Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, adalah sebaik-baik manusia, manusia terbaik bagi umatnya, terbaik bagi keluarganya, bagaimana beliau tidak demikian sementara beliau adalah orang yang bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi keluarganya dan aku adalah yang terbaik untuk keluargaku.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 3895 dari hadits Aisyah, dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 285.

Kebaikan pada diri beliau ini terwujud pada keluarganya dalam potret tertinggi secara mutlak, dengan segala maknanya berupa kesempurnaan akhlak dalam tingkah laku dan interaksi yang penuh dengan keluhuran, penghormatan dan pemuliaan, kebaikan bermuamalah yang mencakup kecintaan, gurauan, kelembutan, canda tawa, keadilan, kasih sayang, kesetiaan dan lain-lainnya yang merupakan tuntutan dari kehidupan rumah tangga di segala kondisi dan harinya, beliau adalah orang yang pergaulannya mulia kepada mereka, selalu tersenyum kepada mereka.

Penghargaan beliau dan penghormatannya kepada istri-istrinya mencapai derajat yang tinggi, orang-orang Arab dan orang-orang Ajam belum pernah mengenalnya, sampai-sampai beliau meletakkan lututnya yang mulia sebagai pijakan kaki bagi istrinya Shafiyah sehingga dia bisa naik ke pungggung untanya. Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 2235 dan Muslim no. 1365.

Cinta beliau, kesetiaan, penghargaan, kebaikan dan penghormatan beliau kepada istri-istrinya tidak terbatas semasa hidup semata, akan tetapi ia tertanam kokoh setelah kematian, Nabi saw menyembelih domba kemudian membagi-bagikannya kepada teman-teman Khadijah, hal ini setelah Khadijah wafat.

Beliau adalah orang yang paling berlapang dada terhadap keluarganya, memaafkan apa yang mereka lakukan, bersikap lembut kepada mereka, beliau bersabar menghadapi kecemburuan yang muncul di antara para istrinya, hal lumrah di antara kaum wanita, beliau menghibur istri yang dizhalimi dan menasihati yang lainnya dan mengingatkannya kepada Allah.

Dari Anas bin Malik Shafiyah mendengar bahwa Hafshah berkata untuknya, “Anak wanita Yahudi.” Maka Shafiyah menangis, Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam datang kepadanya sementara dia masih menangis, Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Dia menjawab, “Hafshah berkata kepadaku, ‘Anak wanita Yahudi.’ Maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya kamu adalah anak Nabi, pamanku seorang Nabi dan kamu bersuamikan Nabi, dengan apa dia membanggakan dirinya atasmu?”
Kemudian Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bertakwalah kepada Allah wahai Hafshah.” Diriwayatkan at-Tirmidzi no. 3894, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 3055.

Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam masuk kepada istri-istrinya dalam keadaan tersenyum, beliau memenuhi jiwa dan rumah mereka dengan kasih sayang dan kebahagiaan.

Di antara keluhuran akhlak beliau dalam bermuamalah dengan keluarganya dan istri-istrinya adalah bahwa beliau berbuat baik kepada mereka, bersikap lembut kepada mereka, melakukan hal-hal yang menumbuhkan cinta mereka, beliau juga bercanda dengan mereka, bergurau dan bercengkerama dengan mereka.

Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam melakukan sesuatu bersama keluarganya, Aisyah mandi bersama Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dari satu bejana, Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya, “Sisakan untukku.” Sementara Aisyah juga berkata, “Sisakan untukku.” Diriwayatkan oleh Muslim 321.

Aisyah mengingatkan akhlak beliau yang tinggi dan keinginan beliau yang mendalam untuk menghibur dan membahagiakannya, dia berkata, “Aku main boneka di depan Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, aku mempunyai teman-teman yang bermain bersamaku, jika beliau masuk, mereka bersembunyi, lalu beliau meminta mereka untuk keluar dan bermain bersamaku.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 1982 dan Muslim no. 2440.

Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam adalah orang yang mudah, jika Aisyah ingin sesuatu maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam menurutinya selama ia bukan dosa dan tidak mengurangi derajat agama, seperti ketika Aisyah memintanya untuk berumrah dan lainnya.

Jika Aisyah minum dari sebuah gelas, maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mengambilnya lalu beliau meletakkan mulutnya di bagian gelas bekas mulut Aisyah dan beliau minum.

Dari Aisyah berkata, “Aku minum dalam keadaan haidh, kemudian aku memberikan gelas kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, lalu beliau meletakkan mulutnya di tempat bekas mulutku, maka beliau minum, aku menggigiti daging yang tersisa di tulang saat aku haidh, kemudian aku memberikannya kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, maka beliau meletakkan mulutnya di tempat mulutku.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 300

Aisyah bersandar di pangkuan Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dan Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam membaca al-Qur`an sedangkan kepala Aisyah di pangkuan beliau, terkadang Aisyah dalam keadaan haidh. Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 1928 dan Muslim no. 1106.

Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam meminta Aisyah yang sedang haidh untuk berkain sarung, lalu Nabi shallallohhu ‘alaihi wasallam menggaulinya. Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 301 dan Muslim no. 293.

Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam menciumnya ketika sedang berpuasa. Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 1928 dan Muslim no. 1106.

Aisyah ditanya, “Apa yang dilakukan oleh Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam di rumahnya?” Aisyah menjawab, “Beliau membantu keluarganya, jika waktu shalat tiba maka beliau berwudhu dan keluar untuk shalat.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 676.

Aisyah berkata, “Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam menjahit bajunya, menambal sandalnya dan melakukan apa yang dilakukan oleh para suami di rumah mereka.” Diriwayatkan oleh Ahmad no. 24382 dan Syu’aib al-Arnauth berkata, “Sanadnya shahih di atas syarat asy-Syaikhain.”

Maha benar Allah, “Sesungguhnya kamu benar-benar di atas akhlak yang agung.

Dari A’zhamu Insan, Hisyam Muhammad Barghisy.