Nama dan Nasab

Nama beliau ialah Muhammad Al-Amin, laqab (julukan)nya ialah Aaban. Adapun nama bapaknya ialah Muhmmad Al-Mukhtar bin Abdul Qadir bin Muhammad bin Ahmad Nuh bin Muhammad bin Sayidi Ahmad bin Al-Mukhtar. Nasab qabilah (suku)nya kembali ke suku himyar.

Beliau dilahirkan pada tahun 1305 H di daerah tanbah wilayah kiifa yang dikenal dengan nama syinqith, sekarang ini ia adalah negara Marutinia. Dan kata-kata syinqith sampai sekarang ini masih dipakai sebagai nama sebuah desa di ujung Negara Marutinia bagian barat daya.

Semangat dan Antusias dalam Menuntut Ilmu

Beliau menghafal qur’an di rumah paman-pamannya dari pihak ibu, khususnya kepada pamannya yang bernama Abdullah. Saat itu beliau baru berusia sepuluh tahun, namun beliau sudah merampungkan hafalan al-Qur’an.

Beliau pernah berkata, “Kemudian saya mempelajari mushaf utsmani kepada sepupunya yang bernama Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al-Mukhtar. Saya belajar tajwid dalam bacaan Nafi’ dari riwayat Warasy dari jalur Abu Ya’kub Al-Azraq, mereka juga mengatakan dari riwayat Abu Nasyith. Saya juga mengambil sanad yang bersambung kepada Rasulullah dengan riwayat tersebut, dan saat itu usia saya baru enam belas tahun.”

Disamping belajar al-Qur’an dan menghafalnya beliau juga belajar ilmu-ilmu lainnya seperti fikih Maliki, adab, prinsip-prinsip dasar nahwu, sirah Nabi, dan yang lainnya. Semua pelajaran ini beliau dapatkan di rumah pamannya yang langsung dibimbing oleh paman-pamanya sendiri, sepupunya dan isteri-isteri paman-pamanya. Jadi, rumah pamannya merupakan sekolah pertama bagi beliau dalam perjalanannya menuntut ilmu. Setelah itu beliau memperdalam ilmu-ilmu itu kepada beberapa syaikh.

Guru-Guru

Di antara guru-buru beliau yang telah berjasa besar dalam mengajarkan berbagai disiplin ilmu syariah kepada beliau ialah:

  1. Syaikh Muhammad bin Shalih, yang dikenal dengan Ibnu Ahmad Al-Afram
  2. Syaikh Ahmad Al-Afram bin Muhammad al-Mukhtar
  3. Syaikh Al-Alamah Ahmad bin Umar
  4. Al-Faqih (pakar fikih) yang bernama Muhammad An-Ni’mah bin Zaidan
  5. Al-Faqih Al-Kabir (senior pakar fikih) yang bernama Ahmad bin Mud
  6. Al-Alamah yang sangat luas ilmunya yang bernama Ahmad Fala bin Aduh, dan masih banyak guru-guru yang lainnya.

Beliau pernah berkata, “Saya telah menimba semua disiplin ilmu dari semua syaikh itu, baik nahwu, sharaf, ushul, balaghah, tafsir dan hadits. Adapun ilmu mantiq dan adabul baths dan munadzarah (adab mengkaji dan berdiskusi) saya dapatkan secara otodidak.”

Metode pendidikan

Beliau memiliki metode pendidikan tersendiri terhadap murid-muridnya. Di antara metode pendidikannya ialah apabila seorang murid mempelajari beberapa ilmu, maka mereka akan dikelompokan berdasarkan disiplin ilmu tertentu. Seorang murid tidak boleh mengabungkan dua mata pelajaran dalam satu waktu, ia harus mempelajari satu pelajaran sampai selesai, seperti nahwu. Baru ia dibolehkan untuk mempelajari ilmu lainnya, seperti balaghah, dan harus sampai selesai. Demikian juga dalam ilmu fikih, ia tidak boleh mempelajari ilmu ushul melainkan telah menyelesaikan pelajaran ilmu fikih dengan baik. Baik murid itu belajar dari satu guru atau lebih.

Metode lainnya ialah para murid memulai pelajarannya dengan menulis matan ilmu di sebuah papan kayu yang dipegang oleh masing-masing murid. Mereka menulisnya sesuai dengan apa yang telah dihafal, setelah itu dihapus kembali, kemudian mereka menulis lagi matan-matan tersebut yang telah dihafalnya sampai mereka bisa menghafalkan seluruhnya sesuai dengan pembagian yang telah ditentukan.

Apabila para murid telah menghafal bacaan matan itu dengan baik, maka beliau akan memulainya dengan pelajaran baru, yaitu menjelaskan matan-matan itu kepada mereka dengan penjelasan yang lengkap sesuai keilmuan yang beliau miliki. Beliau lakukan itu tanpa membuka kitab atau tanpa membawa buku-buku lainnya sebagai referensi. Setelah itu mereka diajak oleh beliau untuk menelaah dan berdiskusi. Terkadang sebagian syarahnya itu untuk menjelaskan apa yang beliau dengar dan catatan-catatan kaki yang ada. Mereka tidak boleh keluar dari tema pelajaran melainkan sudah mendapatka dan menguasai apa saya yang terkait dengan tema pelajaran tersebut.

Demikianlah salah satu metode beliau dalam menyebarkan dan menanamkan ilmu kepada murid-muridnya. Beliau sangat disiplin dan perhatian sekali dengan hafalan-hafalan matan kepada murid-muridnya. Semoga Allah memberikan keberkahan kepada beliau dan ilmu-ilmu yang telah disebarkannya.

Karya dan Tulisan

Di antara karya-karya tulisan beliau ialah:

  1. Man’u Jawaz Al-Majaz Fi Al-Munazzal Li At-Ta’abud Wa al-I’jaz, dalam kitab ini beliau memaparkan tentang tidak boleh adanya majaz (kiasan) bagi ayat-ayat asma’ dan sifat di dalam al-Qur’an, semuanya harus dibiarkan kepada makna hakikatknya.
  2. Daf’u Ibham al-Idhthirab ‘An Ayi Al-Kitab, Dalam kitab ini beliau menjelaskan beberapa hal yang terkesan saling bertentangan di dalam al-Qur’an. Sebagai contohnya firman Allah:

وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْؤُولُونَ

“Tahanlah mereka (di tempat perhentian), sesungguhnya mereka akan ditanya.” (QS. Ash-Shaffat: 24)

فَيَوْمَئِذٍ لا يُسْأَلُ عَنْ ذَنْبِهِ إِنْسٌ وَلا جَانٌّ

“Maka pada hari itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya.” (QS. Ar-Rahman: 39)
3. Mudzakirah al-Ushul ‘Ala Raudhah an-Nadzir, dalam kitab ini beliau mengumpulkan ushul-ushul dari madzhab Hambali, Maliki kemudian Syafi’i.
4. Adab Al-Bahts Wa al-Munadzarah, dalam kitab ini beliau menjelaskan tentang adab-adab dalam membahas (mengkaji sebuah masalah), mulai dari mengumpulkan beberapa masalah sampai menjelaskan dalil-dalilnya ataupun yang sejenisnya.
5. Adhwa’ Al-Bayan Li Tafsir Al-Qur’an Bi Al-Qur’an, Kitab tafsir ini merupakan karya beliau yang paling masyhur di antara karya-karya beliau lainnya.

Di samping karya tulisan beliau di atas beliau juga memiliki beberapa ceramah ilmiyah yang membahas tema-tema tertentu yang telah dicetak dalam bentuk buku dan disebarluaskan. Di antaranya ialah:

  1. Ayat Ash-Shifat, Di sini beliau menjelaskan tentang penetapan sifat-sifat Allah
  2. Hikmah At-Tasyri’, Beliau telah mengumpulkan beberapa hikmah tasyri’ (pensyariatan) dari beberapa hukum-hukum syariat yang jumlahnya sangat banyak.
  3. Al-Mutsul Al-A’la, Beliau menjelaskan di dalamnya tentang keutamaan aqidah, tasyri’ dan akhlak
  4. Al-Mashalih Al-Mursalah, Beliau menerangkan tentang kaidah-kaidah penggunaannya antara sikap berlebih-lebihan dan sikap menyepelekan.
  5. Haula Syubhah Ar-Raqiq, mengungkap kerancuan tentang klaim bahwa islam memperbudak orang-orang yang merdeka.

Beliau telah menghidupkan kembali cahaya ilmu, di antaranya ialah ilmu ushul yang merupakan dasar pengambilan sebuah dalil (istidlal) dan penyimpulan sebuah hukum (istimbath), juga termasuk pondasi dalam melakukan ijtihad tarjih (ijtihad untuk menguatkan salah satu pendapat dari beberapa pendapat yang ada) serta menjadi pilarnya seorang mujtahid. Tidak mengetahui atau tidak menguasai ilmu ushul dengan baik, maka seseorang tidak layak untuk menjadi mujtahid (ahli ijtihad), bahkan dirinya lebih layak menjadi seorang muqallid (pengikut/pengekor suatu pendapat tertentu). Hal ini sebagaimana yang sering dikatakan oleh banyak orang, “Kebodohan akan ilmu ushul adalah kaum awamnya para ulama.” Sementara itu, beliau telah membukakan pintu-pintu ilmu ushul, memudahkan simpul-simpul yang terasa sulit, menjelaskan kaidah-kaidahnya, dan mendekatkan ruang lingkupnya untuk memudahkan seseorang dalam mengambil hukum dari sumbernya dan mengembalikan cabang-cabangnya kepada pokok-pokoknya.

Wafat

Beliau meninggal dunia di kota Madinah an-Nabawiyyah, pada tanggal 17 Dzul Hijjah, tahun 1393 H, semoga Allah senantiasa merahmatinya.

Semoga Allah memberikan manfaat kepada kita lewat ilmu-ilmu yang telah beliau sampaikan lewat lisan maupun tulisannya, meniti jalan pengamalannya yang diridhai oleh Allah, shalawat dan salam serta keberkahan semoga senantiasa tercurahkan atas hamba dan Rasu-Nya yang mulia Nabi Muhammad, keluarga, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa istiqamah berjalan di atas sunnah-sunnahnya sampai hari kiamat. Wallohu a’lam

Sumber: Muhadharah (ceramah) yang disampaikan pada acara Momentum Kebudayaan Universitas Islam Madinah, Kerajaan Arab Saudi. Ditulis dan dipresentasikan oleh salah seorang murid beliau yaitu Syaikh Athiyah Muhammad Salim yang merupakan seorang hakim di Mahkamah Syariah di kota Madinah.

Lihat selengkapnya di : al-Maktabah as-Syamilah, Kitab Adhwa al-Bayan Fi Idhahi Al-Qur’an Bil Qur’an, Syaikh Muhammad al-Amin bin Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithi, Cetakan Darul Fikri, Beirut, Libanon, tahun 1415 H/1995 M.

Oleh: Saed As-Saedy