santunHikmah, bijak terkadang menuntut kita diam, sabar, santun dan mengalah, bukan karena lemah dan tak sanggup membalas apa yang dia lakukan, tetapi ini yang disebut ngalah untuk menang, mundur dua langkah untuk maju seratus bahkan seribu langkah. Ada orang-orang yang bila tindakannya dibalas dengan sepadan, justru malah menambah keburukan di atas keburukan, atau dia tidak meninggalkan keburukannya. Orang-orang jahil, terkadang diam lebih bermanfaat, orang-orang kasar, terkadang lapang dada dan sikap santun lebih berguna, menyadarkan dan menginsafkan.

Firman Allah,

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا [الفرقان : 63]

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan, salama, kata-kata yang mengandung keselamatan.”(Al-Furqan: 63).

Firman Allah,

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ [الأعراف : 199]

“Jadilah Engkau Pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raf: 199).

Firman Allah,

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ [فصلت : 34]

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Al-Fushilat: 34-35).

Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda kepada al-Asyaj Abdul Qais.

إِنَّ فِيْكَ خَصْلَتَبْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ : الحِلْمُ وَالأَنَاةُ .

“Sesungguhnya kamu memiliki dua sifat yang dicintai Allah: ketenangan dan kesantunan.”

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas berkata, “Aku berjalan bersama Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, beliau memakai baju dari kain Nejran yang pinggirannya kasar, tiba-tiba seorang Arab Badui menarik kain tersebut dengan kuat, aku melihat ke pundak Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, bekas kain yang ditarik kuat itu terlihat di sana. Arab Badui tersebut berkata, “Wahai Muhammad, berilah aku dari harta Allah yang ada padamu.” Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam menoleh, tertawa lalu memberinya.”

Seorang penyair berkata,

إِذَا نَطَقَ السَفِيْهُ فَلاَ تُجِبْـه
وَخَيْرُ إِجَابَتِهِ السُكُوْتُ

Jika orang bodoh berbicara maka jangan dijawab
Dan sebaik-baik jawabannya adalah diam.

Penyair lain berkata,

قَدْ يُدْرِكُ المُتَأَنِّيْ بَعْضَ حَاجَتِهِ
وَقَدْ يَكُوْنُ مَعَ المُسْتَعْجِلِ الزَلَلُ

Orang tenang terkadang mendapatkan hajatnya
Justru orang yang terburu-buru terkadang terpeleset

Seorang laki-laki bertemu Ali bin al-Husain bin Ali Zainul Abidin. Laki-laki tersebut memakinya dan mengucapkan kata-kata tidak pantas kepadanya. Kawan-kawan Ali berdiri hendak melakukan sesuatu kepada laki-laki tersebut tetapi Ali melarang mereka. Setelah laki-laki tersebut berhenti berbicara Ali menanggapi, “Apa yang tidak kamu ketahui tentangku lebih banyak. Apakah kamu mempunyai keperluan?” Laki-laki tersebut malu dia mengutarakan keperluannya dan Ali menunaikan keperluannya. Setelah itu laki-laki tersebut berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah putra Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam.”

Al-Ahnaf bin Qais, seorang tabiin yang terkenal dengan kekalemannya sehingga dia menjadi simbol ketenangan di masanya. Dikatakan حِلْمُ أَحْنـَف (kekaleman Ahnaf). Suatu kali seorang laki-laki menghinanya dan mencibirnya. Ahnaf bertanya, “Apa yang salah pada diriku.” Laki-laki tersebut menjawab, “Kamu bermuka buruk dan berbadan pendek.” Ahnaf menjawab, “Kamu telah mencelaku karena sesuatu di mana aku hanya menerima jatahnya.”

Suatu kali Ahnaf ditanya, “Adakah orang yang lebih tenang darimu?” Ahnaf menjawab, “Qais bin Ashim. Darinya aku belajar. Suatu kali Qais sedang duduk sambil melingkarkan kainnya di leher dan kedua lututnya, tiba-tiba seorang anaknya datang membawa saudaranya yang terikat, dia berkata, “Fulan ini telah membunuh saudaranya.” Ahnaf berkata, “Qais tidak bergeming, tidak merubah duduknya, dia hanya berkata kepada pembunuh, ‘Kamu telah melemahkan kaummu dengan mengurangi jumlah mereka’. Qais melanjutkan ucapannya kepada saudara pembunuh, ‘Pergilah, kuburkanlah saudaramu dengan baik dan bayarlah diyatnya kepada ibunya karena dia dari kaum yang lain, menurutku dia tidak akan rela.”

Dikisahkan bahwa seorang penyair mendendangkan syairnya di hadapan Zubaidah binti Ja’far Al-Mansur, dia berkata,

Wahai Zubaidah putri Ja’far
beruntunglah pemintamu dengan pemberianmu
Engkau memberi dengan kedua kakimu
seperti telapak tangan yang memberi secara melimpah.

Maka para pengawalnya mengepungnya dan hendak memukulinya, tetapi Zubaidah melarang mereka. Dia berkata, “Maksudnya baik tetapi salah. Ini lebih baik daripada ingin buruk tetapi tepat sasaran. Dia mendengar pepatah, ‘Tangan kirimu lebih dermawan daripada tangan kanan selainmu’. Dia mengira bahwa apabila dia mengucapkan itu maka pujiannya lebih mendalam. Berilah dia apa yang dia mau dan kasih tahu apa yang dia tidak tahu.” Wallahu a’lam.