Riba yang pengharamannya hadir secara jelas dalam al-Qur`an dan sunnah dan disepakati oleh para ulama, sebagian kalangan berusaha menggugatnya atau mencari-cari celah syubhat untuk membolehkannya.

Riba Berlipat Ganda

Sebagian pihak berpendapat, riba yang haram adalah riba berlipat ganda, dalilnya adalah firman Allah,artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba yang berlipat ganda.” Ali Imran: 130. Ayat ini melarang memakan riba berlipat ganda, berarti riba yang tidak berlipat ganda tidak dilarang.

Jawaban atas pendapat ini:

1- Ayat ini berlatar belakang riba jahiliyah, bila hutang jatuh tempo, pemilik uang datang menagih, namun penghutang belum mampu membayar, dia berkata, “Tangguhkan hutang atasku dan aku akan menambah.” Lalu pemilik uang memberi tempo kedua dan begitu seterusnya, sehingga tambahan atau riba membengkak manakala penghutang gagal membayar saat jatuh tempo.

Jadi kalimat, “Berlipat ganda.” merupakan kriteria riba yang berlaku pada zaman itu, sehingga ia tidak bisa dijadikan sebagai syarat untuk mengharamkan, seperti anak perempuan bawaan dalam ayat, “… Anak-anak perempuan bawaan istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu gauli…” An-Nisa`: 23. Kalimat, “Dalam pemeliharanmu.” merupakan kriteria umum yang biasa terjadi dan bukan merupakan syarat, maka anak istri adalah muhrim yang haram dinikahi baik dia dalam pemeliharaanmu atau tidak, bila Anda sudah menggauli ibunya.

2- Pemahaman bahwa riba yang tidak berlipat ganda atau riba yang sedikit tidak mengapa bertentangan dengan ayat, “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba…” Al-Baqarah: 278.

Riba Produktif dan Riba Konsumtif

Sebagian pihak berpendapat, riba yang haram adalah riba konsumtif, karena ia mencekik, orang kaya memanfaatkan orang miskin, lain halnya dengan produktif yang berorientasi laba, di sini tidak ada unsur memanfaatkan keterdesakan pihak lain.

Jawabannya atas pendapat ini:

1- Keumuman ayat-ayat al-Qur`an dan hadits-hadits Nabi yang mengharamkan riba tidak mencakup keduanya: konsumtif dan produktif, membedakan di antara kedua.

2- Hadits Jabir bin Abdullah, “Rasulullah melaknat pemakan riba, pemberi makan, juru tulis dan dua orang saksinya, semuanya sama.” Diriwayatkan oleh Muslim.

3- Kehidupan sejarah masyarakat Arab membuktikan bahwa tidak semua pinjaman bersifat konsumtif, karena ada juga pinjaman produktif. Mereka memiliki dua cara mengembangkan uang: Pertama, menyerahkan uang kepada orang yang pandai berniaga dengan pembagian sistem bagi laba. Kedua, menyerahkan uang sebagai modal usaha dengan kesepakatan bunga yang dibayar saat modal dikembalikan. Islam datang menetapkan yang pertama dan membatalkan yang kedua.

Biaya Administrasi dan Operasional

Bank harus beroperasi dan hal itu memerlukan dana dan biaya, maka riba atau bunga adalah untuk menutupi biaya operasional ini.

Jawaban atas pendapat ini:

1- Bunga diberlakukan sepanjang tahun masa peminjaman, kalau ia merupakan imbalan biaya operasional, semestinya hanya ditetapkan sekali saja di awal akad.

2- Perbedaan bunga tergantung kepada pihak pemberi pinjaman dan masa pelunasan, kalau ia hanya biaya operasional maka semestinya harganya sama.

3- Kalau ia merupakan biaya operasional, lalu mengapa bank memberikan bunga kepada nasabah yang menitipkan uangnya ke bank? Bukannya semestinya para nasabah itu juga membayar bank karena bank telah menjaga uang mereka? Wallahu a’lam.  (Oleh: Ustadz Izzudin Karimi, Lc)