Pengertian Sabar

Sabar, secara bahasa memiliki arti mencegah dan menahan diri, sedangkan secara syar’i sabar adalah menahan diri dari kegundahan, menahan lisan dari keluhan, menahan badan untuk tidak menampar pipi dan merobek baju dan sebagainya.

Ada juga yang mengatakan, sabar adalah menjauhkan diri dari perbuatan yang menyimpang, dan tenang ketika bencana datang mendera serta menunjukkan perasaan tidak butuh ketika kefakiran datang dalam kehidupan.

Pengertian Syukur

Adapun Syukur, secara bahasa, adalah bentuk mashdar dari “sya-ka-ra, yasy-kuru”. Ia diambil dari materi Syin, Kaf, Ra, yang menunjukkan kepada ‘sanjungan  kepada seseorang karena kebaikan yang dilakukannya terhadapmu.’ Sedangkan syukur secara syar’i adalah segala hal yang merupakan balasan terhadap sebuah nikmat. Asal kesyukuran itu adalah penggambaran kenikmatan dan menampakkannya, dan kesyukuran dari seorang hamba adalah pengakuan terhadap kebaikan, sedangkan kesyukuran dari Allah adalah balasan dan sanjungan yang bagus (al-Kulliyaat, al-Kafawiy, hal. 523)

Al-Munawiy mengatakan, “asy-Syukr”, ada dua bentuknya, pertama, syukur dengan lisan, yaitu berupa sanjungan kepada pemberi nikmat, kedua, syukur dengan seluruh anggota badan, yaitu pembalasan kenikmatan dengan kadar yang seharusnya, dan syakuuru, adalah orang yang mengerahkan segenap kesanggupannya untuk menunaikan kesyukuran dengan hatinya, lisannya dan seluruh anggota tubuhnya, dengan penuh keyakinan dan pengakuan (at-Tauqiif ‘Ala Muhimmaat at-Ta’ariif, hal. 206-207)

Allah ’Azza wajalla Perintahkan Setiap Hamba-Nya untuk BerSabar dan BerSyukur

Setiap hamba diperintahkan oleh Allah untuk bersabar. Diperintahkan pula untuk bersyukur. Tentang perintah untuk bersabar, Allah ‘Azza wajalla berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْا وَاتَّقُوْا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman ! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertawakkallah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Qs. Ali Imran : 200)

وَاصْبِرُوْا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِيْنَ

“Dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang sabar.” (Qs. al-Anfal : 46)

Tentang perintah bersyukur, Allah ‘Azza wajalla berfirman,

فَاذْكُرُوْنِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِي وَلَا تَكْفُرُوْنِ

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (Qs. al-Baqarah : 152)

كُلُوْا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوْا لَهُ

“Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya.” (Qs. Saba : 15)

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman ! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.” (Qs. al-Baqarah : 172)

فَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوْا نِعْمَتَ اللهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.” (Qs. an-Nahl : 114)

إِنَّ الَّذِيْنَ تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُوْنَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوْا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوْهُ وَاشْكُرُوْا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ

“Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu; maka mintalah rezeki dari Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (Qs. al-Ankabut : 17)

Hubungan Sabar dan Syukur

Apa hubungan antara sabar dan syukur ?

Ibnu Hajar al-Asqolaniy-semoga Allah merahmatinya- berkata, “Kesyukuran itu mengandung kesabaran dalam ketaatan, sabar dari kemaksiatan, dan sebagian imam mengatakan : kesabaran mengharuskan kesyukuran dan kesabaran itu tidak dapat sempurna melainkan dengan adanya kesyukuran. Dan, begitu pula sebaliknya. Maka, manakala salah satunya hilang, niscaya yang lainnya juga hilang. Maka dari itu, barangsiapa yang tengah berada dalam kenikmatan maka yang wajib dilakukannya adalah bersyukur dan bersabar. Adapun syukur maka hal itu jelas, adapun bersabar (dalam kontek ini) adalah ia bersabar dari melakukan kemaksiatan (dengan menggunakan kenikmatan tersebut). Dan, barangsiapa tengah berada dalam cobaan, maka kewajiban yang harus dilakukannya adalah bersabar dan bersyukur. Adapun kesabaran ketika itu, maka perkaranya jelas, adapun syukur (ketika itu) maka dengan menunaikan hak Allah pada cobaan tersebut, karena sesungguhnya Allah memiliki hak atas hamba-Nya berupa penghambaan ketika seorang hamba berada dalam cobaan, sebagaimana Dia memiliki hak atas hamba-Nya berupa penghambaan ketika seorang hamba berada dalam beragam kenikmatan. (Fathul Baariy, 11/311)

Keutamaan Sabar dan Orang yang Berhias Diri Dengannya

Kesabaran merupakan akhlak yang mulia lagi utama, maka orang-orang yang berhias diri dengan akhlak yang mulia ini, niscaya menjadi orang yang utama pula. Banyak hal menunjukkan keutamaan sifat mulia ini dan orang yang berhias diri dengannya, di antaranya adalah :

  1. Allah ‘Azza wajalla telah memuji orang-orang yang bersabar di dalam kitab-Nya dan menghabarkan bahwasanya Dia akan memberikan ganjaran atas kesabaran tersebut dengan ganjaran pahala yang tidak terbatas.

Allah ‘Azza wajalla berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُوْنَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (Qs. Az-Zumar : 10)

  1. Allah ‘Azza wajalla juga menghabarkan bahwa hidayah, pertolongan dan kemenangan akan menyertai orang-orang yang sabar.

Allah ‘Azza wajalla berfirman,

وَاصْبِرُوْا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِيْنَ

“Dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang sabar.” (Qs. al-Anfal : 46)

  1. Allah ‘Azza wajalla telah menjadikan kepemimpinan dalam agama dapat diwujudkan melalui sabar dan keyakinan.

Allah ‘Azza wajalla berfirman,

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُوْنَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوْا وَكَانُوْا بِآيَاتِنَا يُوْقِنُوْنَ

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (Qs. As-Sajdah : 24)

  1. Allah ‘Azza wajalla menghabarkan bahwa kesabaran itu amat baik bagi orang-orang yang memilikinya, bahkan kabar tersebut ditegaskan dengan sumpah. Allah ‘Azza wajalla berfirman,

وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِيْنَ

“Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang sabar.” (Qs. an-Nahl : 126)

  1. Allah ‘Azza wajalla menghabarkan tentang rasa cinta-Nya terhadap orang yang bersabar.

Allah ‘Azza wajalla berfirman,

وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِيْنَ

“Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (Qs. Ali Imran : 146)

  1. Allah ‘Azza wajalla perintahkan Rasul-Nya untuk menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar dengan tiga perkara yang kesemuanya lebih baik bagi penduduk dunia.

Allah ‘Azza wajalla berfirman,

وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ . الَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَالُوْا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ . أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ

“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’un“ (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. al-Baqarah : 155-157)

  1. Allah ‘Azza wajalla menjadikan kesuksesan seseorang dengan masuknya dia ke dalam Surga dan terbebasnya dia dari Neraka, dan perkara tersebut tidak akan bisa dilakukan kecuali oleh orang-orang yang sabar.

Allah ‘Azza wajalla berfirman,

إِنِّي جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِمَا صَبَرُوْا أَنَّهُمْ هُمُ الْفَائِزُوْنَ

“Sesungguhnya pada hari ini Aku memberi balasan kepada mereka, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.” (Qs. al-Mukminun : 111)

  1. Allah ‘Azza wajalla mengkhususkan, bahwa hanya orang-orang yang sabar dan bersyukur yang dapat mengambil manfaat dari ayat-ayat-Nya dan ini merupakan keistimewaan mereka. Allah ‘Azza wajalla menyatakannya dalam 4 ayat dari kitab-Nya,

Allah ‘Azza wajalla berfirman,

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُوْرٍ

“Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang selalu bersabar dan banyak bersyukur.” (Qs. asy-Syura : 33). Tiga ayat lainnya, terdapat dalam ; surat Saba (34) : 19, surat Ibrahim (14) : 5 dan surat Luqman (31) : 31.

  1. Kesabaran merupakan karunia yang baik dan luas

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda,

وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنْ الصَّبْرِ

“Dan barang siapa yang berusaha bersabar maka Allah akan memberinya kesabaran. Dan tidaklah ada suatu pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Keutamaan Syukur dan Orang yang Berhias  Diri Dengannya

Syukur merupakan akhlak yang mulia lagi utama sebagaimana halnya sabar. Dan, orang-orang yang berhias diri dengan akhlak yang mulia ini, niscaya menjadi orang yang utama pula. Banyak hal yang menunjukkan keutamaan sifat mulia ini dan orang yang berhias diri dengannya, di antaranya adalah :

  1. Kemanfaat bersyukur kembali kepada Orang yang Bersyukur Itu Sendiri dan merupakan sebab terjaganya nikmat

Allah ‘Azza wajalla berfirman,

وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ

“Barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Mahaterpuji.” (Qs. Luqman : 12)

Al-Husain bin Mahmud al-Baghawiy mengatakan, yakni, kemanfaatan dari syukurnya akan kembali kepada dirinya, hal itu akan menjadikan sempurnanya kenikmatan dan kelanggengannya, karena kesyukuran merupakan tali kekang nikmat yang ada dan pemburu kenikmatan yang hilang. (Ma’alim at-Tanzil, 6/165)

  1. Bertambahnya Nikmat

Allah ‘Azza wajalla berfirman,

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu…” (Qs. Ibrahim : 7)

Al-Fairuz Abadiy mengatakan, “Kesyukuran selalu diiringi dengan adanya tambahan nikmat, karena Allah ‘Azza wajalla berfirman, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu”, maka kapan Anda melihat keadaan Anda tidak saja bertambah (nikmatnya) maka bersegaralah Anda bersyukur (kepada-Nya). (Bashaa-ir Dzawiy at-Tamyiiz, 3/339)

  1. Bersyukur mendatangkan keridhaan dan kecintaan Allah ‘Azza wajalla

Allah ‘Azza wajalla berfirman,

إِنْ تَكْفُرُوْا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوْا يَرْضَهُ لَكُمْ

“Jika kamu kafir (ketahuilah) maka sesungguhnya Allah tidak memerlukanmu dan Dia tidak meridhai kekafiran hamba-hamba-Nya. Jika kamu bersyukur, Dia meridhai kesyukuranmu itu…” (Qs. Az-Zumar : 7).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, yakni, Dia mencintainya dari kalian dan Dia bakal menambahkan untuk kalian dari karunia-Nya. (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 7/87). Hal itu karena kasih sayang-Nya kepada kalian dan kecintaan-Nya terhadap berbuat baik kepada kalian, dan karena tindakan kalian yang selaras dengan tujuan diciptakannya kalian (Taisir al-Karimi ar-Rahman Fii Tafsiiri Kalami al-Mannan, 1/719). Yaitu, “bersyukur”, sebagaimana firman-Nya,

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” (Qs. An-Nahl : 78)

Mengakhiri tulisan ini, penulis berdoa kepada Allah ‘Azza wajalla semoga menggolongkan saya dan Anda, kita semua, termasuk golongan orang-orang yang bersabar dan orang-orang yang bersyukur. Amin

Wallahu A’lam (Redaksi)

Referensi :

  1. Al-Bahr ar-Ra-iq Fii az-Zuhdi Wa ar-Raqa-iq, Amad Farid
  2. Fathul Baariy Syarh Shahih al-Bukhari, Abu al-Fadl Ahmad bin ‘Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Hajar al-‘Asqalaniy.
  3. Ma’alim at-Tanzil, Al-Husain bin Mahmud al-Baghawiy
  4. Mausu’ah Nadh-ratu an-Na’im Fii Akhlaqi ar-Rasuli al-Karim a, Sekumpulan Ahli di bawah bimbingan Syaikh Shaleh bin Abdullah bin Humaid
  5. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Abu al-Fida Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurosiy ad-Dimasyqiy

Taisir al-Karimi ar-Rahman Fii Tafsiiri Kalami al-Mannan, Abdurrahman bin Nashir bin Sa’diy