Dalam ranah pernikahan, secara umum, pihak perempuan merupakan pihak yang bertahan dan menunggu, ada aksi maka dia menunjukkan reaksi, ada manuver maka dia merespon, hal ini bisa jadi karena pembawaan perempuan yang didominasi oleh sifat malu sehingga dia mengambil posisi bertahan, menunggu ada yang melamarnya lalu dia mengiyakan atau menidakkan, menanti suami melakukan atau meminta kemudian dia meluluskan. Tak ada yang salah memang, karena ia sejalan dengan naluriah wanita secara umum. Namun apakah hal ini sebuah keharusan, dalam arti wanita atau istri tak boleh mengambil inisiatif memulai sesuatu yang dirasakan baik dan maslahat bagi dirinya atau bahkan bagi dirinya dan pasangannya?

Sebatas yang penulis baca, tidak ada dalil shahih lagi sharih (tegas) yang melarang hal itu, selama dalam bingkai halal dan tidak menjatuhkan muru`ah, sebaliknya penulis menemukan dua kasus, sampai saat ini baru ini yang penulis temukan, yang menunjukkan ada inisiatif dari pihak perempuan dalam ranah pernikahan.

Pertama saat Khadijah berhasrat menikah dengan Muhammad, setelah sebelumnya Khadijah melihat dan mendengar amanah dan keberkahan anak muda ini di mana dia belum pernah melihat pada siapa pun sebelumnya, plus kabar pelayannya Maesarah tentang sifat-sifat luhur dan budi pekerti mulia yang dilihatnya saat menemani beliau berniaga ke Syam.

Dalam ar-Rahiqul Makhtum, Syaikh Al-Mubarakfuri, ditulis, “Nabi pulang ke Makkah. Khadijah melihat amanah dan keberkahan dari beliau pada hartanya di mana dia belum pernah melihatnya. Maesarah mengabarkan kepadanya tentang Nabi yang memiliki akhlak-akhlak luhur, sifat-sifat mulia, akal yang tajam, perkatan yang jujur dan perilaku yang amanah. Khadijah merasa menemukan sesuatu yang sangat lama diidam-idamkannya, padahal sebelumnya para tokoh dan para pemimpin ingin menikahi Khadijah namun Khadijah selalu menolak. Khadijah menyampaikan keinginannya kepada teman perempuannya Nafisah binti Munayyah, lalu wanita ini pergi kepada Nabi menyampaikan keinginan Khadijah. Nabi merespon dengan baik dan membicarakannya dengan paman-pamannya, maka paman-paman beliau melamar Khadijah kepada pamannya dan sesudah itu terjadilah pernikahan. Akad ini dihadiri oleh Bani Hasyim dan para tokoh Mudhar. Pernikahan ini terjadi dua bulan setelah Nabi pulang dari Syam. Nabi memberikan mahar berupa dua puluh ekor unta muda. Usia Khadijah saat itu 40 tahun dan saat itu dia adalah wanita terbaik Quraisy dari sisi nasab, akal dan harta kekayaan. Khadijah adalah wanita pertama yang dinikahi oleh Rasulullah dan selama dengan Khadijah Nabi tidak menikah sampai dia wafat.”

Perhatikanlah, Khadijah menyampaikan keinginannya kepada temannya Nafisah binti Munayyah, lalu Nafisah menyampaikan keinginan Khadijah kepada Muhammad dan Muhammad menerima… Jadi pernikahan penuh berkah ini adalah inisiatif wanita bernama Khadijah.

Kedua saat anak laki-laki Ummu Sulaim dari Abu Thalhah sakit lalu meninggal dunia. Imam Muslim meriwayatkan dari Anas berkata, telah meninggal dunia putra Abu Thalhah dari Ummu Sulaim, maka Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya, “Janganlah kalian bercerita kepada Abu Thalhah tentang putranya hingga aku sendiri yang menceritakan kepadanya.” Maka Abu Thalhah datang, Ummu Sulaim menghidangkan makan malam kepadanya, Abu Thalhah makan dan minum, kemudian Ummu Sulaim berdandan untuk suaminya dengan yang lebih baik daripada dandanan sebelum itu, maka Abu Thalhah menggaulinya… Singkat hadits, maka Abu Thalhah berangkat keluar hingga mendatangi Rasulullah, lalu dia menceritakan kepada beliau tentang apa yang terjadi. Maka Rasulullah bersabda, “Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua.” Maka Ummu Sulaim mengandung.

Lihatlah Ummu Sulaim yang berdandan lebih daripada malam-malam sebelumnya, hingga dia menarik suaminya dan terjadilah hubungan suami istri yang didoakan dengan keberkahan oleh Rasulullah dan selanjutnya Ummu Sulaim mengandung karenanya. Siapa yang memulai? Istri bukan? Jadi tak ada salahnya bila Anda bersikap manja, berdandan lebih di depan suami dengan maksud menariknya ke ranjang, yang bermasalah adalah saat Anda melakukannya kepada orang lain. Wallahu a’lam.