Shulh secara bahasa berarti menghentikan sengketa. Secara syar’i adalah perjanjian dalam rangka mendamaikan dua pihak yang bersengketa. Dalil dianjurkannya shulh adalah al-Qur’an, sunnah, dan ijma’. Allah berfirman,

[وَالصُّلْحُ خَيْرٌ [النساء/128

Perdamaian itu lebih baik.” (An-Nisaa’: 128).

Nabi bersabda,

الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ المُسْلِمِينَ؛ إِلاَّ صُلْحاً أَحَلَّ حَرَاماً أَوْ حَرَّمَ حَلاَلاً

Shulh itu boleh dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali shulh yang menghalalkan yang haram, atau mengharamkan yang halal.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi 1356 dan Ibnu Majah 2353 dari Amru bin Auf, diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah. At-Tirmidzi berkata, “Hadits shahih.”

Shulh yang dibolehkan ialah shulh yang adil, yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dengan tujuan mencari keridhaan Allah, lalu keridhaan kedua pihak.

Shulh hanya dapat dilakukan atas hak-hak manusia yang dimiliki sebagiannya atas sebagian yang lain, yang mana hak tersebut dapat digugurkan atau dijual. Adapun hak-hak Allah yang seperti hukuman had dan zakat, maka tidak bisa menerima shulh. Sebab shulh dalam hak Allah caranya ialah dengan menunaikannya secara sempurna.

Bentuk Shulh

Perdamaian terbagi menjadi dua: Pertama: Perdamaian lewat pengakuan. Kedua: Perdamaian lewat pengingkaran.

Shulh karena mengakui

Shulh karena mengakui ada dua macam: Pertama: shulh yang berkaitan dengan hak-hak yang sejenis. Kedua: shulh yang berkaitan dengan hak-hak yang berlainan jenis.

Yang pertama, bila seseorang mengakui hutang dalam jumlah tertentu, atau mengaku bahwa ia memegang suatu barang; lantas ia berdamai dengan pemilik piutang dengan syarat melunasi sebagian hutangnya dan sisanya gugur, atau dengan syarat memberikan sebagian barangnya dan sisanya dia ambil, dengan syarat pengaku tidak mengatakan: “Aku akan mengakui hakmu, dengan syarat kamu memberiku sekian”. Atau pemilik hak mengatakan: “Hutangmu akan kuhapus, kalau kamu memberiku sekian” Jika shulh disyaratkan dengan cara seperti itu, maka tidak sah. Sebab pemilik hak berhak untuk menuntut seluruh haknya.

Shulh karena mengakui bentuk kedua adalah shulh yang berkaitan dengan hak-hak yang berlainan jenis. Contohnya seseorang mengaku menanggung hutang atau barang, lalu ia berdamai dengan imbalan yang berbeda jenisnya.

Kalau perdamaian itu terjadi antara suatu mata uang dengan mata uang jenis lain, berarti ia tergolong sharaf (tukar-menukar mata uang); dan berlakulah atasnya aturan-aturan sharaf. Kalau perdamaian itu terjadi antara suatu mata uang dengan selain uang, berarti ia tergolong jual beli dan berlakulah atasnya aturan-aturan jual beli. Kalau perdamaian itu terjadi dengan memberikan suatu manfaat seperti menempati rumah, berarti ia tergolong sewa-menyewa, dan berlakulah atasnya aturan sewa-menyewa. Kalau perdamaian itu terjadi antara yang bukan uang dengan harta jenis lain, berarti ia tergolong jual-beli.

Shulh karena mengingkari

Bila seseorang mengklaim bahwa barang miliknya ada pada orang lain, atau mengklaim bahwa ia punya piutang pada orang lain, lalu orang yang diklaim tadi diam karena dia tidak tahu tentang klaim tersebut, kemudian dia berdamai dengan yang mengklaim dengan memberikan sejumlah harta baik tunai maupun tempo, maka perdamaian semacam ini dibolehkan menurut pendapat mayoritas ulama berdasarkan hadits di atas.

Faidah shulh jenis ini bagi orang yang diklaim (dituntut), dia bisa menebus harga dirinya dari tuntutan dan sumpah. Sedangkan faidahnya bagi yang mengklaim (menuntut) dia tidak perlu repot-repot mendatangkan bukti dan menanggung kerugian akibat tertundanya hak yang diklaimnya.

Jika salah satu pihak yang melakukan shulh karena mengingkari telah berdusta, maka shulhnya batal bagi pihak yang berdusta secara batin, harta yang diambilnya lewat shulh ini hukumnya haram baginya. Sebab ia mengambilnya dengan cara zhalim.

Shulh sah dilakukan untuk hak yang tidak diketahui, baik hak tersebut milik mereka berdua atau salah satunya, jika memang hak yang tidak diketahui tadi tidak mungkin untuk diketahui. Contohnya hitung-hitungan yang pernah terjadi di antara mereka di masa lalu, masing-masing tidak tahu pasti berapa hak saudaranya. Shulh ini merupakan pengguguran hak, karenanya ia sah dilakukan atas sesuatu yang tidak diketahui karena adanya hajat ke sana, agar tidak menyebabkan hilangnya harta atau terus-menerus menanggung beban. Wallahu a’lam.