Ziarah_Kubur_yan_50b2f3d4e59bcDATA BUKU :
Judul asli                       : Ziyaratul Qubur asy-Syar’iyyah wa asy-Syirkiyyah
Judul edisi terjemah : ZIARAH KUBUR YANG TERNODA; Menyingkap
Fenomena Ziarah Kubur yang Mengandung Kesyirikan
Penulis                            : Muhyiddin al-Barqawi
Tahqiq dan Takhrij     : Dr. Muhammad bin Abdurrahman al-Khumais
Penerjemah                  : Muhammad Ruliandi, Lc
Muraja’ah terjemah  : Editor Ilmiah Darul Haq
Penerbit                        : Darul Haq – Jakarta
Tebal Buku                   : 144 Halaman
Ukuran buku               : 12,5 x 17,5 cm
Harga per ex               : Rp. 16.000,-

Urgensi Tema Buku

Pada mulanya umat manusia ini adalah umat yang satu, (sebagaimana dalam Surat al-Baqarah: 213). Yakni, mereka semua berpegang kepada agama yang haq dan menegakkan tauhid, dan itu berlangsung selama sepuluh abad, (sebagaimana diriwayatkan secara shahih dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘Anhu). Kesyirikan muncul pertama kali pada umat Nabi Nuh ‘Alaihis Salam, yang disebabkan oleh kejahilan mereka akan hakikat tauhid, juga tidak adanya orang-orang alim sejati yang menasehati mereka, dan sikap mereka yang berlebihan dalam mengagungkan dan mengkultuskan orang-orang shalih. Tersebutlah lima orang shalih yang menjadi panutan masyarakat ketika itu, yang nama mereka disebutkan Allah dalam Al-Qur`an, (Surat Nuh: 23); di mana para pembesar kaum musyrik ketika itu berkata kepada kaum mereka, “Jangan sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) terhadap tuhan-tuhan kalian dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) terhadap: Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.”

Ibnu Abbas Radiyallahu ‘Anhu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, hadist no. 4920, “Nama-nama ini sebenarnya nama-nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh ‘Alaihis Salam, yang ketika mereka wafat (satu demi satu), setan datang membisikkan kepada kaum mereka agar membuatkan patung (arca) di majlis-majlis tempat mereka biasa duduk, lalu mereka menamakannya dengan nama-nama mereka tersebut. Mereka pun melakukannya, dan (sampai saat itu) patung-patung tersebut belum disembah. Hingga ketika generasi itu telah mati, dan ilmu semakin minim, setan datang lagi membisikkan kepada generasi tersebut dan mengatakan bahwa bapak moyang mereka dahulu menyembahnya, maka mereka pun mulai menyembahnya.”

Dahulu ketika orang-orang shalih tersebut masih hidup, masyarakat biasa datang kepada mereka untuk meminta agar orang-orang shalih tersebut berdoa kepada Allah untuk mereka; dan ini juga ditetapkan dalam Syari’at Islam, dan inilah yang kita kenal dengan bertawassul dengan doa orang shalih. Akan tetapi setelah orang-orang shalih tersebut wafat, dengan bisikan setan, mereka dijadikan sebagai perantara dalam doa kepada Allah, bahkan lambat laun mereka juga meminta hajat mereka kepada mereka. Inilah awal kemusyrikan, dan inilah bentuk kesyirikan yang terjadi di tengah kaum Quraisy, dan kemudian berlanjut hingga hari ini.

Yang penting adalah bahwa orang-orang kafir Quraisy pada hakekatnya tidak menyembah patung batunya, akan tetapi orang-orang shalih yang dilambangkan dengan patung tersebut. Dan alasan ini disebutkan Allah dalam al-Qur`an,

“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’.”(Az-Zumar: 3)

Nah, di zaman kita ini, orang-orang yang mengaku Muslim memang tidak pergi ke patung-patung sebagaimana halalnya orang-orang jahiliyah, akan tetapi mereka pergi ke kuburan-kuburan dengan alasan yang sama. Para penyembah kuburan itu akan dengan tegas mengatakan, “Kami tidak menyembah kuburan. Kami menyembah Allah, akan tetapi kami datang ke kuburan ini karena ini adalah kuburan wali, kiyai hebat, dan meminta agar orang dalam kubur ini menjadi perantara antara diri kami dengan Allah.”

Maka coba perhatikan bentuk ibadah yang dilakukan orang-orang jahiliyah dahulu dan bandingkan dengan praktik yang dilakukan oleh para penyembah kuburan di zaman modern ini.

Isi Buku Secara Umum

Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah memperingatkan dengan peringatan yang sangat jelas mengenai bahaya dan ancaman perbuatan syirik. Di antaranya: (1). Allah tidak akan mengampuni jika disekutukan dengan sesuatu, (An-Nisa`: 48); (2). Allah mengharamkan surga bagi orang yang menyekutukan-Nya, (Al-Ma`idah: 72); (3). Amal-amal shalih menjadi gugur tidak berarti, (Az-Zumar: 65); dan masih banyak yang lainnya.

Dan bersama itu, Allah dan Rasul-Nya juga telah memperingatkan akan bahaya kuburan yang bisa mengantarkan kepada kesyirikan:

– Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian shalat menghadap kubur.” (Diriwayatkan oleh Muslim).

– Ini diperjelas oleh sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam lainnya, “Bumi ini semuanya adalah tempat Shalat, kecuali kuburan dan tempat buang hajat.” (Diriwayatkan oleh Ahmad; Abu Dawud; dan at-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh al-Albani).

– Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah. Sangatlah besar kemurkaan Allah terhadap kaum yang menjadikan kubur-kubur Nabi mereka sebagai masjid-masjid.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Ghayatul Maram, no. 126).

– Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, lima hari sebelum beliau wafat, “Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid; maka ketahuilah bahwa aku melarang kalian menjadikan kuburan sebagai masjid; aku melarang kalian dari perbuatan tersebut.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim).

-Lebih jelas dari ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bahkan bersabda, “Laknat Allah menimpa kaum Yahudi dan Nasrani; karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)

Kata sahabat yang meriwayatkan hadits ini, “(Dengan ini) beliau memperingatkan (keburukan) apa yang telah mereka lakukan tersebut.”

Dan Aisyah Radiyallahu ‘Anha berkata, “Kalau saja bukan karena kekhawatiran beliau tersebut, niscaya kubur beliau akan ditampakkan.”

– Bahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah mengutus Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘Anhu dengan tugas, “Janganlah engkau tinggalkan satu patung pun kecuali engkau hancurkan dan jangan pula engkau tinggalkan satu kuburan pun yang tampak menonjol kecuali engkau ratakan (dengan tanah).” (Diriwayatkan oleh Muslim).

– Dan dalam hadits shahih dari Jabir bin Abdillah Radiyallahu ‘Anhu disebutkan, “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melarang mengapuri kubur, ditulis padanya, ditambahkan tanah lain kepadanya, dan dibangun (sesuatu) di atasnya.”

Coba mari kita camkan baik-baik; kurang jelaskah peringatan-peringatan keras dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ini, sehingga banyak orang yang melanggarnya? Bahkan pengagungan kuburan, mereka anggap sebagai ajaran yang benar.

Nah, peringatan-peringatan ini dikupas dengan singkat dan padat dalam buku kita ini, sehingga akan mudah membimbing kita untuk menyimpulkan mana bentuk ziarah kubur yang benar sesuai Syari’at dan mana ziarah kubur yang mengandung kesyirikan.

Dalam buku ini, berbagai macam pernik permasalahan kubur dan ziarah kubur dikupas secara apik dan padat:
– Kenapa Rasulullah a berulang kali menyampaikan tentang dilaknatnya kaum Yahudi dan Nasrani karena menjadikan kuburan Nabi mereka sebagai masjid-masjid?
– Apa saja kiat-kiat agar terhindar dari syirik kuburan?
– Apa saja larangan Allah dan RasulNya berkaitan dengan kuburan?
– Apa saja bentuk-bentuk pelanggaran dalam ziarah kubur yang sering dilakukan oleh sebagian kaum muslimin?
– Bagaimana rangkaian tata cara ziarah kubur yang shahih? Dan apa saja adab-adabnya yang sesuai sunnah Nabi a?
– Apakah boleh membaca al-Qur`an di atas kuburan?
– Apa yang menjadi tujuan ziarah kubur yang bid’ah?
– Apa yang menjadi tujuan ziarah kubur dalam pandangan Ahlus Sunnah wal Jamaah?
– Dan apa saja tindakan para sahabat dan tabi’in dalam melindungi akidah kaum Muslimin?

Semua ini dapat Anda temukan jawabannya dalam buku kita ini, Ziarah Kubur Yang Ternoda.

Dan sebagai cambuk dan nasehat bagi kita semua, marilah kita berkaca pada sikap tegas para sahabat berikut:

[1]. Imam al-Bukhari meriwayatkan, “Bahwasanya Umar bin al-Khaththab Radiyallahu ‘Anhu pernah melihat Anas bin Malik shalat menghadap sebuah kuburan, maka Umar berteriak, ‘(Awas)! Ada kuburan, ada kuburan!!!”

Imam Ibnul Qayyim 5 berkata, “Ini menunjukkan bahwa yang tersebar di tengah para sahabat adalah larangan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sholat menghadap kubur, dan perbuatan Anas tidak menunjukkan bahwa dia membolehkan, akan tatapi karena dia tidak menyadarinya, dan karena itulah Umar mengingatkan Anas.” Demikian dengan ringkas.

[2]. Kisah berikut ini menunjukkan dengan jelas bagaimana para sahabat memahami dan melaksanakan perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Ibnu Ishaq meriwayatkan dalam al-Maghazi, dari Khalid bin Dinar, dari Abul Aliyah, dia berkata,

“Ketika kami menaklukkan Tustar, kami menemukan dalam Baitul Mal (gudang perbendaharaan harta) milik Hurmuzan, sebuah tempat tidur (keranda) yang di atasnya terdapat sebujur mayat dan di sebelah kanannya terdapat sebuah kitab. Maka kami mengambil kitab tersebut dan kemudian menyerahkannya kepada khalifah Umar bin al-Khaththab Radiyallahu ‘Anhu. Umar lalu memanggil Ka’ab dan menyuruhnya untuk menyalin dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab, dan akulah orang yang paling pertama membacanya. Aku membacanya seperti membaca al-Qur`an”.

(Khalid bin Dinar berkata), “Aku bertanya kepada Abul Aliyah, ‘Apa yang ada di dalamnya?’ Dia berkata, ‘Di dalamnya tertulis sejarah kalian, permasalahan dan dialek bahasa kalian, serta apa-apa yang akan terjadi’.

Aku bertanya lagi, ‘Menurutmu siapa lelaki (mayat) tersebut?’ Dia menjawab, ‘Dia adalah seorang yang dikenal bernama Danial ‘Alaihis Salam’.

Aku bertanya, ‘Sejak kapan menurutmu dia wafat?’ Dia menjawab, ‘Sejak 300 tahun yang lalu’.

Aku bertanya, ‘Apakah jasadnya berubah?’ Dia menjawab, ‘Tidak ada yang berubah kecuali bulu-bulu halus di kuduknya; karena jasad para nabi tidak dimakan tanah serta tidak dimakan binatang buas’.

Aku bertanya, ‘Apa yang mereka harapkan dari sebujur mayat semacam itu?’ Dia menjawab, ‘Apabila langit tidak kunjung menurunkan hujan, mereka mengeluarkan tempat tidur (keranda) tersebut, lalu turunlah hujan’.

Aku bertanya, “Lalu apa yang kalian lakukan dengan jenazah mayat tersebut?’ Dia menjawab, ‘Kami menggali tiga belas lubang kubur yang terpencar-pencar di sana-sini di siang hari, dan setelah malam tiba, kami kuburkan jasad tersebut di tempat yang mereka tidak ketahui, lalu kami ratakan semua lubang kubur tersebut; supaya mereka tidak mengetahui di mana kuburnya, yang akan membuat mereka menggalinya kembali’.”

Kata penulis, mengomentari kisah ini, “Perhatikanlah kisah ini serta apa yang dilakukan oleh kaum Muhajirin dan kaum Anshar, bagaimana mereka berusaha menutupi kuburan sang nabi agar manusia tidak terfitnah olehnya. Para sahabat yang mulia itu tidak menampakkan kuburannya untuk berdoa di sisinya dan bertabarruk dengannya. Kalau saja para penyembah kuburan mengetahui letak persis kubur Nabi Danial, niscaya mereka akan siap berperang untuk memperebutkannya dengan pedang lalu menyembahnya selain Allah sebagai berhala, lalu membangun bangunan megah di atasnya dan melaksanakan perayaan di atasnya.

Kalau seandainya berdoa dan beribadah di kuburan memiliki suatu keutamaan, niscaya para sahabat dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar, para murid terbaik Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, pasti akan melestarikan dan membangun kuburan Nabi Danial, lalu mengajarkannya kepada generasi berikutnya. Akan tetapi itulah potret dari sikap mereka yang agung dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya secara konsisten.

Demikian juga para tabi’in yang mengikuti dan berguru langsung kepada para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam; mereka mengetahui dengan jelas keutamaan dan hebatnya para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tersebut, akan tetapi tak seorang pun di antara mereka yang diriwayatkan pernah beristigatsah dan meminta pertolongan dengan mereka di sisi kuburan-kuburan mereka tersebut. Kalau seandainya ada, pasti telah diriwayatkan kepada kita.” Dikutip secara ringkas dan adaptasi redaksi.

Inilah sikap yang semestinya dari seorang Muslim dan Mukmin yang takut kepada Tuhannya, yang merupakan bukti dari ikrar syahadatnya dalam setiap shalat; bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah; tidak kuburan nabi dan tidak kuburan wali.

Penutup

Pondasi Agama Islam yang paling fundamental adalah menegakan tauhid dan memerangi syirik. Allah bahkan mengutus para Rasul untuk tugas ini. Maka menegakkan tauhid dan memerangi syirik adalah tugas kita yang paling pokok sebagai orang Mukmin, baik terhadap individu maupun masyarakat. Karena itu, maka kemungkaran yang paling buruk itu adalah kesyirikan, dan dalam hal ini adalah fenomena kesyirikan kuburan; sekalipun dilakukan oleh mereka yang mengaku sebagai tokoh Islam dan pemeluk Islam. Orang Mukmin harus bersikap dan bersuara untuk mencegah biang kemungkaran ini, dan tidak boleh diam; karena diam terhadap kemungkaran adalah kemungkaran.

Dan sebagai langkah awal dari sikap itu, buku kita ini adalah pilihan yang baik, agar sebelum beramal, seseorang telah terlebih dahulu berilmu dan memahami permasalahan secara baik. Buku ini, sekalipun tergolong kecil, tapi mengandung pengajaran dan nasehat yang padat dalam tema kuburan dan ziarah kuburan. Patut dibaca semua kalangan. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang tegak di atas tauhid, hingga kita bertemu dengan-Nya nanti. Amin.

Informasi:
Telp. 021 84999585
Sms: 0812 812 009 02
www.darulhaq.com