tunnasAllah berfirman:

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Katakanlah, “Wahai Allah yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan, sesungguhnya Engkau Maha kuasa atas segala sesuatu.”(QS. Ali-Imran: 26)

Imam Ath-Thabari berkata dalam kitab tafsirnya, “Di tangan Engkaulah segala kebajikan, maksudnya semua kebaikan berada di tangan-Mu dan kembali kepada-Mu, tidak ada seorang pun yang kuasa atas hal itu, karena Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak seperti makhluk-Mu atau siapa saja yang dijadikan sebagai Ilah dan rabb yang diibadahi selain-Mu oleh orang-orang musyrik dari kalangan Ahlulkitab dan bangsa Arab yang ummi (buta huruf)-seperti al-masih Isa, dan tandingan-tandingan lain- yang mereka jadikan sebagai rabb.” (Tafsir Ath-Thobari: 3/222-223)

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Abu Sa’id Al-Khudri, dari Nabi bahwa beliau bersabda:

يقول الله تعالى يا آدم فيقول لبيك وسعديك والخير في يديك فيقول أخرج بعث النار قال وما بعث النار ؟ قال من كل ألف تسعمائة وتسعة وتسعين

“Allah berfirman, “Hai Adam.” Adam menjawab, “Labbaik wa sa’daik (aku penuhi panggilan-Mu dengan senang hati) dan kebaikan berada di kedua tangan-Mu. Allah berfirman, “Keluarkanlah ba’tsun nar (delegasi neraka).” Adam bertanya, “Siapa ba’tsun nar itu?” Allah berfirman, “Yaitu dari setiap seribu orang, sembilan ratus sembilan puluh sembilan.” (Shahih Al-Bukhari, 4/109)

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya, dari Ali bin Abi Thalib dari Rasulullah bahwasannya ketika beliau berdiri dalam shalat, beliau membaca, “Aku hadapkan wajahku kepada Yang menciptakan langit dan bumi-hingga bacaan, “Labbaik wa sa’daik (aku penuhi panggilan-Mu dan aku senantiasa taat kepada-Mu), semua kebaikan berada di tangan-Mu dan keburukan tidaklah kembali kepada-Mu. Aku memohon taufik dan berlindung kepada-Mu. Maha suci dan Maha tinggi Engkau, aku memohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu.” (Shahih Muslim, 1/534)

Berdasarkan nash-nash di atas, jelaslah bahwa semua kebaikan itu berada di tangan Allah -bukan pada makhluk-Nya- karena Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.

Selain itu, terdapat nash-nash lain yang menunjukkan bahwa kenikmatan -yang merupakan salah satu jenis kebaikan- hanya berasal dari Allah yang Dia anugerahkan kepada makhluk-Nya, dan tidak dapat dihitung banyaknya, serta bahwa manusia sangat membutuhkan Rabb mereka. Di antaranya firman Allah:

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allahlah (datangnya)…” (QS. An-Nahl: 53)

قُلْ إِنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ

“…Katakanlah, “Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah..” (QS. Ali Imran: 73)

وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً

“…dan Dia menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin..” (QS. Luqman: 20)

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا

“..Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya..” (QS. Ibrahim: 34 dan An-Nahl: 18)

مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ

“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah, adalah kekal..” (QS. An-Nahl: 96)

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

“Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rizki Yang mempunya kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS. Adz-Dzaariyat: 58)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

“Hai manusia, kamulah yang memerlukan Allah, dan Allah Dialah yang Maha kuasa (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha terpuji.” (QS. Faathir: 15)

Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Syaddad bin Aus dari Nabi tentang do’a sayyidul istighfar:

أبوء لك بنعمتك علي وأبوء لك بذنبي فاغفر لي

“..Aku mengakui nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku..” (Shahih al-Bukhari, 7/145)

Disebutkan dalam shahih al-Bukhari dan shahih Muslim dari Abdullah bin Umar bahwa bacaan talbiyah Rasulullah adalah:

لبيك اللهم لبيك لبيك لا شريك لك لبيك إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك

“Aku penuhi panggilan-Mu, Ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan kenikmatan hanya milik-Mu, bagitu pula kerajaan. Tidak ada sekutu bagi-Mu.” (Shahih al-Bukhari, 2/147, dan Shahih Muslim, 2/841)

Disebutkan dalam kitab Shahih Muslim, “setiap selesai shalat, ketika telah membaca salam, Abdullah bin Az-Zubair membaca:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

“Tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) melainkan hanya Allah yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujian. Dia Maha kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah. Tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) melainkan hanya Allah, dan kami tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Bagi-Nya nikmat, anugerah, dan pujian yang baik. Tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai.
Abdullah bin Zubai berkata, “Rasulullah selalu bertahlil (membaca Laa Ilaaha Illahllaah) dengan bacaan ini setiap selesai shalat.”
(Shahih Muslim, 1/415,416)

Jika segala kebaikan dan kenikmatan –di dunia dan di akhirat– merupakan karunia Allah terhadap hamba-hamba-Nya, maka tetap dan langgengnya kebaikan tersebut bagi manusia, serta banyak dan bertambahnya ia, tak lain juga berasal dari Allah, dan itulah yang dinamakan dengan berkah.

Jadi, semua keberkahan itu hanya milik Allah dan berasal dari-Nya. Dialah satu-satunya yang memberikan keberkahan.

Allah sendiri menyifati diri-Nya dengan تبارك (penuh keberkahan). Sifat ini hanya layak dan dikhususkan untuk-Nya. Jadi, Allah adalah al-Mutabaarak. Dan di antara makna kata tabaaruk ini adalah bahwa semua kebaikan berasal dari Allah.

Di dalam kitabnya, Badaa’iul Fawaid, ketika membahas tentang soal salam penghormatan dalam islam (yaitu assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh), Ibnul Qayyim menjelaskan hikmah disandarkannya lafazh “rahmat” dan “berkah” kepada Allah, dan terpisahnya lafazh “salam” dari penyandaran ini. Di antaranya karena ramhat dan berkah itu tidak boleh disandarkan kecuali kepada Allah semata. Karena alasan inilah, tidak boleh dikatakan rahmatii wa barakatii alaikum (rahmatku dan berkahku atas kalian), namun boleh dikatakan salamun minnii alaikum (ucapan salam dariku kepada kalian) atau salaamun min fulan ‘ala fulan (ucapan salam dari fulan kepada fulan). Alasan lainnya, rahmat dan berkah itu lebih sempurna daripada sekadar keselamatan, karena keselamatan itu jauh dari keburukan, sedangakan rahmat dan berkah itu menghasilkan kebaikan, melanggengkan, mengokohkan, dan menambahnya. Tentu ini lebih sempurna, dan memang inilah tujuan utamanya. Sedangkan yang pertama -yaitu keselamatan- lebih merupakan sarana untuk mendapatkan kesempurnaan tersebut. (Badaa’iul Fawaa’id, 11/185)

Di antara ayat yang meunjukkan bahwa berkah itu berasal dari Allah adalah firman-Nya tentang kisah Nabi Nuh:

قِيلَ يَا نُوحُ اهْبِطْ بِسَلَامٍ مِنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ

“Difirmankan, “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami atasmu…” (QS. Huud: 48)

Juga firman-Nya:

رَحْمَتُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ

“(itu adalah) rahmat Allah dan keberkahan-keberkahan-Nya dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait.” (QS. Huud: 73)

Semua lafazh بركات, باركنا dan بارك di dalam al-Qur’an selalu disandarkan kepada Allah. Begitu pula dengan bentuk isim maf’ulnya مبارك (yang diberkahi), ia tidak disandangkan kepada sesuatu kecuali dengan penjelasan bahwa Allah-lah yang menjadikan keberkahan padanya, sebagaimana dalam firman-Nya tentang Nabi Isa:

وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ

“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada..” (QS. Maryam: 31)

Dan firman-Nya:

فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً

“…Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam (kepada penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkah lagi baik…” (QS. An-Nuur: 61)

Hal yang sama juga ditemukan dalam hadits-hadits Nabi. Misalnya, hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud –kitab shahih Bukhari- bahwa para sahabat pernah melakukan perjalanan bersama Nabi. Ketika itu, air yang tersedia di dalam wadah mereka tidak mencukupi. Lalu, Nabi memasukkan tangan beliau ke dalam salah satu wadah mereka, kemudian berkata:

حي على الطهور المبارك والبركة من الله

“Marilah bersuci dengan air yang suci dan diberkahi, dan keberkahan berasal dari Allah.”

Setelah itu, air pun keluar dari sela-sela jari-jari tangan beliau. (Shahih al-Bukhari, 4/171)

Demikian pula, semua do’a yang isinya memohon keberkahan hanya disandarkan kepada Allah.
Saya (penulis) akhiri pembahasan (pertama) ini dengan kutipan perkataan Ibnul Qayyim yang sangat berharga tentang betapa butuhnya makhluk kepada al-Khaliq dan betapa besarnya kenikmatan, kebaikan dan keberkahan yang Allah berikan kepada semua makhluk-Nya.

Ibnul Qayyim berkata, “Setiap kesempurnaan dan kebaikan yang ada pada makhluk berasal dari kebaikan dan kesempurnaan Allah yang terdapat dalam Diri-Nya. Semua makhluk memohon bantuan dari-Nya, sedang Dia tidak membutuhkan pertolongan dari makhluk-Nya. Makhluk membutuhkan-Nya, sedang Dia tidak butuh kepada makhluk-Nya. Setiap makhluk meminta kesempurnaan kepada-Nya. Malaikat memohon kepada-Nya sesuatu yang tanpanya mereka tidak dapa hidup, memohon pertolongan-Nya agar dapat mengingat, bersyukur, dan beribadah dengan baik kepada-Nya, melaksanakan perintah-perintah-Nya, melaksanakan apa yang ditugaskan kepada mereka demi kemashlahatan alam atas (langit) dan alam bawah (bumi) yang ditugaskan kepada mereka, serta memohon kepada-Nya agar Dia mengampuni anak cucu Adam.

Para Rasul memohon kepada Allah agar Dia menolong mereka dalam melaksanakan dan menyampaikan risalah-Nya, menolong mereka dari musuh-musuh mereka, serta urusan-urusan lain demi kemashlahatan hidup dunia dan akhirat. Ummat manusia memohon kepada-Nya untuk mencukupi kemashlahatan hidup mereka yang terdiri dari kebutuhan dan tuntutan hidup yang beraneka ragam. Semua hewan meminta rizki, makanan, dan apa saja yang membuatnya dapat hidup, kepada-Nya. Pepohonan dan tumbuhan meminta makanannya dan apa saja yang dapat melengkapinya, kepada-Nya. Bahkan, seluruh alam semesta meminta pertolongan kepada-Nya dengan bahasa dan keadaannya (masing-masing). Allah berfirman:

يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ

“Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rahman: 29)

Jadi, seisi alam memohon dan meminta kepada-Nya, dan tangan-Nya selalu terbuka untuk memberi dan menganugerahi.

يد الله ملأى لا يغيضها نفقة سحاء الليل والنهار

“Tangan kanan-Nya selalu penuh dan tidak akan berkurang karena pemberian. Dia selalu memberi dan memberkahi pada waktu malam dan siang.” (Shahih Al-Bukhari, 5/213, Shahih Muslim, 2/691)

Pemberian dan kebaikan-Nya itu dicurahkan kepada makhluk-makhluk-Nya yang berbakti maupun yang durhaka. Hanya milik-Nya segala kesempurnaan, dari-Nya semua kebaikan, kepunyaan-Nya segala pujian, hak-Nya semua sanjungan, di tangan-Nya segala kebaikan, dan kepada-Nya semua urusan dikembalikan. Maha suci nama-Nya, Maha suci sifat-sifat-Nya, Maha suci perbuatan-perbuatan-Nya, dan Maha suci Dzat-Nya, sehingga semua keberkahan hanyalah milik-Nya dan berasal dari-Nya. Tidak ada satu kebaikan pun yang diminta yang memberatkan-Nya. Kekayaan-Nya pun tidak berkurang karena banyaknya pemberian dan anugerah-Nya.” (Syifaaul Alill fii Masaailil Qadhaa wal Qadar wal Hikmah Wat Ta’lil, Ibnul Qayyim, hal 183-184 dengan saduran)

Hanya milik Allah segala pujian di awal dan di akhir atas kebaikan-kebaikan-Nya yang berlimpah, keberkahan-Nya yang abadi, kenikmatan-Nya yang mencukupi, lahir dan batin. Segala anugerah hanya milik-Nya semata. Dzat Yana Maha suci dan Maha tinggi. Wallohu a’lam bishowab

Sumber: Tabaruk Memburu Berkah Sepanjang Masa Di Seluruh Dunia Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah (edisi terjemahan Indonesia), hal 13-22, DR. Nashir bin Abdurrahman bin Muhammad Al-Judai’, penerjemah Ahmad Yunus, Msi, cetakan petama April 2009 M, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jakarta.