قَوْلُُ مَّعْرُوفُُ وَ مَغْفِرَةٌ خَيْرُُ مِّنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَآأَذًى وَاللهُ غَنِيٌّ حَلِيمُُ

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Mahakaya lagi Maha Penyantun.” (Al-Baqarah: 263).

Tafsir Ayat :

Allah menyebutkan empat tingkatan dalam kebajikan:

Tingkatan pertama: Nafkah yang terlahir dari niat yang shalih dan pemberi nafkah tidak mengiringinya dengan menyebut-nyebutnya dan menyinggung perasaan penerima.

Tingkatan kedua: Berkata yang baik, yaitu kebajikan berupa perkataan dengan segala bentuknya yang mengandung kebahagiaan bagi seorang muslim, meminta maaf dari orang yang meminta apabila dia tidak memiliki apa yang diminta, dan sebagainya dari perkataan yang baik.

Tingkatan ketiga: Kebajikan dengan memberi maaf dan ampunan kepada orang yang telah berlaku buruk kepada anda, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Dua yang terakhir ini lebih utama dan lebih baik dari tingkatan berikut.

Tingkatan Keempat: Pemberi infak itu mengiringi infaknya dengan perlakuan menyakitkan kepada penerimanya karena dia telah mengotori kebaikannya tersebut dan dia telah berbuat baik dan jahat (sekaligus). Kebajikan yang murni walaupun sangat sedikit adalah lebih baik daripada kebajikan yang dicampuri oleh keburukan walaupun kebajikan itu banyak. Ini merupakan ancaman yang keras terhadap orang yang berinfak yang menyakiti orang yang diberikan nafkahnya tersebut, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang suka mencela, pandir dan bodoh.

(وَاللهُ) “Dan Allah” yang Mahatinggi , (غَنِيٌّ) “Maha Kaya” dari sedekah-sedekah mereka dan dari seluruh hamba-hambaNya, (حَلِيمٌ)”Lagi Maha Penyantun”; disamping kesempurnaan kekayaanNya dan luasnya pemberian dariNya, Dia Penyantun terhadap pelaku-pelaku maksiat. Dia tidak menyegerakan hukuman bagi mereka, akan tetapi Dia memberikan keselamatan kepada mereka, memberi mereka rizki, meluaskan bagi mereka kebaikanNya; namun mereka menentang Allah dengan bermaksiat kepadaNya.

Kemudian Allah melarang dengan sangat keras dari mengungkit-ungkit pemberian dan menyakiti orang yang diberi Allah membuat perumpamaan tentang itu,

Pelajaran berharga yang bisa dipetik dari ayat ini : 

1. Keutamaan dari perkataan yang baik, ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (قَوْلُُ مَّعْرُوفُُ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرُُ مِّنْ صَدَقَةٍ) : “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah” , perkataan yang baik yaitu setiap perkataan yang baik berdasarkan syari’at, dan adat-istiadat.

2. Anjuran memberi maaf kepada orang yang berbuat jahat kepadamu, akan tetapi anjuran ini terbatas pada orang yang jika ia dimaafkan maka ia (bertauba dan tidak mengulangi -red), ini berdasarkan firman Allah Ta’ala: “فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ” : “Maka barang siapa mema’afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah”(QS. Asy-Syura: 40), adapun jika pemberian maaf tersebut tidak menjadikan orang yang dimaafkan bertaubat, seperti: “Ketika anda memaafkan seorang yang berbuat jahat, kemudian setelah dimaafkan ia berbuat jahat kepada selain anda dan juga mengulangi kejahatannya tersebut kepada anda, maka tidak ada anjuran untuk memberikan maaf dalam hal ini.

3. Bahwasanya amal shaleh itu bertingkat-tingkat keutamaannya, yang mana hal ini menunjukan akan perbedaan keutamaan para pelakunya. Hal ini juga menunjukan akan bertambah dan berkurangnya iman.

4. Penetapan dua nama dari nama-nama Allah Ta’ala, yaitu (الغَنِيٌّ) “Maha Kaya” dan(الحَلِيمٌ)” Maha Penyantun” , serta penetapan tentang apa yang ditunjukannya dari sifat-sifat.

5. Ditutupnya ayat ini dengan dua nama tersebut adalah sangat sesuai, karena ayat tersebut menjelaskan tentang infak, jika Allah Ta’ala membalas infak tersebut (dengan ganjarannya), maka ini menunjukan akan kesempurnaan kekayaannya. Demikian juga pemberian maaf terhadap orang yang berbuat jahat kepadamu, sesungguhnya (المَغْفِرَةٌ) pemaafan mengandung sifat (الحَلِيمٌ)” Penyantun” dan lebih dari itu (yaitu murah hati yang memberikan maaf -red), maka oleh karena itu Allah menutup ayat ini dengan (الحَلِيمٌ).

Namun ada yang mengatakan bahwasanya Allah menutup ayat ini dengan (الحَلِيمٌ)” Maha Penyantun” , karena tindakan mengungkit-ungkit pemberian adalah salah satu dari dosa besar , dan Allah adalah maha pemurah dan penyantun yang memaafkan orang-orang berbuat dosa besar, seandainya jika Allah menghisab manusia sesuai dengan apa yang telah mereka perbuat, maka tentu ia tidak meninggalkan di muka bumi ini seekor binatang ternak pun, kecuali ia binasakan.

[Sumber: Tafsir al-Qur-an al-Karim, Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, jilid 3; dan Taisir Al-Karim Ar-Rahman, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir as-Sa’di, semoga Allah merahmati keduanya. Diposting oleh Sufiyani Abu Muhammad Ismail al-Kalimantani]