Tauhid Ilahiyah adalah hak Allah untuk disembah, bahwa hanya Allah yang disembah, tauhid ini mengandung Tauhid Rububiyah, seseorang menetapkan bahwa tiada Rabb yang berhak di sembah selain Allah dan tiada Pencipta selain Allah, selain Allah lemah dan yang lemah tidak layak untuk menjadi tuhan.

Dari sini diketahui bahwa Tauhid Rububiyah menuntut Tauhid Ilahiyah, sedangkan Tauhid Ilahiyah mengandung Tauhid Rububiyah bukan sebaliknya. Tauhid Rububiyah adalah sasaran bagi ahli kalam dan orang-orang sufi, namun tauhid ini tidak menyelamatkan mereka bila tidak diikuti dengan konsekuensinya yaitu Tauhid Ilahiyah.

Tauhid Ilahiyah mengandung Tauhid Rububiyah bukan sebaliknya, siapa yang tidak kuasa menciptakan maka dia lemah dan yang lemah tidak patut menjadi tuhan.

Allah Ta’ala berfirman, “Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhada-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatu pun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang.” (Al-A’raf: 191).

Allah Ta’ala berfirman, “Maka apakah Allah yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan apa-apa ? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.” (An-Nahl: 17).

Kaum musyrikin tidak mengatakan bahwa alam memiliki dua pencipta, aka tetapi satu namun mereka mengangkat tuhan-tuhan lain bersamanya yang mereka anggap sebagai pemberi syafaat dan mereka berkata, “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (Az-Zumar: 3), berbeda dengan ayat pertama.

Bila seseorang mengakui Tauhid Rububiyah, namun dia tidak menyembah Allah Ta’ala semata dan tidak berlepas diri dari penyembahan kepada selainNya maka dia tetap musyrik sama dengan orang-orang musyrikin lainnya.

Al-Qur`an sarat dengan ayat-ayat yang menetapkan tauhid ini dan menerangkannya. Al-Qur`an menetapkan Tauhid Rububiyah, menjelaskan bahwa tiada pencipta kecuali Allah, dan hal ini mengharuskan pengakunya untuk tidak menyembah kecuali Allah, al-Qur`an menjadikan Tauhid Rububiyah sebagai dalil atas Tauhid Ilahiyah, karena orang-orang musyrikin mengakui yang pertama dan menetang yang kedua. Maka Allah Ta’ala menjelaskan bahwa kalian mengetahui bahwa tidak ada pencipta kecuali Allah semata, Dialah yang menghadirkan kepada hamba-hambaNya apa yang bermanfaat bagi mereka dan menolak apa yang merugikan mereka dari mereka, tiada sekutu bagiNya dalam semua itu, lalu mengapa kalian menyembah selainNya dan mengangkat tuhan-tuhan lain bersamaNya?

Allah berfirman, “Apakah Allah yang lebih baik ataukah apa yang mereka persekutukan denganNya?’ Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada Tuhan yang lain?” (An-Naml: 59-60).

Dan Allah berfirman di akhir setiap ayat, “Apakah di samping Allah ada Tuhan yang lain?” (An-Naml: 60), yakni tuhan manakah yang melakukan itu bersama Allah? Ini adalah pertanyaan yang mengandung makna pengingkaran sekaligus penafian, sedangkan mereka mengakui bahwa tidak ada yang melakukan hal itu selain Allah, maka Allah berhujjah atas mereka dengan itu, maknanya bukan sekedar bertanya, apakah ada tuhan lain selain Allah? Sebagaimana yang diduga oleh sebagian kalangan, karena makna ini tidak sejalan dengan konteks ayat, dan orang-orang musyrikin di mana ayat tersebut tertuju kepada mereka mengangkat tuhan-tuhan lain bersama Allah.

Allah berfirman, “Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?” Katakanlah, “Aku tidak mengakui.” (Al-An’am: 19).

Dengan itu diketahui bahwa bila seseorang mengakui Tauhid Rububiyah namun tidak mengakui tuntutannya, maka dia tidak selamat hanya dengan pengakuannya tersebut, bila Tauhid Rububiyah terbukti dengan dalil-dalil yang beragam, hal yang sama juga terjadi pada Tauhid Ilahiyah. Wallahu a’lam.