permisif1Sebagian orang berpandangan bahwa tidak menikah sebagai sebuah kebebasan, mereka mengelu-elukannya, mereka tertarik dengan prinsip menuntaskan hawa nafsu bersama siapa yang mereka inginkan, bagaimana mereka inginkan dan pada saat yang mereka inginkan. Pandangan dan pemikiran ini terlihat seolah-olah sebagai kenikmatan akan tetapi begitu ia diikuti dan akibatnya yang sangat buruk langsung diketahui, pengusungnya akan menyadari dengan baik bahwa tidak ada pemikiran yang lebih membahayakan bagi kelangsungan pribadi dan masyarakat daripada pemikiran ini, karena di belakangnya adalah wabah penyakit yang membinasakan manusia, tidak itu saja, ia mematikan kasih sayang dan cinta suci melalui jalinan rumah tangga.

Pada saat manusia terbenam dalam kehidupan seks bebas tanpa ikatan dan syarat, mereka memberikan seluruh perhatian kepada kehidupan permisif, pada saat itu diketahui bahwa mereka berjalan menuju lembah kebinasaan, tidak bisa tidak. Orang yang berakal pasti tidak akan rela kepada kehidupan permisif, jiwanya akan menolak memandang wanita hanya karena dia wanita yang dijadikan sebagai alat untuk melampiaskan hajat syahwat dan kenikmatan yang haram dan kotor.

Pada saat pemikiran seks bebas dilontarkan di Eropa dan Amerika, ia laris manis, orang-orang yang bersemangat merespon pemikiran ini, karena kenikmatan yang menjanjikan, akan tetapi akibatnya kehidupan mereka justru tidak berbahagia, angka bunuh diri meningkat, jumlah aborsi melonjak, penyimpangan hidup melonjak, prosentase anak jalanan meroket dan ikatan kasih sayang semakin melemah dan memudar. Hal ini diakui oleh orang-orang berakal dari mereka. Dari sini mereka mulai meletakkan benteng kokoh di hadapan kehidupan permisif yang mungkar ini dengan menyerukan kepada kehidupan rumah tangga demi melindungi keberadaan dan kehidupan mereka.

Pada saat manusia mengekor di belakang pemikiran ini –yakni seks bebas atau pola hidup permisif- pada saat itu mereka tidak akan menemukan batas tepi dalam mengenyangkan seks mereka, ibarat orang minum air laut, ini dari satu sisi, mereka tidak menemukan ketenangan jiwa, ini dari sisi kedua, mereka tidak akan mampu menjaga kesehatan, ini dari sisi ketiga, karena syahwat adalah kekuatan bagi manusia, jika rambu-rambu dan aturan-aturan tidak lagi berlaku maka kekuatan ini akan pudar dan padam, dalam kondisi ini akan muncul kekuatan syahwat lain yang mengarah kepada penyimpangan, karena syahwat yang normal sudah padam, orang sudah sedemikian jenuh, akhirnya mereka mencari alternatif, maka lahirnya fenomena homoseksual atau lesbian.

Apabila manusia berlepas diri dari rambu-rambu yang melindunginya maka dia tidak akan mampu berdiri kokoh di hadapan syahwatnya yang menggelora. Dia selalu ingin menuntaskan hawa nafsunya pada setiap wanita yang dilihat dan dikaguminya. Jika wanita tersebut tidak meresponnya maka dia akan sangat kecewa karena dia gagal meraih maksudnya dan menuntaskan keinginannya. Jika keinginannya selalu terwujud setiap kali maka dia menghancurkan kekuatannya dan melenyapkan kesehatannya kemudian dia kehilangan keinginan dan kendali di hadapan nafsu dan ambisinya yang menggelegak.

Dominasi hawa nafsu dalam kehidupan manusia melenyapkan keluhuran rohani dan perhatian yang layak bagi kemanusiaan, maka lenyaplah usaha-usaha yang serius lagi tulus demi masyarakat, demi umat dan demi seluruh kemanusiaan, energi dan kekuatan hanya diperuntukkan kepada seks dan seks, dari sini segi-segi luhur kehidupan memudar, kehidupan bergeser kepada kehidupan yang amburadul, malapetaka besar, kegelapan yang gulita, orang-orang terjerumus ke dalamnya lalu berusaha keluar tetapi tidak mampu. Jadi kehidupan permisif hanya akan menghancurkan kehidupan manusia itu sendiri. Wallahu a’lam.