Urusan dan pekerjaan yang menumpuk sementara waktu dan tenaga terbatas membuat seseorang tidak mampu menunaikan urusan dan pekerjaan itu sendiri padahal ia harus dikerjakan, dalam kondisi ini terbuka peluang mendelegasikannya kepada orang lain untuk menunaikannya, inilah wakalah.

Wakalah berarti penyerahan, yang dimaksud di sini adalah penggantian seseorang terhadap orang lain dalam urusan yang mungkin digantikan.

Akad wakalah dibutuhkan oleh kehidupan, tidak semua orang bisa melakukan pekerjaannya sendiri, di samping itu akad ini saling menguntungkan kedua belah pihak, maka Islam mempersilahkannya. Rasulullah dalam hidup beliau menyerahkan beberapa urusan kepada sebagian sahabat, seperti dalam membayar hutang, dalam menerima akad pernikahan, dalam melaksanakan hukuman had, dalam menyembelih hadyu dan membagikan dagingnya dan sebaginya.

Rukun-rukun

1- Akad wakalah.
2- Muwakkil.
3- Wakil.
4- Obyek wakalah.

Akad wakalah

Akad sah dengan kata-kata atau perbuatan yang menunjukkan. Akad bisa langsung, bisa bergantung, bisa terbatas dengan waktu atau pekerjaan tertentu. Yang pertama seperti, “Aku mewakilkanmu untuk urusan ini.” Yang kedua seperti, “Aku mewakilkanmu bila begini.” Yang ketiga seperti, “Aku mewakilkanmu satu bulan.” Yang keempat seperti, “Aku mewakilkanmu untuk bekerja ini.”

Akad bisa suka rela tanpa upah atau bisa dengan upah yang disepakati, bila upah disepakati dalam akad maka wakil adalah ajir, pekerja bagi muwakkil.

Muwakkil dan Wakil

Syarat keduanya adalah orang yang kapabel bertindak, berarti bukan anak-anak dan bukan orang gila. Untuk Muwakkil, hendaknya obyek akad wakalah adalah wewenangnya, berarti tidak sah mewakilkan urusan orang lain, karena ia di luar wewenangnya.

Obyek Wakalah

Obyek wakalah haruslah sesuatu yang diketahui, berarti bukan sesuatu yang majhul, yang tidak jelas atau tidak diketahui.  Obyek wakalah adalah akad yang sah untuk diurusi langsung oleh yang bersangkutan seperti jual beli, sewa menyewa, menikah dan seterusnya, ini artinya ada perbuatan yang tidak bisa diwakilkan karena ia tidak menerima penggantian, ibadah seperti shalat, shaum, bersuci dan seterusnya.

Bila wakalah disepakati, memenuhi syarat-syaratnya maka ia berlaku dan wakil adalah amin, orang yang dipercaya, tidak bertanggung jawab kecuali bila melanggar atau melalaikan.

Wakil Membeli Dari atau Untuk Dirinya

Muwakkil berkata kepada wakil, misalnya, “Belikan seekor kambing kurban dengan kriteria begini begini.” Ternyata wakil memiliki kambing tersebut, bolehkah dia membeli dari dirinya?

Muwakkil berkata kepada wakil, misalnya, “Jualkan motor ini dengan harga sekian.” Ternyata wakil ingin membelinya, bolehkan dia membeli untuk dirinya?

Bila dalam kedua kasus ini wakil merubah dirinya menjadi penjual untuk yang pertama dan pembeli untuk yang kedua, maka tidak bermasalah, akad wakalah gugur dan berubah menjadi akad jual beli tanpa wakalah.

Bagaimana bila wakil berperan ganda, dia sebagai wakil sekaligus penjual atau wakil sekaligus pembeli? Ada pendapat yang melarang dengan alasan adanya tarik ulur kepentingan antara muwakkil dengan wakil yang berperan ganda. Sedangkan pendapat lain membolehkan, dan ini lebih dekat, selama harga yang ditetapkan adalah harga umum, sebagaimana seseorang bisa bertindak untuk orang lain dengan izinnya, dia juga bisa bertindak untuk dirinya selama tidak merugikan orang lain.

Akad Wakalah Selesai

Bila:

  • Salah satu pihak kehilangan kapabelitas bertindak karena gila atau mati.
  • Diselesaikannya urusan yang menjadi obyek wakalah.
  • Muwakkil mencopot wakil atau wakil mengundurkan diri.
  • Obyek wakalah keluar dari wewenang muwakkil. Wallahu a’lam.