عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ:  ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ، وَثَلَاثٌ مُنَجِّيَاتٌ، وَثَلَاثٌ كَفَّارَاتٌ، وَثَلَاثٌ دَرَجَاتٌ، فَأَمَّا الْمُهْلِكَاتُ: فَشُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ، وَأَمَّا الْمُنَجِّيَاتُ: فَالْعَدْلُ فِي الرِّضَى وَالْغَضَبِ، وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى، وَخَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ، وَأَمَّا الْكَفَّارَاتُ: فَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، وَإِسْبَاغُ الْوُضُوْءِ فِي السَّبَرَاتِ، وَنَقْلُ الْأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ، وَأَمَّا الدَّرَجَاتُ: فَإِطْعَامُ الطَّعَامِ، وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ، وَالصَّلَاةُ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma , ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiga yang membinasakan, tiga yang menyelamatkan, tiga kafarat dan tiga peningkat derajat.

Adapun hal-hal yang membinasakan, yaitu : (1) kekikiran yang ditaati, (2) hawa nafsu yang diikuti, (3) perasan ujub seseorang kepada diri sendiri.

Adapun hal-hal yang menyelamatkan, yaitu : (1) adil kala ridha dan marah, (2) sederhana ketika kekurangan dan berkecukupan, (3) dan takut kepada Allah ketika dalam keadaan sendirian dan ketika bersama orang lain.

Adapun hal-hal sebagai kaffaraat, yaitu : (1) menunggu kehadiran shalat (berikutnya) setelah mengerjakan shalat, (2) menyempurnakan wudhu dalam kondisi-kondisi yang tidak disukai dan (3) melangkahkan kaki menuju shalat berjama’ah.

Adapun hal-hal yang akan meningkatkan derajat, yaitu : (1) memberikan makan (terhadap orang yang membutuhkan), (2) menebarkan salam, dan (3) shalat malam kala manusia tengah tidur.

(HR. ath-Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Ausath, no. 5754. Lihat, Shahih al-jami’, 3039 dan 3045, Shahih at-Targhiib, no. 53)

Tiga yang Menyelamatkan

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ Tiga yang membinasakan, tentang hal ini telah kita bahas pada tulisan sebelumnya. Adapun yang akan kita bahas pada tulisan ini adalah tentang وَثَلَاثٌ مُنَجِّيَاتٌTiga yang Menyelamatkan”, yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis ini, yaitu,   

(1) Adil kala ridha dan marah,

(2) Sederhana ketika kekurangan dan berkecukupan,

(3) Takut kepada Allah ketika dalam keadaan sendirian dan ketika bersama orang lain.

Pembaca yang budiman…

Terkait dengan ketiga hal ini, ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah meminta kepada Rabbnya dalam doanya, beliau pernah berdoa kepada Rabbnya Allah azza wajalla seraya mengatakan,

اَللَّهُمَّ وَأَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ وَأَسْأَلُكَ كَلِمَةَ الْحَقِّ فِي الرِّضَا وَالْغَضَبِ وَأَسْأَلُكَ الْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى

“Ya Allah !, dan aku meminta kepada-Mu rasa takut kepada-Mu kala dalam keadaan berkesendirian dan kala dalam keadaan bersama dengan orang lain. Dan, aku juga meminta kepada-Mu (agar dapat mengucapkan) kata-kata yang benar kala dalam keadaan ridha dan kala dalam keadaan marah. Dan, aku juga meminta kepada-Mu agar dapat bersikap sederhana kala dalam keadaan kekurangan dan kala dalam keadaan berkecukupan…” (HR. an-Nasai)

Oleh kerenanya, seyogyanya seorang hamba memohon kepada Rabbnya agar mendapatkan ketiga hal tersebut karena hal-hal tersebut akan mengantarkan dirinya menuju keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat.

  • Adil Kala Ridha dan Marah

Yang dimaksud dengan adil di sini adalah adil dalam ucapan dan adil dalam tindakan. Adil dalam ucapan, yakni, tetap berkata-kata dengan perkataan yang benar. Adil dalam tindakan, yakni, tetap bertindak dengan tindakan yang benar. Tidak menzhalimi orang lain dengan kata-kata, tidak pula menzhalimi orang lain dengan perbuatan, baik ketika dalam keadaan ridha maupun ketika dalam keadaan marah.

Tetap berkata-kata dengan perkataan yang benar di mana saja berada dan kepada siapa saja perkataan tersebut ditunjukkan, baik dalam kondisi ridha maupun dalam kondisi marah,  merupakan perkara yang dituntut dalam syariat Islam.

Allah azza wajalla berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

“Wahai orang-orang yang beriman ! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan perkataan yang benar” (Qs. al-Ahzab : 70)

Dengan perkataan-perkataan yang benar tersebut niscaya seorang hamba akan terbimbing menuju ke jalan keselamatan, sehingga kemudian ia menyusuri jalan tersebut dan sampai kepada tujuan dengan selamat, dan memasuki daarussalam, tempat yang penuh dengan kedamaian dan keselamatan, yaitu Surga, tempat keselamatan yang kekal abadi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

“Wajib atas kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan (pelakunya) kepada kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan kepada Surga. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang sangat jujur…” (HR. Muslim)

Al-Hafizh Zaenuddin Abdurrauf al-Munawiy, ketika menjelaskan sabda Nabi tersebut mengatakan, “Wajib atas kalian berlaku jujur”, yakni, memegang teguh perkataan yang benar. “Karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan (pelakunya) kepada kebaikan”, yakni, (membimbingnya) melakukan amal shaleh. “dan kebaikan itu menunjukkan kepada Surga”, yakni, amal shaleh tersebut akan mengantarkan pelakunya ke Surga. “Seseorang senantiasa jujur”, yakni, dalam ucapannya. “Dan berusaha untuk selalu jujur”, yakni, ia bersungguh-sungguh untuk tetap berkata jujur/benar.  “Sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang sangat jujur”, yakni, orang tersebut dihukumi demikian, dan berhak untuk menyandang sifat tersebut sehingga menempati kedudukan orang-orang yang menyandang gelar siddiqun (orang-orang yang sangat jujur/benar). (at-Taisiir Bi-Syarhi al-jami’ ash-Shaghir, 2/276)

  • Sederhana ketika Kekurangan dan Berkecukupan

Kondisi manusia -terkait dengan harta- kadang mengalami pasang surut. Kadang dirinya dalam keadaan fakir, kekurangan, kadang pula dirinya dalam keadaan kaya, berkecukupan. Kedua kondisi ini seringkali menjadikan seseorang terjatuh ke dalam jurang kebinasaan, seperti bersikap bakhil terhadap hartanya. Allah azza wajalla mengisyaratkan sikap ini pada sebagian manusia dalam firman-Nya,

وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ، فَلَمَّا آتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ

“Dan di antara mereka ada orang yang telah berjanji kepada Allah,”Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya kepada kami, niscaya kami akan bersedekah dan niscaya kami termasuk orang-orang yang shaleh.”

“Ketika Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka menjadi kikir dan berpaling, dan selalu menentang (kebenaran).” (Qs. at-Taubah : 75-76)

Sikap semacam ini, yakni, bakhil atau kikir, tidak diragukan merupakan sikap yang akan mengantarkan kepada kebinasaan, sebagaimana yang Allah isyaratkan dalam firman-Nya,

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya, mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat…”(Qs. Ali Imran : 180)

Contoh sikap lainnya adalah sifat boros atau menghambur-hamburkan harta, hal ini juga kadang dilakukan oleh sebagian manusia, kala mereka tengah dalam keadaan kaya atau berkecukupan. Tidak diragukan pula bahwa sikap seperti ini terlarang dalam syariat dan jika dilakukan akan mengantarkan pelakunya kepada kebinasaan.

Allah azza wajalla berfirman,

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Qs. al-Isra : 29)

Allah azza wajalla juga berfirman,

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Wahai anak cucu Adam ! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. al-A’raf : 31)

Apalagi kalau seseorang justru berlaku mubazir terhadap hartanya, yaitu dengan mendayagunakan hartanya tersebut untuk perkara-perkara yang diharamkan syariat, maka tidak diragukan pula bahwa hal ini merupakan jalan menuju kepada kebinasaan. Hal ini, jelas terlarang.

Allah azza wajalla berfirman,

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا، إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Qs. al-Isra : 26-27)

Adapun jalan keselamatan adalah bersikap pertengahan, sederhana baik ketika dalam keadaan fakir, kekurangan maupun ketika dalam keadaan kaya, berkecukupan. Inilah di antara sikap hamb-hamba Allah Dzat yang Maha Pengasih, Allah azza wajalla berfirman,

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا

“Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar.” (Qs. al-Furqan : 67)

  • Takut kepada Allah Ketika dalam Keadaan Sendirian dan Ketika Bersama Orang Lain

Takut kepada Allah, baik ketika seseorang dalam kesendirian ataupun ketika bersama orang lain adalah kunci keselamatan. Hal demikian itu karena, rasa takut kepada Allah ‘azza wajalla pada seorang hamba ini akan memagari dirinya dari melakukan kemaksiatan kepada Allah azza wajalla. Sebagaimana kata Sa’id bin Jubair radhiyallahu ‘anhuma -sebagaimana dinukil al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya,

اَلْخَشْيَةُ هِيَ الَّتِي تَحُوْلُ بَيْنَكَ وَبَيْنَ مَعْصِيَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Al-khasy-yah, rasa takut, dialah yang memagari diri Anda dari melakukan kemaksiatan kepada Allah azza wajalla .”(Tafsir al-Qur’an al-Adzim, 3/667). Dengan demikian ia akan selamat dari dosa.

Demikian juga rasa takut kepada Allah itu akan mengantarkan pemiliknya kepada kesuksesan sejati. Allah azza wajalla berfirman,

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

“Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kesuksesan.” (Qs. an-Nuur : 52).

Dan, kesuksesan sejati itu adalah ketika seorang hamba selamat dari siksa Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga-Nya.

Allah azza wajalla berfirman,

جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ

“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah Surga ‘And yang mengalir di bawahnya sungai-sungai ; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (Qs. Al-Bayyinah : 8)

Semoga kita termasuk orang-orang yang takut kepada Allah azza wajalla , takut kepada Dzat-Nya dan takut pula kepada siksa-Nya. Amin (Redaksi)  

Referensi :

  1. Al-Mu’jam al-Ausath, ath-Thabraniy
  2. Al-Mujtaba Min as-Sunan, Ahmad bin Syu’aib an-Nasai
  3. At-Taisiir Bi-Syarhi al-jami’ ash-Shaghir, Zaenuddin Abdurrauf al-Munawiy
  4. Shahih Muslim, Muslim bin al-Hajjaj an-Naisaburiy
  5. Tafsir al-Qur’an al-Adzim, Ibnu Katsir