jauhi korupsi dan suapImam Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan dari ‘Abdillah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma berkata:

‏ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ

” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap.”

Dan di dalam musnad Imam Ahmad rahimahullah dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dengan lafazh:

قَالَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” لَعْنَة اللَّه عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي فِي الْحُكْم”

” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:” Laknat Allah atas orang yang menyuap dan menerima suap dalam hukum.”

Adapun Imam at-Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan dengan lafazh:

” لَعَنَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ فِي الْحُكْم ”

” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap dalam hukum.”

Beliau (at-Tirmidzi) rahimahullah berkata:” Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu hadiys hasan shahih.”

Definisi Risywah

Risywah adalah perantara untuk sampai pada suatu kepentingan dengan cara menyuap. Ada yang menagatakan bahwa ia adalah sesuatu yang diberikan untuk membatalkan hak dan membenarkan yang batil.

Dampak Buruk Suap

Risywah memiliki dampak buruk yang sangat banyak, baik yang berkaitan dengan pribadi maupun masyarakat, diantara dampak-dampak buruk tersebut adalah:

1. Merusak akhlak dan menanamkan jiwa materalistis pada diri orang yang menyuap dan yang disuap.

2. Membunuh jiwa saling mencintai, dan semangat untuk memberikan manfaat kepada orang lain hanya dengan mengaharap wajah Allah.

3. Tersebarnya kezhaliman di tengah-tengah masyarakat Muslim, yang mana yang seharusnya diakhirkan didahulukan, dan yang seharusnya didahulukan malah diakhirkan.

4. Menjadikan jiwa seseorang jiwa yang rendah, yang kosong dari sikap mulia, terhormat dan ksatria.

5. Menyebarkan permusuhan di antara anggota masyarakat, yaitu ketika orang yang fasiq (rusak) didahulukan sedangkan yang shalih (baik) diakhirkan.

6. Mendorong tersebarnya perbuatan khianat terhadap amanah dan pekerjaan, yang mana seorang pegawai tidak mau menunaikan tugasnya secara sempurna kecuali jika mendapatkan suap. Disebukan dalam sebuah atsar:” Jika suap masuk dri pintu, maka amanah akan keluar dari lubang angin.”

7. Melemahkan muraqabatullah (merasa diawasi oleh Allah), maka seorang yang menyuap dan yang disuap tidak sadar bahwasanya dia sedang dilihat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mungkinkah Suap Diperbolehkah?

Jika seorang pemilik hak tidak mampu mengambil haknya kecuali dengan membayar risywah (suap), maka para Ulama rahimahullah menyebutkan bahwa dalam keadaan seperti itu suap diperbolehkan, dan yang berdosa dalam kasus tersebut adalah si penerima suap, bukan si pemberi. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad rahimahullah dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwsanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( إِنَّ أَحَدَهُمْ لَيَسْأَلُنِي الْمَسْأَلَةَ فَأُعْطِيهَا إِيَّاهُ فَيَخْرُجُ بِهَا مُتَأَبِّطُهَا ، وَمَا هِيَ لَهُمْ إِلا نَارٌ ، قَالَ عُمَرُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، فَلِمَ تُعْطِيهِمْ ؟ قَالَ : إِنَّهُمْ يَأْبَوْنَ إِلا أَنْ يَسْأَلُونِي ، وَيَأْبَى اللَّهُ لِي الْبُخْلَ ) صححه الألباني في صحيح الترغيب (844) .

” Sungguh salah seorang dari mereka ada yang meminta kepadaku, kemudian aku memberinya, tetapi kemudian mereka keluar dengan mengapitnya di bawah ketiak, dan hal itu tidak lain adalah api baginya. ‘Umar berkata:“ Wahai Rasulullah, kenapa engkau memberi mereka?” Beliau bersabda:“ Sesungguhnya mereka tidak ingin yang lain kecuali meminta kepadaku, sedangkan Allah tidak menginginkan dariku sifat bakhil.”

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kepada mereka harta, padahal harta tersebut haram bagi mereka, agar beliau terlepas dari celaan sifat bakhil.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata:” Dan adapun jika dia diberi hadiah agar dia menghentikan kezhalimannya atau agar dia memberikan hak orang lain yang wajib dia tunaikan, maka hadiah ini haram bagi orang yang mengambilnya, namun orang yang memberinya boleh melakukannya (tidak berdosa, ed). Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:” Sungguh aku memberi salah seorang di antara mereka dengan suatu pemberian….(hadits di atas).”” (al-Fatawa al-Kubra 4/174)

Di dalam ‘Aunul Ma’bu disebutkan:” Adapan jika (risywah) diberikan sebagai perantara untuk mengambil hak atau untuk menolak kezhaliman dari dirinya, maka tidak mengapa (boleh)”

Wallahu A’lam.

(Sumber: Disarikan dari ‘Aunul Ma’bud, dan artikel berjudul دفع الرشوة ليأخذ حقه di http://islamqa.info/ar/ref/72268. Diterjemahkan dan dipostinh oleh Abu Yusuf Sujono)