Nama dan nasabnya

Para ulama sejarah berbeda pendapat perihal nama beliau, ada yang mengatakan namanya adalah Ar-Rumaishah, ada yang mengatakan Sahlah, ada yang mengatakan Unaifah dan ada yang mengatakan Rumaitsah. Beliau radhiyallahu ‘anha adalah anak dari Milhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin ‘Amir bin Ganim bin ‘Adi bin An-Najjar al-Anshariyah al-Huzrijiyah.

Beliau adalah seorang ibu dari pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu shahabat mulia Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu .

Prinsip dan keutamaan beliau

Beliau adalah wanita yang mempunyai berbagai prinsip, wanita mulia yang memiliki berbagai keutamaan dan seorang yang mempunyai garis keturunan yang suci dari bani Adi bin Nazar. Beliau salah seorang yang terdahulu meraih kemuliaan bergabung bersama orang-orang yang suci dan termasuk kelompok pertama dari kalangan mereka yang di berkahi.

Diantara prinsip dan keutamaan beliau:

1. Ketika wanita yang mulia ini memeluk Islam, maka suaminya “Malik bin Nadhar” yang masih kafir saat itu, ia berkata kepada istrinya: “Apakah engkau telah murtad dari agama nenek moyangmu?”, maka dia menjawab: “Aku tidak murtad tetapi aku beriman kepada laki-laki ini (Nabi Muhammad -red)”.

Ia mengajarkan anaknya Anas dengan mengatakan: “Katakan kalimat tidak ada tuhan yang berhak di sembah selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah”. Maka sang anak menirukan apa yang diajarkan sang ibu, sehingga sang Malik bin Nadhar mengatakan kepada istrinya: “Jangan kau rusak anakku”, maka ia menjawab: “Aku tidak merusaknya”.

Betapa mulia cita-citanya dan betapa kokoh tekadnya, dan sikap-sikap tersebut tidak di miliki kecuali oleh wanita-wanita mulia seperti Ummu Sulaim.

2. Di antara sikap terpuji Ummu Sulaim adalah ketika suami beliau Malik bin Nadhar terbunuh, ia berkata: “Aku tidak akan menyapih Anas sampai ia melepaskan puting susu karena malu, dan aku tidak akan menikah sampai Anas menyuruhku”.

Maka Anas setelah itu mengatakan: “Semoga Allah membalas ibuku yang telah merawatku dengan baik.”

Sang ibu memenuhi janjinya dia tidak menikah sampai sang anak dewasa dan melepaskan puting susunya.

3. Di antara prinsip Ummu Sulaim yang menakjubkan adalah prinsipnya ketika hari yang dia nantikan tiba, yaitu hari di mana datang kepadanya seorang laki-laki yang ingin melamarnya, laki-laki tersebut tidak lain adalah Abu Thalhah al-Anshari yang mana ketika itu dalam keadaan musyrik.

Ketika datang Abu Thalhah ke rumah Anas untuk meminang sang tuan putri, yaitu Ummu Sulaim. Maka sang tuan putri yang cerdas dan bijak berkata kepada Abu Thalhah: “Wahai Abu Thalhah bukankah tuhan yang kamu sembah tumbuh dari bumi?”, ia menjawab: “Ya”, ia berkata: “Tidakah, kamu malu menyembah pohon?”, selanjutnya ia mengatakan lagi: “Jika kamu memeluk Islam maka aku tidak mengharapkan lagi mas kawin selain keislamanmu”, maka Abu Thalhah berkata: “Aku akan pikirkan masalahku ini”, lalu ia pergi dan setelah itu dia kembali lagi dengan mengatakan: “Aku bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”, maka Ummu Sulaim berkata: “Wahai Anas nikahkanlah Abu Thalhah!”, maka Anaspun menikahkannya dengan ibunya.

Maka benar apa yang dikatakan Tsabit al-Banani radhiyallahu ‘anhu: “Kami tidak pernah mendengar yang lebih mulia dari pada mas kawin Ummu Sulaim, yaitu Islam.”

4. Satu lagi sikap mulia yang ditampilkan Ummu Salaim yaitu ketika anaknya dari pernikahannya dengan Abu Thalhah menderita sakit, sedangkan Abu Thalhah berada di masjid, lalu anak itu meninggal, maka ia pun mempersiapkan dan mengurus anaknya tersebut, dia berkata kepada orang-orang: “Jangan sampaikan hal ini kepada Abu Thalhah mengenai kematian putranya”.

Ketika tiba dari masjid, maka Ummu Sulaim mempersiapkan makan malam untuknya, lalu Abu Thalhah berkata: “Apa kabar anak kita?”, maka ia menjawab: “Ia baik- baik saja”, kemudian Ummu Sulaim memberikan makan malam kepada suaminya, dan iapun menyantap hidangan tersebut, lalu Ummu Sulaim memakai wangi-wangian dan berdandan, lalu Abu Thalhah melakukan hubungan dengannya layaknya suami-istri.

Pada pagi harinya, Ummu Sulaim berkata kepadanya: “Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu dengan keluarga si fulan yang telah meminjam sesuatu, lalu mereka menggunakannya dan ketika barang itu diminta oleh pemiliknya, orang tersebut keberatan untuk mengembalikannya?”, Abu Thalhah menjawab: “Mereka tidak berlaku adil”, Maka akhirnya Ummu Sulaim berkata: “Sesungguhnya anakmu adalah pinjaman dari Allah, lalu ia mengambilnya kembali”. Lalu Abu Thalhah mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”, demi Allah jadikan aku mengalahkan kesabaran malam ini”.

Lalu ia pergi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan halnya, lalu Rasulullah bersabda: “Semoga Allah memberkahi mereka berdua pada malam mereka”.

Hari demi hari dan bulan demi bulan Allahpun mengabulkan doa Nabinya shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kedua suami istri yang bersabar ini melahirkan anak yang diberkahi, yang darinya Allah menganugrahkan tujuh orang anak yang semuanya hafal al-Qur-an.

5. Di antara keutamaannya lagi adalah bahwa beliau seorang yang pemberani dan terkadang ia ikut di dalam peperangan yang langsung dipimpin oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama suaminya Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu untuk mengobati para perajurit yang terluka dan memberi mereka minuman.

Ummu Sulaim ikut menyaksikan peperangan Hunain bersama suaminya Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu dengan membawa pisau besar yang telah ia persiapkan.

Abu Thalhah berkata: “Wahai Rasulullah, ini Ummu Sulaim membawa pisaunya”, Ummu Sulaim berkata: “Wahai Rasulullah , aku siapkan pisau ini adalah jika ada salah seorang kaum musyrik menyerangku akan aku tikam keperutnya”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tertawa sambil berkata: “Wahai Ummu Sulaim, sesungguhnya Allah telah mencukupkan hal itu dan dia melakukan yang terbaik”.

Lihatlah keberanian wanita yang terdidik di bawah naungan rindangnya pohon Islam.

6. Keutamaan yang terakhir yang bisa kami sebutkan pada kesempatan kali ini adalah bahwa beliau adalah salah seorang yang mendapatkan kabar gembira dengan Surga Allah Ta’ala, Rasulullah bersabda: “Aku masuk kedalam Surga lalu aku mendengar suara, kemudian aku bertanya: “Suara apa itu?” seorang menjawab: “Itu suara Rumaishah bintu Milhan”.

Wafatnya beliau

Akhirnya lembaran-lembaran yang mencatat semua sikap yang mulia itu dilipat ketika wanita mulia ini memenuhi panggilan Rabbnya, meninggalkan negri yang penuh dengan penderitaan untuk menyambut kehidupan baru bersama para kekasih Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya.

Akhirnya pada tahun 61H, seorang yang benar imannya, yang sering memberikan nasehat, ibu dari orang-orang yang mulia, hiasan kaum wanita, Ummu Sulaim meninggal dunia. Semoga Allah menempatkannya dan kita semua di dalam SurgaNya, Amiin…

[Sumber: Diterjemahkan dan diposting oleh Sufiyani dengan sedikit penambahan dan pengurangan dari kitab Siyar A’lami Nubala, jilid 2/304-310, dan kitab Nisa Lahunna Mawaqif, edisi bahasa Indonesia: 41 Wanita Mulia di Dalam sejarah Islam, pent. Darul Haq Jakarta]