tugas yang mulia pula. Di antara keberkahana dan kemuliaan para Malaikat dapat diketahui dari akhlak mulia yang dimiliki oleh para Malaikat, seperti ketaatan yang sempurna kepada Allah, mereka selalu bersegera dan patuh dalam menjalankan perintah-perintah-Nya dan mereka tidak pernah berbuat durhaka. Hal ini sebagaiman firman Allah:

لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“…yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Di antaranya pula, mereka adalah makhluk yang takut kepada Allah, meskipun sebenarnya mereka tidak pernah mendurhakai-Nya. Allah berfirman:

وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ

“Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para Malaikat karena takut kepada-Nya.” (QS. Ar-Ra’du: 13)

  1. Orang-orang shalih

Ibnul Jauzi berkata, “Orang-orang shalih adalah nama yang disandang bagi setiap orang yang baik bathin dan lahirnya.” (Zadul Masir, Ibnul Jauzi, 2/127)

Ada yang mengatakan, yaitu orang-orang yang memalingkan (mempergunakan) usia mereka di dalam ketaatan kepada Allah dan membelanjakan harta-harta mereka ke dalam hal-hal yang diridhai oleh-Nya. Ada juga yang mengatakan selain itu. Atas dasar apapun, pengertian-pengertian seperti ini menunjukkan bahwa orang-orang shalih adalah mereka yang beriman, yang mengerjakan amal-amal shalih, yang melaksanakan hak-hak Allah dan hak-hak hamba-hamba-Nya, serta yang lurus keadaannya.

Di antara keberkahan yang ada pada orang-orang shalih adalah apa yang menghiasi mereka dari keindahan akhlaknya. Itulah perilaku terpuji yang pengaruh-pengaruh baiknya di dunia di kalangan umat manusia tidak disangsikan lagi. Balasan berlimpah yang Allah sediakan bagi para pemiliknya di akhirat kelakpun demikian.

Orang-orang shalih adalah orang-orang yang terkenal dengan keistiqamahan dalam segala kondisi mereka. Mereka adalah orang-orang yang taat kepada Rabb mereka dan taat kepada Rasul-Nya, ikhlas dalam beribadah kepada Allah dan benar dalam amalan-amalan mereka.

Dapat dipastikan bahwa siapa saja yang mengamalkan ketaatan semacam ini, ia akan mendapatkan keberkahan dan buahnya, yaitu kebaikan duniawi dan ukhrawi. Sebagaimana yang Allah firmankan:

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى

“.. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thaha: 123)

Ibnu Abbas berkata, “Tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.”

Demikianlah beberapa perkara yang diberkahi oleh Allah, baik keberkahan tersebut bersifat agamawi maupun duniawi. Dan masih banyak perkara-perkara lain yang diberkahi dan membawa keberkahan yang banyak yang belum disebutkan dalam pembahasan ini. Wallohu a’lam bishowab

Disarikan dari buku: Tabaruk Memburu Berkah Sepanjang Masa Di Seluruh Dunia Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah (edisi terjemahan Indonesia), DR. Nashir bin Abdurrahman bin Muhammad Al-Judai’, penerjemah Ahmad Yunus, Msi, cetakan petama April 2009 M, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’I, Jakarta.