Rasulullah bersabda, “Tiga penyelamat dan tiga pencelaka. Tiga yang pertama adalah adil saat ridha dan marah, takut kepada Allah dalam kondisi rahasia dan terbuka, seimbang dalam kecukupan dan kekurangan. Tiga yang kedua adalah kikir yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan takjubnya seseorang kepada dirinya.”

Diriwayatkan dari beliau shallallohu ‘alaihi wasallam, “Tiga perkara termasuk kebahagiaan manusia: Istri shalihah, rumah yang baik dan kendaraan yang nyaman. Tiga perkara termasuk kesengsaraan manusia: Istri yang buruk, rumah yang jelek dan kendaraan yang payah.”

Semua kebaikan ada pada tiga: Diam, berbicara dan melihat. Beruntung siapa yang diamnya adalah berpikir, bicaranya adalah hikmah dan melihatnya adalah pelajaran.”

Al-Hasan al-Bashri berkata, “Dasar keburukan adalah tiga: Tamak, hasad dan sombong. Sombong membuat Iblis menolak sujud kepada Adam.

Tamak membuat Adam diusir dari surga. Hasad membuat anak Adam membunuh saudaranya.”

Ibnu Ijlan berkata, “Tiga perkara, semua amal tidak shahih tanpanya: Takwa, niat baik dan benar.”

Maemun bin Mihran berkata, “Tiga perkara, harus ditunaikan kepada orang baik dan orang fasik: Amanat, perjanjian dan silaturahim.”

Tiga hal paling sedikit, tak ada yang lebih sedikit darinya: Sekeping dirham halal yang dibelanjakan di jalan halal. Saudara fillah, karena Allah, yang menenangkanmu. Orang bisa dipercaya yang meneteramkanmu.”

Al-Hasan al-Bashri berkata, “Kalau bukan karena tiga, niscaya manusia tidak meletakkan kepalanya: Sakit, miskin dan mati.”

Adh-Dhahhak berkata, “Bila Iblis mendapatkan tiga perkara dari manusia maka dia tak mencari lainnya. Bila dia takjub kepada dirinya, merasa amalnya banyak dan menutup mata dari dosa-dosanya.”

Al-Khalil bin Ahmad berkata, “Tiga perkara melupakan musibah: Berlalunya waktu, istri yang cantik dan bercengkerama dengan saudara.”

Tiga perkara yang tak ada obatnya: Kemiskinan yang diselimuti oleh kemalasan, perselisihan yang dirasuki hasad dan sakit dalam usia
lanjut.

Tiga perusak pikiran: Kesendirian, kesedihan dan banyak mikir.

Abu ad-Darda` berkata, “Tiga perkara, aku menyintainya namun orang lain tidak. Aku menyintai mati karena aku merindukan Allah. Aku menyintai sakit karena ia melebur dosa-dosaku. Aku menyintai kemiskinan untuk bertawadhu’ kepada Rabbku.”

Ibnu Syubrumah berkata, “Aku tidak menyintai satu pun dari ketiganya. Kemiskinan, demi Allah, kekayaan lebih aku cintai, karena dengannya aku bisa bersilaturrahim, menunaikan ibadah haji, memerdekakan budak dan bersedekah. Sakit, demi Allah, aku sehat lalu bersyukur adalah lebih aku cintai daripada aku sakit lalu sabar. Mati, demi Allah, tak ada yang menghalangiku untuk menyintainya kecuali perbuatan-perbuatanku di masa lalu, aku masih bisa memohon ampun darinya kepada Allah.”

Bahjatul Majalis, al-Hafizh Ibnu Abdul Bar.